Bagian 4: Kisah Sebelum Akhir (1)

10 4 2
                                    

'Kisah Sebelum Akhir' adalah bagian yang akan menceritakan bagaimana hubungan Saraya dan Dimas terbentuk di masa lalu, bagian ini akan terbagi menjadi tiga bagian dan selamat datang di bagian pertamanya.

Selamat membaca!


7 Mei 2008

"Abang, Aya mau ikut main." Anak kecil dengan dress abu-abu bercorak bunga itu menggenggam erat tangan sang abang yang sudah berdiri di ambang pintu, siap untuk bermain bola bersama teman-temannya. Sandya delapan tahun kala itu dibuat tidak bisa bergerak oleh Saraya yang terus memaksa ingin ikut bermain dengannya. Sandya kemudian berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan adik kecilnya. "Adek denger Abang ya? Abang mau main sama temen-temen Abang. kalo Adek ikut, nanti nggak ada yang jagain Adek. Adek di rumah aja ya? Main boneka sama mama, oke?" Saraya kecil menggeleng. Mata bulatnya yang berkaca-kaca membuat Sandya semakin dilanda kebingungan.

Hingga suara pagar yang dibuka mengalihkan atensi dua saudara itu, dari balik pagar muncul seorang anak laki-laki seumuran Sandya sedang menggenggam bola di tangan kirinya, "San, ayo, udah ditungguin sama yang lain di lapangan." Dia berdiri tepat di depan Sandya yang masih berjongkok dan Saraya yang masih menggenggam tangan Sandya. tatapan yang awalnya tertuju pada Sandya kini beralih pada Saraya yang menatapnya takut-takut, laki-laki itu tersenyum lantas ikut berjongkok seperti yang Sandya lakukan.

"Adekku minta ikut nih Dim, gimana ya?" Laki-laki bernama Adimas Nugraha yang kerap dipanggil Dimas itu terkekeh, kemudian kembali menatap Saraya yang kini bersembunyi di belakang tubuh Sandya.

"Siapa nih namanya yang mau ikut main?" Tanya Dimas sambil mencolek lengan kecil Saraya, "Aya..." Saraya menjawab dengan pelan, tubuh kecilnya masih dia sembunyikan di belakang Sandya. Sesekali dia menyembulkan kepalanya dari balik lengan sang abang untuk menatap Dimas yang masih setia dengan senyumannya. "Coba sekarang Mas tanya, kenapa Saraya mau ikut?" tanya Dimas lagi.

"Aya mau main sama abang." Jawab Saraya dengan suaranya yang terdengar menggemaskan. "Tapi abang mau main bola, emangnya adek bisa main bola?" Sandya meraih pipi gembul Saraya, lantas mencubitnya gemas membuat Dimas kembali terkekeh.

Saraya menggeleng dengan wajahnya yang sedih, "Aya nggak bisa main bola." Namun sedetik kemudian dia tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi. "Tapi Aya tetep mau ikut! Aya mau liat abang main bola."

Sandya menghela napas, permintaan Saraya terlalu sulit untuk dia tolak. Namun dia juga terlalu takut untuk membawa Saraya sebab tidak yakin bisa menjaganya dengan baik.

"Oke Saraya boleh ikut." Ucapan Dimas membuat Saraya menatapnya dengan mata yang berbinar dan penuh harap. "Tapi Saraya harus janji dulu," lanjut Dimas. Saraya kecil pun kini mengangguk dengan semangat membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan merasa gemas seperti yang Sandya dan Dimas rasakan saat ini.

"Saraya harus janji bakal nurut apa kata Abang, Saraya nggak boleh jauh-jauh dari Abang, nggak boleh lari-lari juga takut jatuh, terus-"

"Aya janjiiii." Saraya berseru riang sambil menyodorkan jari telunjuknya, hal tersebut membuat Sandya dan Dimas tergelak akan tingkah lucu gadis kecil itu.

"Kok telunjuk sih dek." Sandya yang masih tertawa menangkup pipi gembul Saraya. "Yaudah Abang izin dulu sama mama, Adek tunggu bentar di sini sama temen Abang ya?" pamit Sandya yang dibalas anggukan riang oleh Saraya.

Selepas kepergian Sandya, Saraya berkali-kali melirik ke arah Dimas yang tengah memainkan bola yang ada di tangannya. Sedangkan Dimas bersusah payah menahan tawanya melihat kelucuan Saraya.

Cinta dan SarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang