Bagian 1: Luka dan Pertemuan

27 6 5
                                    


Suasana di rumah makan itu cukup ramai, hanya tersisa beberapa meja dan kursi kosong yang mungkin sebentar lagi akan ditempati orang-orang yang kelaparan. Di sudut tempat yang mungkin luasnya tidak lebih dari tujuh meter itu, sepasang manusia yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja duduk berhadapan dengan segelas es teh di masing-masing tangannya. Sang perempuan dari sorot matanya terlihat kecewa sedangkan sang laki-laki seperti tidak mampu untuk mengangkat kepalanya dan menatap lawan bicaranya.

"Aku nggak nyangka." Suara perempuan itu terdengar parau. Sepertinya menahan air mata agar tidak terlihat lemah oleh laki-laki di depannya. Perempuan itu memalingkan pandangannya ke arah jendela yang ada di sampingnya, "Laki-laki yang aku kenal dari kecil, laki-laki yang dulu selalu nenangin aku kalo jatuh pas main sepeda, laki-laki yang selalu beliin es krim kesukaanku tanpa sepengetahuan mama, dan laki-laki yang berhasil jadi cinta pertamaku ini.." Ternyata sulit untuk tidak terlihat lemah. Kalimat di bibirnya terhenti karena perempuan itu menangis, menangis dengan kedua tangannya menggenggam erat gelas es teh yang belum dia minum sedikit pun.

"Ternyata juga jadi patah hati terbesarku." Perempuan itu tersenyum pahit dan menunduk, memahami apakah hal seperti ini patut dia dapatkan atau tidak. Perempuan itu kembali mendongak, menatap laki-laki di hadapannya yang sorot matanya terlihat menyimpan beribu-ribu penyesalan yang tidak berarti, "Selamat ya mas, kamu udah jadi cinta pertama sekaligus patah hati pertamaku. Kamu benar-benar jadi yang pertama di hidupku, seperti yang kamu bilang waktu ngajak aku pacaran dua tahun lalu."

"izinkan aku jadi yang pertama Saraya. Jadi laki-laki pertama yang berhasil masuk ke hatimu. Jadi cinta pertamamu."

"Jadi patah hati pertamaku juga nggak nanti?"

"Kamu kok ngomong gitu?! Ada-ada aja deh. Nggak akan Saraya, aku nggak akan jadi patah hati pertama kamu. Aku akan selalu jadi cinta pertama kamu sampai kapan pun."

Perempuan bernama Saraya itu kembali tersenyum pahit. Masih terekam jelas percakapan antara dirinya dan laki-laki di hadapannya dua tahun lalu. Masih terlihat jelas pula binar mata sang laki-laki saat mengucapkan janji tak langsung itu. Kalimat yang ternyata hanyalah omong kosong bercampur rayuan semata dari mulut laki-laki yang sedang dimabuk cinta.

Pendusta.

Laki-laki yang sedang jatuh cinta itu pendusta.

Terdengar helaan napas dari mulut si laki-laki. Bibirnya terbuka bersiap untuk mengeluarkan suara yang sedari tadi hanya di dominasi oleh Saraya, "Maaf.. maafkan mas sudah mengecewakan kamu Saraya. Mas benar-benar menyesal dengan apa yang sudah terjadi ini Saraya. Mas minta maaf Saraya. beribu maaf mas ucapkan untuk kamu Saraya. Mas sayang sama kamu, mas cinta sama kamu. Maafin mas." Saraya berdecih, tidak menyangka laki-laki yang sudah menyakiti hatinya itu masih bisa mengatakan kalau dia sayang dan cinta padanya, "Setelah apa yang terjadi ini mas masih yakin kalau mas sayang dan cinta sama aku? Sayang dan cinta mas itu udah nggak berlaku lagi semenjak aku tau kenyataan pahit ini. Jangan jadi penipu sampai akhir mas, jujur aja. Toh cerita kita udah selesai. Besok jalan kita udah beda." Saraya meminum es teh nya, hambar, mungkin karena es batu nya sudah meleleh semua. Atau mungkin karena Saraya sudah tidak mengerti lagi bagaimana cara merasa.

"Saraya, mas--" Dering telepon dari handphone yang ada di hadapan laki-laki itu berhasil menghentikan kalimatnya. Saraya memalingkan wajahnya tatkala melihat nama si penelpon. Sedangkan sang laki-laki terlihat dilema dengan apa yang harus dia lakukan, hingga akhirnya Saraya mengatakan kalimat yang berhasil menghujaninya dengan rasa penyesalan berkali lipat.

"Angkat aja mas. Kita udah terlalu lama ngobrolnya. Kasian calon istri kamu pasti lagi nungguin kamu. Aku udah maafin semua yang udah berlalu mas, jadi mas jangan terus-terusan merasa bersalah. Aku pamit ya mas, aku berdoa semoga nanti anakmu lahir dengan selamat. Semoga dia jadi anak yang membanggakan buat kamu dan ibunya nanti. Bahagia selalu ya mas dengan keluarga kecilmu nanti."

Cinta dan SarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang