IV

27 8 8
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.

Suasana hangat menerpa kulit, angin berhembus perlahan menyapa helaian rambut panjang milik wanita pemilik nama Hyeona tersebut. Sedikit ia mengerjabkan kedua maniknya, dimana aku? batinnya. Daun-daun perlahan berguguran satu persatu, nuansa berwarna kuning tercetak jelas dihadapannya. Disekitarnya banyak pepohonan dengan daun yang sepenuhnya menguning namun ada pula yang sudah berubah kecoklatan. Sedang ia berdiri di tengah sebuah jalan yang tertutupi dedaunan. Hyeona menoleh kearah punggungnya, jauh sekali pemandangan jalan ini seperti tak memiliki ujung yang pasti. Begitu pula arah sebaliknya.

Bunyi gemeresak dedaunan, seolah-olah tengah terinjak oleh langkah seseorang terdengar. Membuat Hyeona menolehkan pandangannya kearah suara. "Indah bukan?" suara yang tak lagi asing terdengar oleh rungu Hyeona.

Hyeona tercekat, ia terdiam. "Iya,ini aku," Seolah mengerti akan apa yang sedang dipikirkan oleh Hyeona, sesesorang itu berucap.

"J-jim, tidak mungkin itu kau," Hyeona menutup mulutnya, sebab ia tak percaya akan hal ini. Sedang yang disebut namanya tersenyum, "Kemarilah," ucapnya sembari merentangkan kedua tangannya, memberi ruang agar Hyeona dapat mengisinya.

Tak menunggu apapun, Hyeona masuk kedalamnya, memeluk kian erat, "Jimin," Lirihnya kemudian menenggelamkan wajahnya pada bahu milik pria yang dicintainya.

Jimin tersenyum, kemudian berucap, "Maafkan aku, Hyeo."

Hyeona mengeluarkan bulir dari kedua bola matanya, "Bagaimana bisa kau meninggalkan kami seperti ini Jim?" senggukan miliknya tak dapat ditahan.

"Maafkan aku," hanya maaf yang dapat keluar dari mulut milik pria itu.

Hyeona semakin menenggelamkan wajahnya, menghirup aroma dari jaket yang dikenakan oleh pria itu, Sama seperti Jimin, dan terasa sangat nyata.

Jimin melepaskan pelukan itu, "Lihat aku," ia menangkup kedua pipi Hyeona.
"Kumohon jangan menangis," Jimin mengusap derai air mata di pipi Hyeona.

"Jangan tinggalkan aku, kumohon jangan tinggalkan kami," Hyeona berucap lirih menatap kearah bola mata pria dihadapannya.

Jimin terdiam, ia mengelus pipi Hyeona. "Mengapa kau diam saja? jawablah Jim, berjanjilah kau tidak akan meninggalkan kami, kumohon!" dipelupuk mata Hyeona, air itu menggenang kembali.

Jimin mengesat air mata yg hendak jatuh di pipi Hyeona, kemudian menarik kepala Hyeona mendekat, agar ia bisa menyatukan kedua dahi mereka. Lantas Jimin memejamkan kedua matanya. "Aku tidak pergi kemana-mana, aku selalu berada disisi kalian dimana pun kalian berada, karena aku selalu ada didalam hati kalian," ucap Jimin lirih.

Hyeona turut memejamkan matanya, air matanya tumpah ruah. "Hiduplah dengan baik sayang, aku sangat mencintai kalian," lanjut Jimin.

Ucapan tersebut sukses meremas hati Hyeona, ia lantas menggenggam tangan Jimin yang berada di pipinya, menahan agar lelaki itu tak pergi kemana-mana. Namun yang ia rasakan adalah tangan itu tertarik menjauh, seberapa kuat ia menahan tangan itu tetap menjauh.

Hyeona lantas membuka pejaman matanya, "Jimin?" Lelaki yang ia sebut itu sudah tak ada dihadapannya. "Jimin?" Hyeona menoleh ke seluruh arah, ia mencari sosok lelakinya.

"Lee Jimin!" Hyeona berteriak lantas menjatuhkan kedua lututnya pada tanah. "Jimin!" Ia berteriak memanggil namun tak ada jawaban, begitupun seterusnya.

ANCORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang