🐟
.
.
.Sudah cukup lama hingga punishment game itu berlalu dan aku bertaruh kalau stage selanjutnya akan diadakan lagi. Sebenarnya, permainan yang diadakan oleh Paca, cukup menyenangkan. Namun, mengingat keadaan kami adalah diculik, tentunya semua itu menjadi tidak menyenangkan lagi.
Di jendela, aku menatap ke arah langit yang masih gelap. Tanganku menopang wajahku dengan malas. Naoto, kakak angkatku, menghilang karena diculik oleh game ini. Kasusnya sebelas dua belas akan kasus adik Zakuro. Ya, kebetulan saja tujuan kami berdua sama, yaitu mencari sanak keluarga yang hilang. Toh, polisi tak bisa diharapkan.
Kami bertiga, aku, Zakuro dan juga Kaikoku saling mengetahui rahasia satu sama lain. Meskipun tak semua, tapi cukup untuk membuat mengerti di antara kami jika ada masalah. Namun pagi itu, aku tak menemukan sosoknya sama sekali kecuali Zakuro yang berlari panik ke arahku. Ekspresi khawatir juga cemas terpampang jelas di wajahnya. Irisku membulat, paham akan keadaan.
"Onigasaki-san di mana?" tanyaku lalu mengulas senyum kecil, berusaha menyembunyikan kekhawatiran. Zakuro, bukannya menjawab, malah semakin gemetaran. Keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya. Dada pemuda itu naik turun, nampak berusaha dengan keras untuk bernapas.
Geram karena tak mendapat jawaban, aku memukul punggung Zakuro. Membuat ia shock akan tingkahku. Tanganku mengepal hebat, mulutku kembali membuka, "tenangkan dirimu, Zakku!"
Zakuro menatap terkejut padaku. Ia tak pernah melihatku marah seperti ini.
"M-maaf, Nikishima. Aku hanya panik karena ia tak ada di kamarnya. Tapi, ini ... masih terlalu pagi untuk dia ke mana-mana."
Aku hanya bisa mengulas senyum pasrah. Yang entah mengapa, dapat membuat Zakuro merasa sedikit tenang. Tanganku melambai kecil, melangkah menjauh darinya disertai kekehan, "Zakku, tenang. Aku akan mencari Onigasaki-san. Tidurlah lebih lama sedikit. Ini bahkan belum jam lima pagi, lho."
Mendengar penuturanku, ia mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Karena Zakuro bilang, ia tak menemukan Kaikoku di bagian manapun sisi bangunan. Maka, aku harus bertanya langsung ke Paca. Tak ingin membuang waktu, kakiku mulai melangkah menuju tempatnya.
Di ruangan monitor, ia berdiri tegap di hadapanku.
"Paca-san, di mana Onigasaki-san?" tanyaku berusaha untuk tenang. Meskipun tak menampakkan senyum seperti biasa pada sosok bermaskot alpaca di hadapanku ini. Pria paruh baya itu balik menatapku dengan sama tenangnya. Ia membalas, "Onigasaki-sama sudah masuk ke white room karena semalam menyerangku. Ia bahkan hendak menebasku dengan katana miliknya. Pemuda itu, kalau tak diperlakukan seperti ini akan terus-terusan membuat masalah bagi keberlangsungan game."
"Hm, begitu ya."
Nampaknya, Paca mengerjap dari balik maskotnya. Terkejut akan reaksiku yang biasa-biasa saja. Mungkin, karena mengira kami berdua cukup dekat, aku akan memintanya untuk mengeluarkan Kaikoku dari sana.
"Oh ya, apa aku boleh meminta satu permintaan?" tanyaku memelas.
Paca mengangguk, lengah dengan tingkahku, "selama masih bisa kuturuti, maka akan kukabulkan, Nikishima-sama."
Senyuman ceria kusunggingkan, tanganku mengulur padanya. Kuharap ia bisa mengabulkan permintaanku agar aku bisa melanjutkan rencanaku yang sebelumnya. Gelang nama milik Sakura yang ditemukan oleh Zakuro, aku curiga gelang itu tertuju pada tawanan white room.
"Aku ingin dimasukkan ke white roomーdi ruangan yang sama dengan Onigasaki-san," pintaku tak melepas senyum dari wajah. Paca tersigap, kaget. Ia mulai gelagap dan panik, "ta-tapi, Nikishima-sama, anda kan adalah salah satu partisipan yang tak pernah membangkang seperti Iride-sama. K-kok sekarang ..."
Aku menggaruk pipiku yang tak gatal sembari membalas, "Onigasaki-san pasti kesepian di sana. Aku tak ingin hal itu terjadi."
"Tapi, laki-laki dan perempuan dalam satu kamar ituー" Paca mulai berpose seperti menggigit kukunya, yang jelas-jelas ia memakai sarung tangan serta maskot.
Kumiringkan kepalaku, menatap bingung padanya. Heran, mengapa ia sebegitu panik akan aku yang masuk satu kamar dengan Kaikoku? Apakah ia mengira kami akan bekerja sama agar bisa lolos? Ya, bisa jadi.
Helaan napas kukeluarkan, menatap kecewa padanya, "ya sudah. Kalau tak bisa, aku hanya harusー"
"Baiklah, baiklah, aku bisa, Nikishima-sama!"
Kali ini, aku benar-benar tak bisa menyembunyikan suasana hatiku. Cengiran kecil kutampakkan. Yang entah kenapa, membuat Paca malah merasa makin pasrah. Mungkin saja, ia berfirasat akan didemo oleh satu kelompok karena memasukkanku ke dalam white room tanpa kesalahan apa-apa.
Kami berdua berjalan menuju white room, tentu saja aku mengikutinya. Paca melirikku lalu memberikan sebuah nui kecil berhelaian rambut baby blue dan aksesoris serta pakaian yang mirip sekali denganku. Ia juga membawa futon yang entah ia dapat dari mana.
Karena merasa aku mempunyai pertanyaan. Ia berujar, "nui itu seperti tanda pengenal selain gelang. Oh, aku membawakan futon, mengingat di satu kamar hanya terdapat satu kasur. Tapiーehemーaku akan memastikan agar Onigasaki-sama tidak berbuat macam-macam pada Nikishima-sama."
Aku tertawa geli. Mana mungkin.
Paca membuka kamar milik Kaikoku. Pemuda dengan rambut hitam serta kimono itu tengah tertidur pulas. Seakan membaca pikiranku, Paca kembali menyahut sembari memasangkan gelang berisi nama lengkapkuーsetelah meletakkan futon, tentunya.
"Aku harus membiusnya agar ia tidak macam-macam lagi. Tenang saja, Nikishima-sama, ia akan bangun sedikit lagi."
"Ugh ..."
Kaikoku mengerang, sepertinya bangun.
"Ah, Onigasaki-san!"
Aku berseru, lega. Senang sekali saat ia membuka kelopak matanya.
.
.
.
🐟

KAMU SEDANG MEMBACA
Coloruary ⇢Onigasaki Kaikoku × OC [✓]
Fanfic"Onigasaki-san aneh! Kadang warna hitam, kadang merah." Selama berada di district 13, Kaikoku selalu memperhatikan gadis kecil itu. Ia menunjukkan banyak tanda, perhatian juga petunjuk, namun tetap saja sang gadis tak bisa menyadarinya. Lalu, hari i...