4: Monster

480 85 34
                                    


Di episode kemarin ada yang nebak Jisung monster. Hehehe.

Mari kita simak episode kali ini, ya ^^

***

**

*


Gelas minum Jisung jatuh begitu saja dan dengan cepat berubah pecah berkeping-keping ketika menyentuh lantai. Detak jantung pria itu mengakselerasi, tangannya sampai terasa panas. Ia kaget ... karena kemunculan pria bongsor dengan aroma mawar di belakang tubuhnya dengan posisi sangat rapat.

"Bagaimana kasur barumu, Dokter Manis?"

Jisung memutar badan dan mendorong tubuh bongsor pria beraroma mawar itu. "Jangan macam-macam!" bentak Jisung dengan wajah yang jelas menunjukkan ketidaksukaan. Tangan Jisung bergerak untuk mengusap pelan bulu kuduk di tengkuknya yang merinding; efek dari sosok bongsor yang berdiri begitu rapat dengan tubuh bagian belakangnya—itu area sensitif Jisung.

Sosok bongsor itu hanya terkekeh dengan nada mencemooh. Dia melangkah untuk duduk di kursi yang biasa Jisung pakai.

"Baiklah, Adik Kecil, aku tidak akan mengganggumu lagi." Peniel menggerakkan tangan untuk mengetuk meja pelan-pelan sambil memperhatikan sekeliling klinik.

Lagi, Jisung muak. "Berhenti memanggilku dengan sebutan itu! Aku bukan adikmu dan aku bukan anak kecil!" desis Jisung dengan sorot mata sengit. Tangannya mengepal kuat karena geram.

Sosok itu hanya tertawa dibuat-buat. Dengan jelas ia mengejek Jisung barusan. Ia mengubah posisi untuk berdiri. Dengan wajah angkuh dia melangkah mendekati Jisung; kedua telapak tangannya dimasukkan ke saku celana.

Jisung otomatis mengambil langkah mundur, tak mau didekati sosok itu.

Sayangnya sosok itu bukanlah orang yang peduli dengan ketidaknyamanan Jisung. Masih dengan wajah angkuh dan tubuh tegap ia melangkah, membuat Jisung terpojok di dinding klinik.

Jisung menelan ludah dan menahan napas. Ia tak mau menampakkan rasa takut yang sedang ia rasakan. Walau takut, ia mendongak untuk menantang sosok bongsor yang menghimpit tubuhnya.

"Ingat, waktu terus berjalan. Jangan membuang-buang waktu, Adik Kecil."

Tangan Jisung mengepal dan rahangnya mengeras. Sosok bongsor itu dengan jelas menantang Jisung. Ia bahkan dengan sengaja memanggil Jisung dengan sebutan yang Jisung tak suka.

"Aku tahu," desis Jisung. "Lihat saja, sebentar lagi Minho akan berhasil aku taklukkan."

Sosok itu terkekeh geli. Ia bahkan sampai melangkah mundur untuk dengan puas menertawakan Jisung.

"Kau meremehkanku?" tanya Jisung dengan jelas menyatakan kalau ia tak suka dengan tingkah sosok di hadapannya, Peniel.

Peniel tak menjawab. Ia hanya melangkah keluar klinik sambil terus tertawa. Dengan jelas ia mencemooh Jisung lagi dan lagi. Kepalanya bahkan terus menggeleng pelan seolah memperjelas kalau dirinya tengah menganggap apa yang Jisung katakan adalah bualan anak kecil.

Begitu sosok Peniel hilang dari pintu klinik, Jisung mengerang kesal. Tangan kirinya ia hantamkan ke atas meja hingga menimbulkan suara debuman. Ia benci diremehkan seperti ini.

Sisa-sisa tawa Peniel yang menggema di kepala membuat Jisung semakin membulatkan tekad. Ia harus segera menjerat Minho.

Jika Jisung sudah berkemauan kuat, tak ada satu pun yang bisa menghalangi. Ia berniat menjerat Minho sesegera mungkin, bahkan bila perlu tak usah menunggu seratus hari.

[✓] MINSUNG ― Touch Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang