Apakah kalian pernah mencintai teman sendiri? bagaimana rasanya, apakah berhasil sampai berganti status dari teman menjadi pasangan? aku pribadi pernah merasakan hal tersebut. Tapi, sayang akhir ceritaku sedikit berbeda. Apakah kalian penasaran? jadi begini ceritanya ....
Saat itu aku tengah membeli cemilan di warung depan rumah. Waktu ingin membayar belanjaan aku baru sadar ternyata lupa membawa dompet. Lantas aku yang sudah akrab dengan pemilik warung meminta izin untuk mengambil uang, toh rumahku hanya berjarak beberapa meter. Saat ingin menyebrang jalan, perhatian ku teralihkan karena keramaian di sebelah rumahku. Lantas aku yang memiliki rasa penasaran tinggi fokus untuk melihat apa yang terjadi di sana. Saat tengah asik mengamati, bertapa terkejutnya saat tiba-tiba aku terserempet oleh pengendara sepeda dan jatuh terduduk.
"Astaga, kalau pakai sepeda itu yang benar!" Teriakku nyaring kepada pengendara tersebut.
Pengendara tersebut hanya tersenyum memamerkan gigi putihnya dengan wajah tanpa dosa.
"Hehehe, enakkan pantatnya dicium aspal. Salah sendiri jalan matanya gak dipakai," ucap pengendara sepeda tersebut dengan badan masih setia bertengger di sepedanya tanpa niatan membantu.
"Heh bocah! awas kamu ya, aku laporin Mama. Aku bakal ngadu kalau kamu pakai sepedanya ugal-ugalan. Terus habis itu sepeda kamu bakal disita." Dengan perasaan jengkel aku segera berdiri dan pulang kerumah untuk melanjutkan niat awal sebelumnya untuk mengambil uang.
Ya, bocah tersebut adalah adik kandung ku. Saat aku masuk rumah untuk mengambil uang ada seseorang yang mengetuk pintu. Aku mendengus kesal dan membuka pintu dengan wajah masam. Waktu itulah aku melihat dia untuk pertama kalinya.
"Permisi, maaf ini ada bingkisan dari Mama. Kami baru pindah di rumah sebelah kamu," ujarnya dengan senyuman manis sembari menyodorkan sepiring kue bolu coklat.
Akupun langsung mengubah raut wajah menjadi semanis mungkin.
"Terimakasih, semoga betah tinggal di daerah sini," ucapku dengan tenang, tapi jujur saat itu aku sedang gugup setengah mati. Bagaimana tidak, dia yang aku belum tau namanya terus menampilkan senyum manis di wajah tampannya.
"Iya sama-sama, semoga juga pantat kamu cepat sembuh," balasnya dengan wajah menahan tawa.
Seketika wajahku kembali mendung mengingat kejadian memalukan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Aku berdehem untuk menghilangkan rasa jengkel.
Singkat cerita begitulah pertemuan awal aku dan dia. Hingga esoknya aku tau bahwa dia menjadi murid pindahan di kelasku. Ternyata namanya Lukas, sikapnya seperti remaja SMA pada umumnya. Sedikit jail, urakan dan suka membuat orang di sekitar tertawa dengan tingkah konyolnya.
Aku dan diapun berteman, jarak rumah yang berdekatan membuat kami sering berangkat dan pulang bersama. Bahkan kami sering menghabiskan waktu bersama di kala senggang. Entah sekedar mengobrol, jalan-jalan, menonton dvd lama ataupun jajan di taman. Lukas sering memberikan perhatian kecil yang sayangnya aku anggap besar. Aku setuju dengan perkataan bahwa tak ada hubungan pertemanan antara wanita dan pria yang tidak melibatkan perasaan. Ya, aku jatuh cinta dengan Lukas. Salahkah mencintai temanku sendiri?
***
Tak terasa aku dan Lukas telah berteman selama tiga tahun. Bayangkan selama itu aku memendam perasaan. Selama tiga tahun kami berbagi cerita, tawa dan air mata. Bahkan dia akan datang padaku saat terluka karena cinta. Yang aku lakukan hanya menenangkannya dan memberi motivasi untuk bangkit dari rasa sakit.Bagaimana aku kuat melakukannya? Karena aku sudah terbiasa.
Suatu hari saat kami tengah menikmati senja di depan teras rumahku dia pernah bertanya. Pertanyaan yang cukup mencubit hati.
"Aisa, kamu pernah jatuh cinta?" dia bertanya sembari memilin rosario kesayangan yang setia bertengger di lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Tinta Arinda
Contoberisi kumpulan cerpen berlatar kisah kehidupan sehari-hari.