Jerman (1) 〃Yeonbin

102 10 0
                                    

Tahun 1989

Putra mengayuh sepedanya cepat sampai-sampai napasnya memburu. Hari ini ia akan tes tulis untuk mengikuti studi ke Jerman, kota impiannya.

"Jangan telat, jangan telat.'' Putra sedari tadi menggumamkan kalimat itu sampai dirinya memasuki gerbang sekolah yang masih terbuka.

"Hah, aman!''

Keringatnya yang bercucuran dari rambut sampai leher ia seka dengan tisu yang selalu ia siapkan di saku celana abu-abu seragam sekolahnya.

Saat memasuki ruang di mana ia akan melaksanakan tes tulis studi Jerman ia di kejutkan dengan kehadiran manusia ambisius dari kelas 10 sampai 12.

Perasaan senang tadi pelan-pelan tergantikan oleh perasaan minder, tak pantas, merasa bodoh, dan lainnya. Duduk di antara puluhan manusia ambis yang akan bertarung dengan dirinya yang biasa saja membuat Putra gugup setengah mati. Pikiran dia ingin balik ke rumah dan pikiran bahwa nanti ia tidak akan lolos membuat Putra tanpa sadar meremat celana abu-abunya dengan kuat. Perilakunya itu juga di amati oleh orang di belakangnya.

Waktu terus berjalan, sampai tiba saatnya sesi tes tulis studi ke Jerman dimulai.

"Jangan gugup Putra, jangan gugup!''

Wejangan dari diri sendiri memang kadang ampuh untuk menenangkan diri. Putra Banyuwangi akhirnya menyelesaikan tes tulisnya dengan senyum merekah.

"Kerjakan, jangan dipikirkan, tinggalkan. Ayo Putra jangan berharap lebih, bisa lolos ayo bisa!''

Putra menepuk-nepuk pipinya pelan, menyadarkan dirinya untuk tak memusingkan studi ke Jerman itu. Persetanan dengan Jerman, pikirnya.

"Kamu bagaimana sih, 'Jangan berharap lebih' namun berharap lolos tes tulis.''

Kekehan suara anak laki-laki dari arah belakangnya membuat Putra terkejut setengah mati. Putra mendengus tak menanggapi. Tak kenal maka tak harus ia tanggapi.

Putra dan anak laki-laki itu menteng sepeda dari pekarang sekolah sampai halte dekat sekolah. Putra pikir dia diikuti namun dia berpikir lagi mungkin searah. Masa bodo.

"Mau sampai kapan menenteng sepeda?''

"Sampai mati,'' Ujar Putra tanpa sadar.

"Benar ya menenteng sepeda ini sampai mati.''

"Ya tidak lah, pikiranmu di mana?''

Putra memberhentikan langkahnya menatap anak laki-laki di sampinya yang melakukan hal yang sama.

"Kau mengikuti ku atau memang searah?''

"Memang kenapa?''

Lelah Putra menanggapi sebenarnya namun akhirnya ia tersenyum manis, manis sekali sampai anak laki-laki di hadapannya sekarang tak bisa berekspresi apapun.

"Saya mau pulang, lelah sehabis berpikir.''

"Baiklah ayo pulang, saya antar.''

"Untuk?''

"Berteman mungkin?''

Anak dari bapak Banyuwangi itu terkekeh laki-laki ini aneh. Ingin berteman namun ragu. Aneh apa lucu ya?

"Putra Banyuwangi nama lengkap saya, kelas 11 Sosial 3. Namamu?''

"Arkana Ramadhan, kelas 12 Sosial 1.''

Putra membelalak. Kakak kelas ternyata.

"Baiklah saya pulang dulu. Hati-hati.''

Arkana berbalik dan menaiki sepedanya.

"Katanya ingin mengantar saya pulang?''

"Tidak jadi, saya sudah tahu nama lengkapmu. Kalau begitu sampai jumpa, saya harap kita bisa satu kamar nanti di asrama Jerman.''

Putra memiringkan kepalanya tak mengerti.

"Apa-apaan laki-laki itu.''








Putra Banyuwangi

Putra Banyuwangi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arkana Ramadhan

Arkana Ramadhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semesta 〃Yeonbin 〃✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang