MILAGRO || 25

8.6K 2.7K 1.3K
                                    

25. Larangan dan Sebuah Ingatan

•••

Suara dentingan jam dinding menyelusup diantara kesunyian yang tercipta di sebuah kamar bernuansa luar angkasa cukup besar untuk seukuran anak tujuh tahun. Yang sekarang si empu kamar sudah terlentang di lantai dingin dengan kedua mata menerawang jauh pada langit kamar yang menggantung beberapa planet bak di tata surya. Mengabaikan botol susu yang isinya tinggal seperempat dekat tangan kanannya.

"Sayang, kok kamu tiduran di lantai?" Beberapa menit mengamati putranya terbaring tanpa pergerakan, akhirnya Nindy menerobos ke dalam. "Dingin, nanti kamu masuk angin, loh."

"Adem, kok. Enak."

"Nggak, nggak. Bangun, Mommy takut kamu masuk angin terus sakit."

Arion pasrah saat Nindy mengambil kedua tangan kecilnya, menarik sampai tubuhnya terduduk. Kemudian dia meraih botol susu dan mulai mengendotnya dengan kedua kaki bersila.

"Kenapa jadi sering tidur di lantai?" Nindy ikut duduk, bersandar pada kasur bertema roket di belakangnya. Dengan jari-jari tangan menelusup pada rambut Arion untuk merapikannya.

"Sekarang tiap malam, Daddy harus ngangkut kamu dulu ke kasur. Mommy kasih karpet bulu di bawah biar anget, eh malah kamu singkirin."

Arion memberikan cengiran. Kebiasaannya dari dulu terbawa sampai sekarang. Lebih memilih tidur terlentang di lantai dingin ketimbang di atas kasur yang hangat dan nyaman.

"Lebih enak di bawah. Pokoknya adem," jawab Arion tetap sama. Sebelum Nindy mengoceh kembali, dia menyela lebih dulu sambil berdiri dengan mata berbinar. "Aku mau main ke rumah Nanas."

Mana mungkin Nindy bisa menolak permintaan anak kesayangannya.

•••

Niat berteriak untuk memanggil Nasha harus urung kala kedua matanya melihat seonggok mahluk di atas sofa. Tengah memangku stoples keripik balado dengan tatapan mata kosong, tak sejalan dengan mulutnya yang sibuk mengunyah.

"Woi, mamen!" Arion menyapa namun tak mendapat respons.

Maka dari itu, dengan senyuman jahilnya Arion mendaratkan telapak tangan pada pipi Raefal sampai menimbulkan bunyi plak yang memilukan.

"Anjir," umpat Raefal otomatis mengelus pipinya yang memanas. Menatap Arion penuh dendam. "Gue banting lu, Yon!"

Ancaman Raefal tak mempan, sebab dengan ekspresi santainya Arion mengambil alih stoples keripik balado dan melahapnya dengan senyuman polos khas anak kecil. Sudah duduk di samping Raefal.

"Jangan macem-macem. Gue banyak dekeng."

"Cih." Raefal muak. Mencomot camilan enak itu dari pangkuan Arion. "Ngapain lo ke sini?"

"Masih aja nanya," sahut Arion. "Btw, muka lo gak enak banget diliat. Kenapa?"

"Lo minta dikatain gak sih?"

Arion memberikan cengiran ompong nya.

Raefal mengembuskan napas panjang. Menatap Arion dengan serius untuk membagi kebingungannya sejak tadi.

"Lo tau, Yon?"

"Kagak."

"Oke."

Seperkian sekon senyap.

Tangan kecil Arion melepaskan sebelah sepatu untuk diluncurkan pada cowok di sampingnya.

"Serius, dong! Gue udah nyimak, nih!" sewot Arion.

MILAGROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang