🐟
.
.
."Ah, Onigasaki-san!"
Tubuhku kaku dan susah untuk bergerak, namun aku dapat mendengar dengan jelas suara kekanakan tersebut. Kelopak mataku membuka, melirik ke arah sumber suara. Irisku mendapati sosok dengan helaian rambut biru muda yang melemparkan tatapan khawatir. Di sampingnya, terdapat Paca.
Tunggu, jangan-jangan gadis di hadapanku ini adalah master mind-nya selama ini? Tapi, mana mungkin. Aku tak percaya, karena dugaanku adalah pada Yuzu dan Akatsuki. Dan benar saja, setelah melihat dokumen tersebut hanya mereka berdua yang tak memiliki data sama sekali. Tatapan sayu kulayangkan pada Paca, meskipun ingin sekali memberikan yang sinis. Berarti ...
Aku berbisik, bersikap seperti tak bisa berbicara akan pengaruh obat bius. Membuat Paca harus mendekatkan telinga juga tangannya. Sontak, aku menggigit tangan Paca hingga berdarah. Pria itu balas memukulku karena terkejut. Kumiko, gadis biru tersebut mundur.
Kurang ajar, kau, Alpaca. Sampai membuat gadis di hadapanku masuk ruangan ini dan melihatku dengan keadaan yang paling tak ingin kuperlihatkan.
"Memang binatang sepertimu tak tahu diri," ujar Paca lalu membalut lukanya. Darah dari luka tersebut merembes di sarung tangan putihnya. Kumiko diam, entah kenapa, tatapan gadis itu menggelap. Mungkin saja ia masih shock akan kejadian tadi atau takut akan darah.
Paca beralih pada Kumiko, "maafkan kelancanganku, Nikishima-sama. Kalau begitu, aku akan kembali pergi. Have a sweet nightmare, Onigasaki-sama."
Pria itu pun pergi.
Kumiko mulai beranjak ke kamar mandi, menyalakan keran air. Hah, bagaimana bisa Alpaca itu menempatkan kamar mandi dan kamar tidur satu tempat? Irisku bergulir ke samping, terdapat futon berwarna putih di ruangan serba putih. Gadis dengan helaian rambut biru itu kembali tanpa syal di lehernya, syal tersebut setengah basah. Ia mulai menempelkannya di pipiku yang lebam.
"Maaf aku tak punya kain yang lebih baik, Onigasaki-san," ujar Kumiko dengan nada kecil. Alisku tertaut, kebingungan, "Mengapa kau di sini?" tanyaku menginterogasinya.
Ia mengulas senyum ceria, "kupikir Onigasaki-san akan kesepian kalau berada di sini sendirian! Jadi, aku meminta Paca-san untuk ikut memasukkanku, meskipun tak membuat masalah. Dan lagipula ...," Ia melirik gelang di tanganku. Bentuk gelang yang sangat mirip dengan adik Zakuro, hanya saja dengan namaku.
Kumiko juga punya satu gelang.
Tersadar, aku menjauh darinya. Lalu, menutup wajahku yang sepertinya mulai memerah. Benar, wajahku terasa panas karena kami berada dalam satu kamar. Astaga, apa yang gadis ini pikirkan?
Refleks, aku berjalan pergi ke kamar mandi, "maaf, aku akan mencuci wajahku sebentar."
Aku meninggalkannya di kamar, sementara mencuci wajahku dan memperhatikan gelang tersebut. Pokoknya, kami berdua tak boleh memperlihatkan gelang ini pada Zakuro atau ia akan panik sendiri. Helaan napas ke luar dari mulutku. Bisa gila aku kalau harus bersama dengan Kumiko sampai mereka mencapai ketentuan views-nya.
Hm, nampaknya aku mendengar sesuatu dari bawah bathtup, tapi Kumiko lebih penting.
Kakiku kembali beranjak ke luar dari kamar mandi, lalu menutup pintunya. Tanganku menggaruk kepalaku yang tak gatal, sementara irisku mencuri-curi arah pada seorang gadis yang tengah sujud sembari mengetuk-ngetuk lantai. Ia telah mengenakan kembali syalnya, tak peduli ada bagian yang masih basah. Aku sweatdrop dibuatnya.
"Kumiko, apa yang kau lakukan?" tanyaku seraya berjongkok memperhatikan gadis pujaanーtidak, maksudku gadis yang kusukai. Kumiko pun bangkit, balik menatapku.
"Mencari jalan rahasia! Biasanya kalau di RPG dan sedang terperangkap, ada jalan rahasia," ujar gadis dengan helaian biru muda tersebut, penuh percaya diri dan kilauan.
Ugh, tidak, terlalu silau.
"Hm, kalau dipikir-pikir ..."
Aku menarik tangannya ke kamar mandi lalu menutup pintu, ia pun mendelik ke arahku kesal. Tapi, aku abaikan. Aku menyamakan tinggi ke bawah untuk menemukan hal yang mengganggu tadi. Aku mencoba mendengarkan lantai, menemukan suara angin
"Ini dia."
"Hah? Apanya yang ini dia?" tanya Kumiko seraya menggerutu kecil, mungkin ia merasa kesal karena aku mengganggu kegiatan detektifnya. Aku terkekeh, lalu mengajaknya, "bagaimana kalau kau bantu aku agar kita bisa menemukan jalan rahasia?"
Gadis itu membalas dengan anggukan dan senyum penuh semangat. Kami berdua menggeser bathtup lalu menemukan sekeping lantai yang rupanya tak teratur rapi. Aku mengangkat kepingan demi kepingan tersebut, hingga membuat sebuah lubang yang cukup dimasuki oleh kamiーbila kami berdua berbaris atau antri.
Kumiko mengerjap, ia mengepalkan tangan, "sudah kuduga!"
Suara angin. Berarti tunnel ini terhubung ke suatu tempat. Irisku fokus melirik ke arahnya lalu bertanya, menampilkan sebuah seringaian, "bagaimana? Mau masuk?"
"Tentu saja," balasnya dan tersenyum miring.
Dan siapa sangka, keputusan polos kami saat itu mengarah ke para penghuni underground? Bahkan di sana juga ada adik Zakuro, Sakura. Namun, setelah kembali dari sana juga diselamatkan oleh kelompok kami, Kumiko sama sekali tak menemukan jejak Naoto.
Aku yakin meskipun ia tak memperlihatkannya. Gadis polos itu sedang larut dalam keputusasaan. Hah, aku jadi merasa bersalah tak bisa membantunya, meskipun ia telah membantuku agar tak kesepian di ruangan serba putih tersebut.
.
.
.
🐟

KAMU SEDANG MEMBACA
Coloruary ⇢Onigasaki Kaikoku × OC [✓]
Fanfiction"Onigasaki-san aneh! Kadang warna hitam, kadang merah." Selama berada di district 13, Kaikoku selalu memperhatikan gadis kecil itu. Ia menunjukkan banyak tanda, perhatian juga petunjuk, namun tetap saja sang gadis tak bisa menyadarinya. Lalu, hari i...