Seorang gadis masih terpaku di tempatnya. Tiga belas menit yang lalu, tepatnya jam satu siang. Tak pernah terpikirkan oleh Arum, seseorang yang ia kagumi sejak tiga tahun terakhir, menyatakan cinta kepadanya. Kaget? Tentu saja, ia pikir ia hanya bisa memendam perasaannya dan mengubur dalam perasaan itu. Namun, sekarang ia menjadi seorang putri untuk seseorang pangeran yang sangat ia cintai.
Dia Arum, masih tak menyangka apa yang terjadi 13 menit yang lalu. “Arum!” Seseorang menepuk bahu belakangnya.
Arum terkaget, ia mengedipkan matanya cepat. “Kok ngelamun?” tanya orang itu.
“Eh?” bingung Arum, ia masih saja terlarut dalam lamunannya.
“Ngelamun apa, Sayang, hm?” Afkar, laki-laki yang ia kagumi dan resmi menjadi kekasihnya bertanya.
“Eh, gak-gak,” jawab Arum cepat.
“Bentar lagi jam pelajaran, masuk kelas, gih,” suruh Afkar.
“Emang iya, ya?” Arum tidak sadar jika jam istirahatnya akan habis.
Afkar tertawa dengan tingkah Arum, lucu.
“Gih, masuk kelas nanti dihukum,” peringatan Afkar.
Sebelum Arum kembali, ia mengusap kepala Arum sayang. Arum langsung saja pergi dari taman belakang sekolah, meninggalkan Afkar sendirian.
Kalian tahu bagaimana Arum sekarang? Baper? Tentu saja, bahkan sekarang jantungnya berdetak kencang.
Tiba di depan kelas, bel tanda masuk pelajaran berbunyi. Ia duduk di kursinya dengan senyum yang tak luntur dari wajah indahnya. Bibir yang tak berhenti melengkung, mata yang sedikit menyipit, dan lesung pipi yang muncul memperindah wajahnya.
Sang sahabat yang melihat itu terheran. “Kenapa lo?” Vika, sahabat dari sejak SMP Arum bertanya bingung.
Dia Arum masih terdiam dengan senyumannya, bukannya enggan menjawab, tetapi ia tahu sebentar lagi guru akan datang dan memulai pelajaran.
“Selamat siang anak-anak!” Benar, sekarang guru fisika sudah memasuki kelasnya. Arum pun mencoba fokus untuk belajar, meskipun terkadang pikirannya tertuju kepada Afkar dan kejadian saat istirahat tadi.
***
Arum berjalan santai di koridor sekolah. Sekarang waktunya pulang sekolah. Sedari tadi, lengkungan dari bibirnya tak berhenti. Sang sahabat, Vika mengejar Arum. Ia masih belum mendapat kejelasan tentang pertaanyan siang tadi.
“Woy!” panggil Vika nyaring, ia menyenggol lengan sang sahabat. Arum menatap ke samping, ia menaikkan sebelah alisnya. “Ada apa?”
“Ye, lu mah gitu,” ujar Vika sebal.
“Ada apa, sih?” tanya Arum sekali lagi.
“Harusnya gue yang nanya, lu kenapa, deh pas masuk kelas tadi senyum-senyum sendiri kayak orang gila.” Arum menatap sinis sahabatnya, sahabatnya tengah dirundung bahagia malah dibilang gila seperti ini. “Enggak papa, gue lagi bahagia aja,” jawab Arum.
“Bahagia kenapa lo? Abis ditembak Afkar, ya?” tanya Vika heran. “Tapi itu nggak mungkin, sih,” lanjutnya.
“Iya.” Satu kata itu membuat Vika menatap sahabatnya tak percaya, setahu dia Afkar tidak mengetahui jika sahabatnya ini suka padanya, Arum selalu saja memilih menjadi pengagum rahasia daripada harus menyatakan perasaannya.
“Beneran lo?” Vika sulit percaya akan hal ini.
“Ada gue bohong?” Arum balik bertanya. Vika kaget? Jangan ditanya, ia seolah mimpi mengetahuinya.
“Kok bisa?” Hanya kata itu yang bisa Vika keluarkan, pasalnya ia masih kaget.
Arum mengedikkan bahunya tak acuh. “Mana gue tau, tadi siang pas istirahat kedua gue disuruh ke taman belakang sekolah dan disitu Afkar ngungkapin perasaannya.”
“Jadi lo sekar—”
Belum sempat Vika menyelesaikan ucapannya, suara seorang laki-laki menghentikannya. “Mau pulang bareng?”
Afkar, dia menawari sang kekasih pulang bersamanya.
“Boleh?” tanya Arum
“Boleh sayang.” Afkar mengusap kepala Arum dan Vika yang melihatnya pun ternganga kaget.
“Gue duluan, ya, Vik.” Arum meninggalkan Vika sendiri di koridor.
Vika menatap Arum dengan senyum, ia turut bahagia mendengarnya. “Semoga dia nggak ngasih lo luka, Rum.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ASWADABRANA: Rasa dan Luka
Teen FictionKetika rasa yang semakin besar. Ketika itu pula luka datang tanpa diminta. Sharumia jatuh terlalu dalam kedalam pesonanya. Melupakan suatu fakta jika, "Berani jatuh cinta, berani terluka." Ia terbuai, masuk ke dalam perangkap rasa yang membelengguny...