PROLOG

264 25 2
                                    

Sirine polisi menggema di sepanjang jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sirine polisi menggema di sepanjang jalan. Tak lama ambulan datang meminta ruang untuk melintas. Dering telpon semakin membuatnya gelisah. Ia menambah kecepatan motor sambil menyelinap di antara aktivitas kendaraan besar malam hari, hingga membuat pengguna jalan resah. Seakan tuli, bunyi klakson belasan kendaraan tak memelankan laju motornya.

Lima belas menit berlalu. Ternyata, sebagian polisi sudah datang mengerumuni kediaman korban. Motor Bima berhenti di rumah yang sudah ramai aparat keamanan. Tanpa permisi ia menerobos paksa masuk ke dalam. Rasa takut mulai menguasai raganya, menciptakan rasa sesak di dada perihal takut kehilangan.

Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu yang terbuka. Ia hendak melangkah masuk kedalam ruangan, tapi seorang polisi menghentikan pergerakannya.

"Dimohon jangan mendekati jenazah."

Dunianya seakan berhenti berputar. Matanya memastikan ke dalam, melihat tetesan darah serta pihak medis yang menutupi seorang gadis. Mata Bima mendadak kosong, jantungnya berdetak tak kenal aturan.

Detik itu juga air matanya menetes. "Jenazah?" gumamnya ragu. 

Seseorang menarik kebelakang tanpa permisi. Tatapannya kosong tak percaya.

"Kenapa?" tanyanya ragu.

"Lo telat, Bim,"

"BILANG DIA BUKAN TARI!" teriaknya frustasi.

"Lo telat, Bim," jawabnya pelan.

Waktu itu juga ia melayangkan tinjuan ke dinding, menyebabkan darah segar mengalir dari sela-sela jarinya. Bukan ini kejutan yang ia harapkan. Sebuah kejutan menyakitkan yang menjadi puncak komedi hidupnya.

Ia membanting diri jatuh ke lantai. Bersandar di dinding. Tangannya menjambak kasar rambutnya.

"AARGHH!" teriaknya frustasi.

"Gue udah bilang, berhenti ikut campur kasus ini!" tutur Felix. 

Bima coba menerobos polisi-polisi yang berjajar menutup pandangannya. Namun, yang ia dapat hanya hantaman kuat dari salah satu mereka. Keluarga korban berpesan, tak satupun orang boleh melihat jenazah. Termasuk Bima, walau jenazah itu adalah Mentarinya.

"Kenapa harus Tari?" gumamnya penuh rasa bersalah.

Cahaya Mentari Bumi. Nama unik pencipta kehangatan. Namun, hari ini kehangatan itu dipaksa berhenti. Entah bencana atau memang rencana, gadis manis itu dinyatakan meninggal bunuh diri dengan jejak ribuan pertanyaan.

-
-
-

Masih ingat cerita Dear Chelsi? Cerita ini adalah Leones generasi kedua. Kalo generasi pertama dipimpin oleh Ananta, sekarang dipimpin oleh Bimasena. Leones generasi pertama dan generasi kedua bisa dibaca terpisah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bimasena: Solve or Escape?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang