21 Agustus 2017
"Sekarang aku tanya ya, Ra, sama kamu..."
"Perasaan kamu ke kak Dimas, gimana?"
Saraya yang awalnya sibuk mengetuk-ngetuk ujung pulpennya di atas meja kini memutar kursi yang dia duduki dan menatap sahabatnya, Auri, yang saat itu tengah berbaring di atas kasur Saraya.
"Perasaan apa sih, Au..." Saraya menggantungkan ucapannya dan memasang ekspresi lelah mendengar pertanyaan Auri yang sudah dia ajukan berulang kali, "Mas Dimas itu udah aku anggap kayak bang Sandya. Udah kayak saudara kandung."
"Jadi nggak ada perasaan-perasaan kayak gitu."
Jawaban Saraya membuat Auri bangun, kemudian duduk bersila sambil menatap Saraya yang kini berputar-putar di atas kursinya.
"Mulut kamu boleh ngomong kayak gitu. Tapi hati kamu, belum tentu sejalan dengan apa yang kamu ucapkan, Ra." Masih dengan posisi yang sama Auri melanjutkan ucapannya. "Gini ya, Ra. Kamu bilang kamu nggak punya perasaan apa-apa ke kak Dimas, tapi pas Kayla bilang dia suka sama kak Dimas dan bakal sering-sering main ke rumah kamu buat ketemu kak Dimas, kamu malah kesal. Kamu nyari-nyari cara supaya Kayla nggak kesini dan nggak sering ketemu kak Dimas."
"Menurut aku, itu udah termasuk ke dalam bagian cemburu sih, Ra."
Mendengar penuturan Auri membuat Saraya membelalakkan matanya. Kursi yang semula berputar kini dia paksa untuk berhenti agar dapat menatap wajah lawan bicaranya.
"Matamu cemburu! Semua orang juga nggak bakal suka, Au, kalau saudaranya di deketin sama cewek genit kayak Kayla."
"Aku bukan cemburu, tapi aku nggak mau kalau sampai mas Dimas sama cewek kayak gitu." Tutur Saraya sambil melipat kedua tangannya di dada.
Auri kemudian menghembuskan napasnya. Dirinya lelah menghadapi Saraya yang tidak menyadari perasaannya sendiri. Padahal di mata Auri, sangat jelas sekali bahwa Saraya memang memiliki perasaan yang lebih dari sekadar perasaan seorang adik ke kakaknya. Begitu pula dengan Dimas, Auri sangat yakin bahwa Dimas sudah lama memendam perasaannya terhadap Saraya.
Tok tok tok....
Suara ketukan dari luar kamar membuat Saraya dan juga Auri menoleh ke arah pintu, kemudian saling tatap seolah saling menyampaikan rasa penasaran mereka terhadap seseorang yang barusan mengetuk.
"Iya, buka aja. Nggak dikunci kok." Saraya berbicara dengan sedikit mengeraskan suaranya.
Pintu perlahan terbuka, kemudian menampilkan sosok yang sedari tadi di bicarakan. Dimas, dengan kaos hitam polos dan celana jeans nya kini berdiri tegak di depan kamar Saraya dengan salah satu tangannya masih memegang knop pintu.
"Loh, Auri belum pulang?" Tanya Dimas saat menyadari keberadaan Auri di kamar Saraya. "Hehehe... belum, Kak."
"Hayoloh, ghibahin siapa kalian?" Dimas dengan mata memicing dan ekspresi wajah jahil menatap Saraya dan Auri yang kini saling melirik dan menahan tawa.
"Kepo banget sih, Mas, itu rahasia kita lah. Iya kan, Au?"
"Hahahaha iya rahasia nih, Kak. Nggak boleh kepo."
Dimas terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, kemudian kembali menatap Saraya yang tengah fokus pada ponselnya.
"Saraya?"
Saraya mendongak saat mendengar namanya dipanggil. "Kenapa, Mas?"
"Tugas kelompoknya udah selesai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Saraya
Teen FictionApakah cinta hanya tentang kebahagiaan? Atau Hanya tentang kesakitan? Atau malah keduanya? Pertanyaan tentang cinta tidak akan pernah ada jawaban paling benarnya. Pun tidak akan ada jawaban salahnya. Karena setiap orang memaknai cinta dengan cara y...