𝐁𝐀𝐁 𝐈𝐗

33 12 5
                                    

Langit bewarna Jingga tampak merona dan cantik di kota Bandung. Motor Rey membelah jalan  yang ramai dengan pengendara sehabis pulang bekerja. Suara klakson motor saling bersahutan diperempatan lampu merah. Dua sejoli yang sedang dimabuk asmara. Tak berselang lama tampak dari kejauhan rumah dengan No. 05 didepannya.

"Udah sampai nyonya..sesuai aplikasi ya.." ucap Rey

"Ih apaan sih freak banget lu" jawab Evelyn

"Hahaha marah-marah mulu kamu ntar cepet  tua"

"Biarin, yang penting tetap cantik" ujar perempuan itu sembari melebarkan senyum dibibirnya

"iya-iya yang paling cantik seantero komplek"

"kok komplek sih ngeselin banget lu. tau dah gua masuk aja makasih atas tumpangannya"

"iyaaa jangan marah-marah tambah gemes gua liatnya"

***

Saat memasuki rumah Evelyn melihat kedua orang tuanya memasang wajah serius. Alis yang dinaikan seperti ada yang dipikiran, keriput dipipi kedua orang tuanya terlihat begitu jelas, dan garis-garis penuaan diwajah mereka seperti melambangkan emosional yang sedang dirasakan. Entahlah tapi Evelyn tetap melangkahkan kakinya menuju kamar melewati suasana dirumah yang tak begitu mengenakkan kala itu.

"Nak.." ucap Mamanya

Langkah Evelyn pun terhenti 

"Ada apa" ucapnya kepada wanita parubaya itu

"Sini duduk ada yang papa mama mau  omongin" jawab papanya

Evelyn pun duduk dan menatap wajah kedua orang tuanya dengan penuh tanda tanya. Ratna memulai pembicaraannya.

"Nak.. maafin mama ya" ujarnya

"Buat apa?" tanya Evelyn

"Mama sebenarnya nggak mau semuanya terjadi. Mama nggak mau kamu yang jadi korbannya tapi, mama harus sampaikan sama kamu nak" ucap Ratna dengan suara terisak tangis

"Bentar ni ada apa sih nggak ngerti deh sama kalian. Baru pulang, disuruh kesini malah omongannya bikin orang mikir. Beda banget sama temen-temen disekolah yang kalau pulang rumahnya adem tentram. Evelyn capek gini terus ma.. pa... . Dan sekarang apalagi coba?!" ucapnya dengan suara menahan tangisan.

"Mama cuman mau bilang kalau mama sama papa nggak bisa bareng lagi. Semoga kamu dapat ngerti ya nak'' ucap Ratna tanpa rasa  bersalah

Dunia yang tak ramah padanya lagi-lagi mengehempaskan begitu kerasnya. Entah kata apa lagi yang ingin terucap. Seakan-akan mengakhiri dunia dengan secepatnya. menghilang tanpa seorang pun peduli.

"JADI MAKSUD MAMA!! PAPA SAMA MAMA CERAI IYA BEGITU" ucap Evelyn dengan intonasi suara yang tinggi

"Maaf kan papa nak ini juga demi kebaikan kita bersama" Galang angkat bicara

"KEBAIKAN! INI YANG KALIAN MAKSUD KEBAIKAN!!??? KALIAN EGOIS!! GUA PINGIN MATI AJA SEKALIAN"

Evelyn beranjak dari tempatnya menuju kamar dan menobrak pintu sekuat-kuatnya.

"Nak...dengerin mama nak. Mama harap kamu mengerti betapa mama sama papa udah ga bisa sama-sama lagi. PAPA MU UDAH NIKAH SAMA PEREMPUAN ITU!  KAMU SEHARUSNYA NGERTI PERASAAN MAMA MU SEBAGAI SEORANG ISTRI KAMU DENGAR VELYN!" Ratna menaikan intonasi nada bicaranya. Tertunduk lemas didepan pintu anak semata wayangnya. Sedangkan suaminya hanya bisa diam dan tak bergeming sedikitpun.

"CUKUP CUKUP CUKUP!!!! GUA MUAK AMA LO PADA GA USAH SOK PERHATIAN SAMA GUA JANGAN ANGGAP GUA ADA SEKALIAN GUA GA PERLU LO PADA. KALIAN EGOIS!!!!!"

Dunia yang runtuh seketika, Dunia yang sedang tidak ramah padamu, dan kamu dipaksa untuk kuat. YOUR STRONGGG!! 

***

Setelah kejadian malam tadi, Evelyn merasa hidupnya tidak ada lagi arti untuk melangkah. Notif 24 pesan dari Rey yang  belum terbaca dan 5 panggilan tak terjawab. Pikirannya sudah tak karuan, selera hidup tak bergairah. Entah siapa yang dapat dia percaya didunia ini.

Digenggamnya handphone dengan badan yang terkulai lemas setelah menghabiskan air mata semalaman. Mata yang tertunduk sayu, Rambut yang acak-acakkan, dan kelopak mata yang begitu jelas terlihat. Jarinya mengetik nomor bernamakan Rey. Dengan sekuat tenaga memberanikan diri bercerita kepada seseorang sosok yang dapat dia percaya ketika dunia tak lagi ramah padanya.

tut...tut...tut... (Berdering)

"Hallo Lyn.. lo nggak masuk sekolah hari ini?" tanyanya

Evelyn tak bergeming sedikitpun. Hanya suara lirih tangisan yang terdengar.

''LYN LO DENGER SUARA GUA KAN?! LO KENAPAAAA JANGAN BIKIN GUA PANIK DEH''

"Rey.. gua rasanya pingin mati"

"Astaghfirullah  istighfar neng istighfar.. kunaon pagi-pagi bahasnya mati"

"GUA UDAH NGGAK SANGGUP REY! PAPA MAMA GUA CERAI ! " suara tangisan kembali terdengar jelas

"Lo seriusan lo nggak main-main kan Lyn" tanya Rey setengah tidak percaya

"Gua beneran Rey gua capek hidup" jawab Evelyn

"NGGAK! LO KUAT PERCAYA SAMA GUAAAA. GUA BAKALAN ADA SELALU UNTUK LO! JANGAN GITU CANTIKNYA GUA. GUA YAKIN LO KUAT BISA PASTI! "

"REYYYYYY GUA KESEPIAN!"

"Ada gua Lyn ada gua. Sekarang hapus air mata lo ya, nggak boleh nangis gitu, walau dunia lagi nggak ramah sama lo. tapi, gua yakin lo kuat pasti!"

"Makasih Rey" jawabnya tertunduk lesu dan mematikan telpon yang tersambung. Dirinya tak sanggup lagi untuk berbicara banyak. Walau seribu kata semangat yang dia dengar tetap saja keadaan tak akan pernah berubah.

Sambungan terputus...

Keesokannya setelah kejadian yang membuat dirinya begitu hancur dan ingin mengakhiri semuanya perlahan menemukan secercah harapan. Ya, dia harus ke Berlin menemui Oma nya karena satu-satunya harapan yang dapat mengerti dia adalah Omanya.

𝓑𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓫𝓾𝓷𝓰...

Evelyn ReyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang