Sore ini, hujan turun deras di kota Bogor. Kota yang sudah beberapa bulan ini menjadi tempat tinggal ku sementara waktu. Iya sementara, sebab bisa dibilang aku ini anak rantau. Aku bekerja di sebuah perusahaan cabang yang berada di kota ini, meski sudah terhitung tiga tahun merantau dan tak jarang berpindah tempat, tetap saja rasanya asing untuk kembali memulai kehidupan baru di kota orang. Pekerjaanku memang seperti ini, tak menetap di satu kota, kadang ke Jakarta, Bekasi, dan sekarang berkesempatan untuk menempati kota Bogor, salah satu temanku bahkan sampai ada yang ke luar pulau Jawa.
Cuaca sore ini membuatku teringat dengan seseorang yang pernah menyapaku satu tahun lalu. Seseorang yang hanya ku kenal lewat dunia maya. Percakapan kami hanya sebatas bertukar pesan, gak pernah bertukar suara apalagi bertatap muka. Tapi herannya, aku malah dibuat jatuh hati hanya dengan notifikasi darinya. Payah memang!
Dengan isengnya, aku buka kembali percakapan kita, aku baca dari awal sampai akhir. Ternyata, dia pernah sehangat itu. Meski gak jarang mengirim pesan yang tak jelas apa maksudnya, saat itu dia hampir selalu mempertahankan percakapan kita agar terus berlanjut. Tapi satu waktu, sejak saat itu sikapnya mulai berubah. Percakapan diantara kita mulai dingin, notifikasi darinya sangat jarang ada di ponselku. Entah karena sibuk atau karena hal lain, aku tak berani bertanya padanya. Yang ku tahu, aktivitasnya memang sudah kembali membuatnya sibuk, sebab saat itu dia pernah bilang "maaf ya, aku sudah jarang buka sosmed, dari pagi sampai sore aku sibuk di sekolah".
Belum lama ini, dia berpartisipasi menjadi salah satu tenaga pendidik di sekolah swasta yang berada di kota Bandung. Seperti yang ku bilang sebelumnya, kita benar-benar kenal di dunia maya. Dulu, ketika kita masih sering bertukar kabar, dia beberapa kali menceritakan kegiatannya selama di sana. Satu waktu aku pernah bertanya padanya,
"Jadi guru sepertimu gimana rasanya?"
Beberapa kemudian, notifikasi darinya muncul.
"Ya gitu,ada senengnya, ada capeknya, ada keselnya, campur aduk pokonya. Dek, apapun itu kalau niatnya karena Allah in syaa Allah bernilai ibadah", begitu katanya.
Aku tersenyum membaca jawabannya. Rasanya apapun pembahasannya, selalu ada hal baik yang aku dapat darinya.
"Hmm,, iya sih, semua pekerjaan pasti ada enak enggaknya ya, semua balik lagi ke diri sendiri", balasku padanya.
"Nah iya, jadi jangan banyak mengeluh biar kerjanya berkah"
"Mhehe, iya siap kak".
Setelahnya tak ada percakapan lagi diantara kita. Dia kembali dengan kesibukannya, pun aku dengan pekerjannku di sini.