FIRST: Hello, You Can Call Me Shikadai

157 22 15
                                    

     Angin berembus kencang, mengibarkan helaian anak rambut pirangnya, turut membawa beban untuk terbang dari benak. Fusia di langit mengukir sejarah dalam atma bahwa senja adalah waktu terbaik yang tidak pernah tergantikan.

Di saat beberapa sahabatnya sibuk menggulir ponsel, gadis beriris mata dark cyan itu hanya sibuk bertukar kata dengan senja lewat bahasa kalbu. Semacam telepati mungkin?

"Tidak ada yang seru dalam ponselku," keluh gadis berambut coklat sambil berhenti menatap gawai yang sejak 2 jam lalu dimainkan.

"Coba kau buat keributan saja. Aku yakin ponselmu akan lebih seru."

Semua menahan tawa ketika Inojin Yamanaka dengan tidak merasa bersalahnya berkata seperti itu pada Chocho Akimichi, sahabatnya sendiri.

"Ya! Akan kulempar kau ke Air Terjun Niagara agar sosial media gempar memberitakan kematianmu!!" murka Chocho yang malah terdengar lawak.

"Hahaha! Aku sangat ingin mencobanya!!" balas Inojin dengan tawa yang paling keras di antara yang lain.

"Awas kau!!" Chocho langsung menarik kerah kemeja floral Inojin hingga pemuda 24 tahun itu condong ke arahnya yang berdiri di sebrang meja.

"Sudahlah, kalian tidak pernah akur," lerai gadis bersurai hitam panjang, Sarada Uchiha sambil meletakan ponsel di atas meja karena kegaduhan yang mengganggu ini.

"Ya ...  mungkin mereka akan bejodoh seperti kita, Sweetheart." Seorang pemuda 24 tahun berambut kuning menyandarkan kepalanya di bahu sang istri, menggenggam tangan putih Sarada dengan mesra.

"Jangan panggil aku begitu di depan teman-teman." Sarada mengalihkan pandangan dengan wajah bersemu kemerahan. Boruto Uzumaki hanya tertawa geli melihat keimutan istrinya.

Ya ... pemandangan seperti ini sering disaksikan gadis itu. Ia bahkan sering tidak fokus mengamati senja ketika berkumpul dengan teman-temannya seperti ini. Ada yang bertengkar karena makanan, bermesraan, melamun, dan ia hanya menjadi penonton.

"Oh iya, Inojin. Sepertinya dia belum datang, ya?"

Atensi gadis itu sedikit teralih ketika Chocho membicarakan seseorang. Kedua sahabat itu tampaknya sudah akur ketika Yodo tertarik dari alam lamunan.

"Mungkin sedang di perjalanan," sahut Inojin, acuh tak acuh. "Iya, 'kan, Hima-chan?"

Adik dari Boruto itu mengangguk sambil tersenyum pada calon suaminya. "Kupikir begitu."

"Hah ... sayang sekali Kawaki tidak bisa datang. Kalian bermesraan di hadapanku dan Yodo tanpa kasihan. Menyebalkan!" gerutu Chocho, menyibukan diri dengan sepiring besar kentang goreng.

"Salahmu sendiri memilih calon suami sesibuk Kawaki!" Inojin merangkul Himawari yang duduk di sebelahnya, memanasi Chocho yang sebentar lagi pasti murka.

"Aku tidak iri dengan kalian karena pada dasarnya cinta adalah memahami satu sama lain." Ternyata Chocho bersikap lebih cuek dari yang diperkirakan.

Setelahnya, hening mulai merangkul, merangkai damai yang ingin Yodo rasakan sejak tadi. Tidak apa dia melihat Boruto dan Sarada sedang saling menyuapi salad di sebrang meja. Yodo bahkan tidak masalah juga dapat melihat Inojin sedang memeluk Himawari dengan mesranya. Ya ... setidaknya ada Chocho yang duduk di sebelahnya yang juga bisa dikatakan senasib kali ini. Bedanya, Yodo benar-benar tidak memiliki pasangan saat ini.

Menunggu di restoran yang berada tepat di pantai ini memang nyaman, tapi siapa sebenarnya yang mereka tunggu sejak 3 jam lalu? Ya ... Yodo memang tidak masalah menunggu lebih lama apalagi ditemani sore hari yang hangat di Hayama Isshiki Beach ini. Entah bagaimana bisa pantai yang berada di posisi 65 dalam kategori CNN's World's 100 Best Beaches 2014 ini bisa begitu menarik perhatiannya.

Can I Call You Mrs. Nara? [Twoshoots: ShikaYodo] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang