9. Kok Kayak Demen?

32 11 16
                                    

[ btw, di beberapa ch sebelumnya ada kesalahan, teman-teman. Sanjaya itu panggilannya Jaya, di sana saya nulisnya Jay aja. jadi di sini sudah diperbaiki, yaa. happy reading ! ]

sorry for typo(s)

( ⚈̥̥̥̥̥́⌢⚈̥̥̥̥̥̀)

Es batu mulai mencair, di saat yang punya masih melamun ditemani alunan lagu dari ponselnya. Riuh terdengar di setiap sudut kelas, tapi rasanya tetap sepi. Bahkan panggilan temannya yang menyuruhnya untuk menambah volume lagi sepertinya tak didengarkannya.

Jam istirahat kedua selalu membosankan menurut Jihan. Ia seringkali bolak-balik keluar kelas hanya untuk mendapat udara segar. Tapi hari ini dia memutuskan untuk cuma duduk di kursinya. Keadaan di dalam sumpek banget, bau keringat, bau matahari, bau parfum si anak hits juga masuk ke indera penciuman.

Bel masuk kelas lalu berbunyi, menandakan bahwa breaktime sudah selesai. Jihan menegakkan badannya, menyimpan esnya di kolong meja dan membiarkannya meleleh membasahi lantai. Ponselnya ia masukkan ke kantong rok dengan gerakan lambat.

Teman sebangkunya mendorong bahunya pelan.
“Lo kenapa, sih? Puasa?”

Cewek itu hanya menggelengkan kepalanya lemah. Siwi gerakin tangannya buat pegang dahi Jihan.

“Anget, pulang ya, Han?” tawarnya. Terdengar nada kekhawatiran di sana.

“Nggak, ah. Bentar lagi juga pulang,” jawabnya lesu. “Padahal tadi gue ngerasa lemes aja, kok demam, ya?”

“Terus ini apa? LO NGOMPOL???” Siwi panik sambil melongo ke bawah meja.

Jihan melirik malas. “Itu es, bego.” Siwi terkekeh canggung. “O, oh.. kirain.”

Sudah 15 menit menunggu, guru yang harusnya mengajar dan juga yang menjabat sebagai wali kelas mereka nggak kunjung datang. Alih-alih guru, malah wakil ketua kelas mereka yang masuk.

“Yeorobunnn! Listen up.”

“Up ada kipoper up!” Itu Jaya.

“Gak bisa bahasa enggres!” sahut Kailo dari barisan tengah.

“Lo kalo gak bisa bahasa Inggris ya belajar, gak bisa kok bangga.”

“WUUU STAN DENNISE FOR BETTER LIFE!” teriak kubu pendukung. Eh? Kok jadi kayak lagi debat. Oke, skip skip.

“Denger gue dulu ya monyet-monyet lapar, jadi..”

“LO JANGAN NAMBAH EMOSI GUE DONG, YA!”

Miya yang dengar suara berisik dari setiap penjuru keras nutup matanya rapat-rapat. “DIEM DULU DIEM, GUE MAU NGOMONG!”

Dan seperti dugaan, kelas kembali senyap. Walau masih terdengar bisik-bisik di sisi kiri yang rasanya ngobrolnya belum puas. Penyelesaian dari topik yang mereka bahas ini belum terlihat. Maka dengan perlahan mereka kembali memfokuskan perhatian kepada waketu mereka di depan.

Miya berdeham. “Minggu depan, sesuai jadwal kita kebagian untuk jadi petugas upacara.” Pembukaan darinya aja udah membuat sebagian siswa keringat dingin. Mereka takut dipilih. Takut jadi bagian yang mereka nggak bisa. Intinya takut, deh.

Cewek bernama lengkap Miya Thalita itu kembali menyampaikan informasinya. Fakta bahwa setiap petugas sudah ditentukan oleh wali kelas mereka membuat siswa-siswa tadi kembali gemetar. Sampai-sampai, Nana menepuk pundak teman sebangkunya dengan kekuatan penuh.

“Santai aja kali, Nai, kamu kayak mau ketemu Tuhan aja,” katanya santai tanpa beban.

Harsa yang daritadi lagi sibuk mainin pulpen, noleh dengan cepat ke gadis tadi. “NANA! Lo sembarangan, ya, bawa-bawa Tuhan.” Matanya melotot.

blue jeans | jisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang