Stasiun Terakhir

61 1 0
                                    

Kereta ini melesat cepat. Jendelanya besar, cukup untukku melihat keluar memandang lau tenang yang tengah bersiap menelan sang surya berwarna jingga kemerahan. Satu dua perahu terlihat dikejauhan.

Kereta ini melesat cepat. Di dalamnya dingin. Tak terlalu ramai penumpang. Hanya satu, dua, tiga, empat, lima. Ya, lima orang saja dalam gerbong ini, enam denganku.

Kereta ini melesat cepat. Temaram sudah sejak tadi pergi, hanya gelap dengan satu , dua bintang bersinar ketir, tunduk pada langit malam yang gagah nan jumawa.

Kereta ini melesat cepat. Membuat isi kepalaku berhamburan keluar. Kujumpai rasa takut, cemas, kenangan, kebingungan, bahagia dan macam-macam isinya, lebih baaanyak dari isian tahu pedas yang kemarin aku makan. Kemudian rasa takut itu menggapai kakiku yang tanpa alas -Ya, aku tidak pernah betah berlama-lama menggunakan sepatu-, ia menempel di kaus kaki berwarna kelabu pemberian ibu.

Selamat malam penumpang KA Angan Mata Angin yang terhormat. Beberapa saat lagi KA Angan Mata Angin akan memasuki stasiun terakhir. Pastikan semua barang anda tidak tertinggal, termasuk isi kepala, isi hati, dan emosi yang berhamburan keluar, menempel di langit-langit, di jendela, di bawah kursi, di semua sisi harap dibersihkan.

Kita sudah sampai,

Di stasiun terakhir.

Nganjuk, di bulan Juni setelah 2 tahun Menunggumu - Jawa Timur

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Basuh PiluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang