Kenangan

4 1 0
                                    

Hari semakin sore, Zia masih belum bisa menghubungi suaminya. Berulang kali wanita itu terus menelepon, tetapi tetap belum ada respon, ponsel Andri tidak aktif. Raut wajah menampakkan kegelisahan karena dia tidak tahu keberadaan suami dan juga Keysha.

Perasaan takut tiba-tiba menyelusup ke dalam sanubari. Zia terus merapalkan doa dan beristigfar. Hanya zikir yang bisa mengurangi rasa gelisah dalam hatinya.
Tanpa menunggu lagi, Zia segera memanggil taksi yang melintasi area sekolah Keysha.

"Sore, Bu. Tujuan kita ke mana, Bu?" tanya supir taksi itu setelah Zia dan Kirana masuk ke mobil.

"Jalan Kasuari, Perumahan Cipinang Indah. Buruan ya, Pak."

"Baik, Bu."

Kirana memperhatikan ibunya. Sedari tadi pandangan matanya ke luar jendela mobil. Gadis kecil itu tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia bisa menangkap ada yang tidak beres.

"Mah, kakak ke mana?"

"Mamah juga nggak tau, Sayang. Do'ain aja ya, semoga kakak nggak kenapa-napa."

"Kalau papah di mana? Masih kerja ya, Mah?" Kirana terus menanyakan keberadaan ayahnya.

"Mamah masih belum tau. Soalnya hape papah nggak aktif." Zia menatap wajah putri bungsunya dengan sorot wajah cemas.

Waktu berputar terasa lambat. Padahal jarak sekolah Keysha dengan rumahnya hanya sekitar lima kilometer. Biasanya jika ditempuh dengan kendaraan roda empat, kurang lebih tiga puluh menit sudah sampai rumah. Ya, wajar saja, sore hari menjelang magrib, suasana Kota Jakarta cukup ramai.

Setelah hampir satu jam lebih, Zia berjibaku dengan kemacetan. Akhirnya mereka sampai juga di rumah.

Di halaman rumah terlihat mobil Andri sudah terparkir di sana. Zia semakin bingung. Kenapa sejak siang tadi, suaminya tidak membalas pesan.
Setelah mengucapkan salam, Zia pun segera membuka pintu dan masuk ke rumah. Betapa terkejut melihat ruang tamu yang sudah disulap menjadi berbeda. Hiasan balon berwarna keemasan menempel di dinding, ada kertas karton bertuliskan HAPPY ANNIVERSARY KE-12.

Kirana pun bingung, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa banyak balon dan hiasan-hiasan yang cantik.

"Happy anniversary, Sayang." Andri memeluk Zia dan mendaratkan kecupan di kening dan pipi istri tercinta.

Zia tersipu malu. Senyum mengembang dari mulutnya memperlihatkan lesung pipit di kedua pipinya. Tak terasa tetesan air mata kebahagiaan jatuh dari kedua sudut matanya. Luapan perasaan sedih, bahagia, haru, dan takut melebur menjadi satu. Bayangan ketakutan dalam dirinya luruh sudah.

"Ihh, Papah ... kenapa sih tega banget ngerjain mamah."

"Prank!" Keysha memecahkan salah satu balon.

Zia pun memukul pelan bahu putri sulungnya.

"Kamu juga nih, pasti sengaja buat mamah takut. Papah ya, yang nyuruh kamu ikut-ikutan ngerjain mamah?"
Keysha hanya mengangguk dan tersenyum sambil memeluk ibunya.
Andri menggendong Kirana sambil melirik ke arah istrinya.

"Berhasil 'kan? Nana kaget juga ya?" tanya Andri yang tersenyum jahil.

Drama hari ini berakhir bahagia. Rupanya sejak pagi, Andri merencanakan ini semua. Dia hanya menceritakan kepada Keysha tentang kejutan ulang tahun pernikahan ini.

"Ini buat Mamah." Andri memberikan buket bunga mawar putih kepada istrinya.

Zia kembali berurai air mata. Sungguh beruntung dia memiliki suami yang sikapnya penuh kejutan. Entah bagaimana Zia bisa melupakan hari bersejarah ini. Hari di mana mereka disatukan dalam ikatan pernikahan yang suci.

Romantis. Itulah yang dirasakan Zia. Andri memang selalu bisa mengambil hati istrinya.

"Sekarang Mamah siap-siap dulu, ya. Malam ini kita makan di luar."

Tidak lama terdengar suara azan magrib, setelah selesai salat berjamaah, mereka pun berangkat menuju restoran yang ada di pusat kota.

Kerlap kerlip lampu jalanan ibu kota menghiasi malam itu. Seolah ikut mendukung suasana bahagia yang menyelimuti keluarga Zia.

"Sayang, mau pesan apa?"

"Mamah sih terserah aja. Papah pasti udah hapal makanan kesukaan mama 'kan?"

"Pastinya lah, tapi mungkin Mamah mau coba yang lain?" Andri kembali menawarkan menu di restoran itu.

"Nggak usah, Pah. Mamah ingin yang seperti biasanya aja."

"Oke, cantik," goda Andri sambil mengedipkan matanya.

Andri, Zia, dan kedua putrinya sangat menikmati makanan yang dihidangkan dari restoran itu. Rasa dan kualitas makanan dari tempat ini tidak pernah berubah, walaupun sudah belasan tahun berdiri.

Keluarga kecil itu terlihat sangat bahagia. Terdengar sesekali suara tawa mereka. Momen hari bahagia inipun diabadikan dalam sebuah foto yang diambil dari ponsel milik Zia. Senyuman terus menghiasi wajah mereka.

🍀🍀🍀

"Zi, besok lu ikut lomba 'kan?" tanya Dea, sahabat Zia.

"Nggak tau De, masih bingung gua. Lihat sikon deh." Zia terlihat bingung harus menjawab apa, pasalnya waktu perlombaan bersamaan dengan dengan acara pernikahan keluarga di Bandung. Berat rasanya jika Zia tidak ikut ke Bandung. Apalagi sudah hampir setahun, Zia dan keluarga tidak pulang silaturrahmi ke sana.
SMPN Bina Bakti sebagai salah satu undangan peserta lomba dalam acara tahunan di SMK Karya Bangsa.

Mereka selalu mengadakan acara Pentas Seni (Pensi). Namun sebelum acara puncaknya, ada beberapa perlombaan yang ikut meramaikan kegiatan itu, seperti lomba menyanyi solo, musikalisasi puisi, drama, pidato, dan lainnya. Zia ditunjuk sebagai perwakilan dari lomba menyanyi solo. Guru kesenian di sekolah Zia tahu bahwa Zia memiliki suara yang indah. Untuk itulah, dirinya ditunjuk untuk mewakili sekolah.

Zia mengatakan bahwa dia tidak bisa mengikuti lomba ini. Karena harus menghadiri acara keluarga di Bandung. Walaupun Zia sudah berusaha mengatakan itu, tetapi gurunya masih mengharapkan Zia untuk tampil di acara Pensi.

"Baik, Pak. Zia coba tanya orang tua dulu ya, Pak." Zia dengan berat hati memberikan penjelasan kepada gurunya.

"Bapak tunggu kabar baiknya ya, Zi."

Sepulang sekolah Zia pun segera menemui ibunya. Dia mengatakan bahwa dirinya ditunjuk sebagai perwakilan lomba menyanyi solo dari sekolah. Ratih mendengarkan dengan serius.

"Kita tanyakan ayah aja ya, Zi. Kita mintai pendapat ayah." Ratih mencoba menenangkan putrinya.

Setelah membicarakan hal tersebut kepada ayahnya, Zia pun diizinkan untuk mengikuti lomba. Acara ke Bandung ditunda keesokkan harinya. Keputusan yang berat, tetapi Rusdi berpikir kesempatan ini tidak datang dua kali. Apalagi dia tahu Zia memiliki bakat menyanyi sejak kecil. Suaranya sangat indah dan merdu. Siapa pun yang mendengarnya akan terhipnotis.

Hari yang ditunggu tiba. Zia tampil percaya diri di atas panggung. Dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan Zia. Laki-laki berkacamata mengenakan seragam SMK Karya Bangsa menatapnya penuh kagum. Dalam hati kecilnya berbicara, siapakah gerangan gadis manis yang memiliki suara emas itu?

Rasa penasaran menghinggapi hati pemuda tampan itu. Ingin berkenalan dengan sosok gadis yang ada di sana. Namun, dirinya belum berani, maka diurungkanlah keinginan hatinya. Belum saatnya.

Semoga dia nanti bisa menang. Lirih suara hati pemuda itu mendoakan gadis yang belum diketahui namanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang