Lelaki Itu

48.7K 1.8K 39
                                    

"Kiri, Bang! Kiri!"

Gadis berambut panjang itu berteriak sambil mengetuk-ngetuk jendela angkutan biru itu. Membuat sang sopir menggelengkan kepala namun tak urung mengambil jalur ke kiri. Beberapa pengendara motor mencaci maki karena tingkah mobil yang seenaknya itu.

Empat gadis turun dari mobil biru itu. Pertama, gadis berambut panjang yang berteriak tadi. Kedua, gadis berjilbab hijau dengan rok senada. Ia berjalan menyusul gadis berambut panjang yang kini sudah berteriak-teriak memanggil sang kondektur kopaja agar tak berangkat dulu. Ketiga, gadis berjilbab ungu dengan gamis senada yang melesat menyusul dua gadis di depannya yang sedang masuk ke dalam kopaja tujuan Kota Tua itu. Sementara gadis berkerudung merah dengan jeans ketat yang terakhir turun, masih nongkrong menunggu kembalian ongkosnya.

"Mira! Buruan!" Teriak gadis berjilbab ungu yang melambai-lambai ke arahnya.

Gadis ber-jeans ketat tadi menoleh lalu mengangguk. Ia langsung merecoki sang sopir agar segera memberikan kembaliannya. Kemudian ia berlari-lari meninggalkan koin lima ratus rupiah yang terjatuh ketika hendak dimasukan ke dalam sakunya. Menggulir ke daratan hitam hingga masuk ke kolong-kolong mobil yang masih menepi di sekitar Terminal Lebak Bulus di pagi menjelang siang itu.

Ia baru saja hendak naik, tapi bahunya menubruk sosok lain yang juga ingin naik. Ketika ia mendongak, sosok itu mundur sambil tersenyum tipis dan menyilahkannya masuk lebih dahulu. Ia terpaku sesaat tapi segera tersadar saat sang kondektur berteriak menyuruhnya masuk.

Kakinya melangkah masuk. Matanya berkeliaran mencari tiga sosok temannya yang sudah duduk. Gadis berjilbab ungu tadi melambaikan tangan--menyuruhnya duduk di bangku kosong tepat di sampingnya.

Ia berjalan cepat menuju bangku kosong itu. Saat duduk, kepalanya menoleh ke belakang. Mencari sosok lelaki berwajah teduh yang dijumpainya dipintu kopaja tadi. Lalu mengukir senyum tipis saat melihat sosok itu sudah tenggelam dalam bukunya di sudut kopaja. Ia menyandarkan punggungnya lalu tersenyum tipis.

Rasanya seperti ada pelangi yang menyusup dihatinya. Menari-nari di dalam sana. Hingga mampu membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Darahnya berdesir-desir. Dadanya memompa kencang. Memberi warna cerah dihatinya yang suram.

Ia tak tahu apa namanya. Tapi ketika kepalanya menoleh sekali lagi, wajah teduh itu mampu menyihirnya. Walau tanpa balas menatapnya. Tapi mampu membuatnya enggan berpaling. Membuatnya enggan menutup mata. Lalu bibirnya melengkung senyum lagi.

Hari itu, hati mendendangkan lagu. Lagu indah menyejukan jiwa-jiwa yang baru jatuh cinta.

♥____________♥

Kopaja bergaris-garis tebal berwarna hijau itu meliuk-liuk melintasi jalanan Jakarta yang padat. Setiap ada lambaian tangan di sebelah kiri, ia langsung menepi. Tak perduli banyaknya kendaraan melintas. Tak perduli banyaknya pengendara yang mengeluarkan amarah. Tak perduli banyaknya jiwa yang terancam hilang.

Beberapa kali mobil-mobil lain nyaris menyambar badannya. Beberapa kali motor-motor lain nyaris menyeruduk buntutnya. Tapi ia tak perduli. Bahkan keselamatan jiwanya pun, ia sudah tak perduli.

Asap-asap hitam mengepul setiap kali sang pengemudi menginjak pedal gas. Meninggalkan makian orang-orang dibelakangnya. Beberapa terbatuk-batuk tak berkesudahan. Lainnya hanya menahan amarah di dalam hati masing-masing.

Sudah biasa.

Amarah hanya membuang tenaga. Lebih baik diam saja. Walau tahu hati memaki setiap detiknya.

Bermenit-menit kemudian, kendaraan besar itu berhenti di tepi jalan. Melewati kopaja lain yang masih menepi disana. Meneriakan empat gadis yang masih berdiri ditepi, agar segera masuk.

Lebih IndahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang