III

32 7 20
                                    

Happy reading~

.
.
.
.
.
.
.
.

Kapan pertama kali kau menyadari bahwa kau memiliki mulut untuk berbicara apabila ada seseorang yang hendak membuatmu merasa terpuruk, bahwa kau memiliki tangan apabila mulut yang kau miliki itu sudah tak mampu untuk mengucapkan sepatah dua patah kata, kemudian kau memiliki kaki untuk kau bawa lari tubuhmu itu jauh dari permasalahan dunia yang merepotkan, dan kapan pertama kali kau menyadari bahwa kau memiliki hati untuk merasakan sebuah lara yang semesta berikan kepadamu? Hyeona tak tahu kapan pertama kali ia merasakan semua hal itu. Karena sudah berkali-kali dirinya merasa seperti itu dan sudah berkali-kali pula ia merasakan yang namanya hancur.

Kehidupan itu akan berputar seperti roda, yang pada awalnya kau nerasakan sebuah bahagia dan yang kau rasakan kemudian adalah kesedihan, entah itu kau menyadari ataupun tidak.

Dulu Hyeona merasa hidupnya sangat sempurna dan sangat bahagia, saat adanya seseorang bernama Lee Jimin dikehidupannya. Namun sangat cepat roda itu berputar membuat ia kehilangan kebahagiaannya, semesta mengambil kebahagiaan yang dimilikinya. Apakah aku tengah dikutuk? ataukah aku membuat sebuah dosa yang besar sehingga semesta mengambilnya dariku? sejenak bahkan dua jenak ataupun lebih ia berpikir seperti itu.

Sore yang nampak oranye itu terlihat sepi, Hyeona tengah menatap keluar jendela kamarnya. Sesaat terdengar sebuah lenguhan dari peri kecil yang saat ini tengah menikmati tidur sorenya sedari tadi siang.

Hyeona menoleh memastikan sang buah hati, "Hei, peri kecilku sudah bangun?" ia melangkahkan kakinya menuju ranjang di tengah ruangan itu.

Sang putri mengedipkan kelopak matanya berkali-kali, mengumpulkan seluruh nyawanya yang beberapa masih berkeliaran di alam mimpinya.

"Mama,"Putri kecilnya menyuarakan suaranya setelah berhasil mengumpulkan nyawanya. "Selamat sore, Honey," Hyeona mengecup pucuk kepala sang buah hati.

"Papa," perempuan mungil itu berucap yang berhasil membuat sang ibu terdiam beberapa saat. "Why?" Hyeona mensejajarkan tubuhnya dengan sang buah hati yang masih setia menempel dengan ranjang empuk itu.

"Papa," Gadis mungilnya kembali mengucapkan kata itu. "Ada apa? apakah Papa berkunjung kedalam mimpimu, hm?" Hyeona mengelus rambut hitam milik buah hatinya.

Sang buah hati menganggukkan kepalanya, "I saw Papa in my dream, he brought a lot of balloons," Lee Soonji dengan aksen inggris yang telah ia kuasai semenjak ia mulai berbicara, tak heran karena sang ibu membiasakannya dengan bahasa inggris dikehidupan sehari-hari agar ia dapat mengerti apabila tengah mengobrol dengan sang nenek di Swiss.

Hyeona terkekeh mendengar cerita dari buah hatinya tersebut. Lee Soonji memiliki nama lain, Alessia. Nama yang diberikan oleh Hyeona sebagai nama luar korea milik Soonji.

"Do you miss him?" Soonji menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan sang Ibu. "Me too," Hyeona dengan sorot sendunya menatap sang buah hati.

Ting tong..

Bel rumah mereka berbunyi, membuat Hyeona menoleh kearah jendela. "Kurasa itu Paman Vin," Ucapnya kemudian menerbitkan senyum di wajahnya.

"Uncle Vin?" Soonji membulatkan kedua matanya, berantusias kala mendengar nama Vincent keluar dari bibir sang Ibu. Hyeona mengangguk,"Come on, bukankah kita harus menyambutnya?" ia menjulurkan tangannya agar sang buah hati menyambutnya.

ANCORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang