27. Janji yang Diingkari

191 19 0
                                    

HAPPY READING

•••••

Axel sudah terkapar, di atas lantai. Kali ini, Matteo menatap Angkasa yang sudah menatapnya tidak suka.

"Lo, anak pelakor yang nggak tau malu." Matteo mengejek, menatap Angkasa dengan tajam, "Bajingan dari semua ini. Gue bener-bener nggak akan ngampunin lo kali ini." Matteo menyerang Angkasa. Mereka saling memukul satu sama lain, membuat semua anak-anak dari dua pihak ikut saling menyerang satu sama lain.

"Ck, lo ngatain gue anak pelakor? Seharusnya, lo juga mikir. Bokap lo selingkuh karena apa," kata Angkasa menatap Matteo dengan marah. "Karena nyokap lo itu, nggak becus ngelayanin bokap lo. Makannya bokap lo nyari kesenangan dari perempuan lain."

"Brengsek lo!" Matteo menendang perut Angkasa dengan keras, hingga tubuh laki-laki itu terhuyung ke belakang.

"Anjing," umpat Angkasa berusaha berdiri dari tempatnya, tapi dengan cepat Matteo menendang Angkasa lagi.

"Nggak usah merasa bangga jadi anak pelakor, tolol!" Entah sudah sebanyak apa Matteo mengumpat, mengeluarkan semua kata-kata kebun binatangnya. Sepertinya memang Matteo sudah kehabisan akal. Laki-laki itu terlihat sangat marah, tidak ada yang bisa menghentikan kegilaannya. "Harusnya punya malu, lo."

Bahkan Matteo tidak memperdulikan luka di kening dan sudut bibirnya. Dengan napas tersenggal, Matteo menatap Angkasa, lalu beralih menatap Axel yang sudah terduduk lemas si atas lantai, dengan penuh kebencian.

"Gue harap, ini terakhir kalinya lo semua cari masalah sama anak-anak SMA Satu. Kalo terulang lagi, gue bener-bener nggak akan ngampunin kalian, terutama lo, Angkasa." Ancam Matteo menatap mereka semua dengan sorot matanya yang tajam. "Karena lo itu biang dari semuanya, sama kayak abang lo yang brengsek itu. Cabut, gais," lanjutnya lagi memberi kode untuk pergi.

Mereka semua berpisah, beberapa anak-anak SMA Satu, ada yang langsung pulang ke rumah, ada juga yang akan langsung pergi nongkrong. Matteo dan Javar memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Selama perjalanan, Matteo hanya diam. Begitu selesai meluapkan semua kemarahannya, tiba-tiba saja ia merasakan kehampaan di dadanya. Seperti ada sesuatu hal janggal yang ia rasakan.

Janji. Ya, sebuah janjinya pada Ayana yang ia ingkari. Rasa bersalah melingkupi Matteo. Ia benar-benar merasa telah merusak kepercayaan Ayana. Padahal, pacarnya itu selalu memberikan kesempatan Matteo dan berakhir dengan dirinya yang mengingkari hal itu.

"Titip salam buat Jalar sama Malvin, gue mau langsung pulang dulu," kata Matteo pada Javar saat mereka sudah sampai di rumah sakit.

"Lah buru-buru banget, nggak masuk dulu?" tanya Javar menaikkan sebelah alisnya.

"Gue mau nganter Mama ke Bogor soalnya. Udah nunggu dari tadi," balas Matteo membuat Javar mengangguk mengerti. Laki-laki itu menepuk-nepuk bahu Matteo.

"Hati-hati, bro!" katanya.

Sesampainya di rumah, ternyata sang Mama-Mita, sudah menunggu di depan rumah. Wanita itu menatap Matteo dengan pandangan lega sekaligus sedikit kesal. "Ke mana aja, kamu? Ditungguin dari tadi juga," omelnya.

"Loh, kenapa ini? Abis berantem, ya?" tanyanya berjalan mendekat ke arah Matteo, untuk memastikan luka-luka yang ada di wajah putranya itu.

"Matteo ambil kunci mobil dulu. Terus kita langsung berangkat," kata Matteo tanpa menjawab pertanyaan sang Mama.

"Heh, jawab dulu, itu wajahnya kenapa?!" teriak Mita karena Matteo yang mengabaikan pertanyaannya, dan memilih untuk langsung masuk begitu saja.

Selama perjalanan, sang Mama tidak henti-hentinya bertanya, sebenarnya apa yang terjadi, tapi Matteo mengabaikannya dan memilih untuk fokus mengemudi. "Kamu ini ya, bener-bener. Ditanyain Mamanya baik-baik, malah diem aja, kayak nggak punya mulut." Mita pun juga sejak tadi tidak berhenti mengomel, karena tidak kunjung mendapat jawaban.

"Terserahlah, Mama kayak nggak dianggep sama anaknya sendiri. Anggep aja Mama udah mati, besok-besok idup sendiri aja sana di Jakarta. Mama mau di Bogor aja sama Oma." Mita bersedekap dada, merasa benar-benar kesal dengan putranya itu. "Sana, apa ikut Papamu itu. Kan dia pengen banget tuh, kamu tinggal sama dia, daripada sama Mama."

Matteo masih diam bergeming, mendengarkan perkataan-perkataan sang Mama. "Ayana bisa-bisanya betah punya cowok keras kepala kaya kamu." Mendengar nama Ayana disebut membuat Matteo menghentikan laju mobilnya, Mita menatap putranya, menaikkan sebelah alisnya bertanya.

"Ngapain berhenti," kata sang Mama dengan nada kesal.

Menyadari itu, Matteo menghembuskan napasnya pasrah, dan kembali melajukan mobilnya dengan perlahan. Entah kenapa, bayang-bayang wajah Ayana terlihat jelas di ingatannya. Matteo tidak bisa membayangkan, bagaimana ekspresi Ayana nantinya jika sudah mengetahui semua ini. Karena tidak mungkin, berita tawuran tentang anak-anak SMA Satu tidak menyebar di sekolahan nanti.

•••••

Sudah berulang kali, Ayana mencoba untuk menghubungi Matteo. Tapi, laki-laki itu tidak kunjung membalas pesan atau mengangkat teleponnya. Ayana menghembuskan napasnya, menatap layar ponsel dengan pasrah karena tidak ada satu pun notifikasi yang masuk.

Ke mana laki-laki itu, karena dua hari ini, Matteo benar-benar menghilang tanpa kabar seperti sebelumnya. Batin Ayana bertanya. Sialnya, ini masih hari minggu. Lagipula, Ayana tidak tau, apakah Matteo masih ada di Bogor atau sudah pulang ke Jakarta. Dan sekarang, Ayana semakin paham, Matteo akan menghilang tanpa kabar, jika laki-laki itu sedang melakukan kesalahan. Tersadar dengan pikirannya, Ayana terdiam. Lalu, apakah saat ini Matteo sedang melakukan kesalahan, lagi? Batinnya bertanya.

Tidak mau memikirkan hal yang buruk, Ayana segera menghubungi salah satu sahabat Matteo, Javar.

"Halo, Var."

"Eh Ayana, gimana, Na?"

"Gue mau tanya soal, Matteo. Dia nggak ada kabar, udah dua hari ini. Terakhir dia bilang mau nganter Tante Mita ke Bogor."

"Gue terakhir ketemu sih waktu dia ke rumah sakit, Na. Dia juga bilang mau nganter nyokapnya ke Bogor."

"Berarti lo nggak tau ya, dia di mana? Dia juga nggak chattan sama lo?"

"Iya, Na. Gue juga jarang sih chattan sama Matteo kalo nggak urgent banget. Kalo di grup kita pun, dia nongol cuma sesekali. Orangnya emang gitu, Na. Sok misterius."

Javar terkekeh membuat Ayana ikut terkekeh juga.

"Emangnya lo sama dia nggak chattan, Na?"

"Enggak, Var. Ngilang lagi dia," balas Ayana. "Oh iya, Malvin gimana kabarnya? Baik-baik aja?"

"Malvin baik, Na. Kemaren sabtu udah dibolehin pulang."

"Itu si Malvin sakit apa?"

"Sakit biasa, Na."

"Oh gitu. Yaudah, makasih ya, Var."

"Sama-sama, Na."

Javar pun juga tidak tau bagaimana kabar Matteo. Dan Ayana takut jika terjadi sesuatu dengan pacarnya itu. Hingga satu notif masuk, membuat Ayana terdiam melihat siapa pengirimnya. Matteo, laki-laki itu mengirimkan sebuah pesan singkat untuk Ayana.

Matteo🐣

Ay, Maaf

Ayana hanya melihat dari notifikasi, dan tidak berniat untuk sekedar membuka. Tiba-tiba saja, perasaan tidak enak, melingkupi dadanya.


















Semarang, 29 Juli 2021

MATTEO ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang