Prolog

71 39 107
                                    

|38 Days With You|

Langit sore yang cerah kini telah tergantikan dengan gumpalan awan hitam. Tinggal menunggu waktu untuk merasakan setitik air yang jatuh. Angin semakin kencang, dedaunan berterbangan mengikuti arah ke mana angin akan membawanya.

Gadis sekolah menengah atas sudah lumayan lama berada di sini. Memandangi gundukan tanah di depannya dengan pandangan kosong. Mengusap-usap batu nisan bertuliskan 'Gentala Anggaraksa'. Rindu kepada kakak laki-lakinya semakin menyebar di dalam tubuh. Sudah hampir satu bulan Genta meninggalkannya. Kakaknya diam-diam mengidap penyakit Aritmia jantung.

Tidak ada yang lebih menyedihkan dan menyakitkan dari pada ditinggalkan oleh orang yang benar-benar menjadi rumah untuknya. Arti rumah baginya bukan bangunan bertingkat-tingkat yang terbuat dari berbagai macam material, melainkan, rumah sederhana yang mampu melindunginya dari terjangan badai kehidupan. Tempat paling ternyaman semasa hidupnya. Genta yang akan memeluknya ketika ia menangis, Genta yang rela di benci demi membelanya, Genta yang selalu siap mendengarkan curahan hatinya dan Genta yang berhasil menyembunyikan penyakitnya dari semua orang.

Sosok laki-laki yang selalu menjadi penyemangat hidupnya. Laki-laki yang mengajarkannya apa arti hidup yang sesungguhnya. Laki-laki yag lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Sekarang, sudah tidak ada lagi sosok yang seperti itu. Semuanya sudah lenyap seiring berjalannya waktu. Rasanya, sudah tidak ada lagi gunanya hidup, semua orang telah meninggalkannya, meninggalkannya sendirian merasakan kepahitan hidup yang ditelan bulat-bulat.

"Kakak pasti udah tenang di sana, kan? udah nggak ngerasain sakit lagi. Tugas kakak udah selesai di sini. Kakak udah berhasil bahagiain aku dan semua orang. Maafin aku kalau aku sering ngerepotin kak Genta, aku terlalu bergantung sama kakak, padahal aku udah besar, harusnya aku tau kalau nggak semua orang bisa selalu ada sama kita. Aku bodoh banget, ya. Hal kayak gitu aja aku nggak ngerti..."

"Kak, Aku mau pamer. Aku nggak nangis hari ini pas ketemu kak Genta. Biasanya kan aku selalu nangis kalau ke sini. Aku kuat kan, Kak. Ini bukan Starla kecil yang kerjaannya nangis aja, Ini Starla versi yang udah gede. Aku kalau nangis selalu ditahan, karena udah nggak ada lagi yang bisa ngasih pundaknya buat aku. Orangnya udah pergi soalnya, jahat ya dia. Biasanya kalau ada yang jahatin aku, kak Genta selalu mukul orangnya, tapi sekarang tukang pukulnya yang jahatin aku."

Mungkin orang-orang akan menganggapnya gila karena mengobrol dengan batu nisan yang jelas-jelas itu benda mati. Tetapi bagi Starla, benda mati itu seolah-olah hidup, ia merasakan keberadaan kakaknya di depannya seperti biasa.

Baju seragam sekolahnya sudah tidak bersih lagi, banyak tanah merah yang menempel di pakaian putih abunya. Starla sudah yakin kalau pada saat ia pulang akan ada maung yang mengamuk. Tetapi, ia tidak terlalu peduli dengan itu. Yang ia pedulikan hanya, bagaimana caranya rasa rindu kepada Genta cepat hilang. Rindu kepada orang yang sudah meninggal benar-benar menyusahkan.

"Aku mau ngasih tau sesuatu sama kak Genta,"

"Semenjak kak Genta pergi, mereka jadi makin semena-mena sama aku, Kak..." yang di maksud dengan kata 'mereka' adalah orang tuanya. Iya, orang tua yang katanya harus bisa menjadi support system untuk anak-anaknya. Tapi tidak untuknya. "Kenapa kakak pergi sebelum aku? Harusnya aku yang ada di posisi kak Genta sekarang. Banyak yang sayang sama kakak, tapi kenapa kakak malah ninggalin mereka semua?"

Ingatan saat kakaknya mengerang kesakitan membuat dadanya nyeri. Baru pertama kali ia melihat kakak kesayangannya selemah itu. Ia kira, kakaknya selalu tertawa memang karena dia bahagia, ternyata ada maksud lain yang disembunyikan. Ia menyesal karena tidak tahu apa-apa tentang Genta, tidak bisa menguatkan kakaknya seperti Genta menguatkannya. Jika waktu bisa diulang, ia akan selalu di samping kakaknya. Bumi seakan berhenti berputar pada porosnya ketika Genta menghembuskan nafas terakhirnya. Menutup mata untuk selama-lamanya. Meninggalkan memori-memori yang masih melekat dipikirannya.

38 Days With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang