03. Masa lalu

9 0 0
                                    

"Hayu urang tingali pengumuman ptn babarengan, aing ngaramal nilai aing leuwih luhur daripada maneh," celetuk Haden. Orang paling ga jelas diantara semua kenalan Renan.

Haden memang sohib sejati sejak Renan putus cinta dengan Prima. Nanti aja lah kalo mau bahas Prima. Singkatnya, Prima dan Renan pernah pacaran waktu kelas 9 Smp. Tiba-tiba Prima mau pindah rumah tapi karena dia ga mau hubungan jarak jauh dengan Renan, kandas lah hubungan mereka.

Tau-taunya seminggu kemudian Haden bawa gandengan, ya Prima lah gandengannya. Ternyata rumah baru Prima ada didekat rumah Haden. Renan sudah pasti ada keinginan memukul, menendang, menjungkirbalikkan Haden dihadapan semua orang tapi alih-alih bersikap seperti musuh, Chandra malah mengguyoni Renan dan menertawakannya. Katanya Ia terlalu mudah ditipu oleh Prima yang sudah jelas bosan dengan Renan dan menjadikan tidak mau pacaran ldr sebagai alasan.

Hari ini pengumuman masuk perguruan tinggi, hal yang Renan perjuangkan 3 tahun belakang ini. Ia memilih universitas yang jauh dari rumah Ayah-nya, siapa yang tidak lelah tinggal seatap dengan kepala

Pukul 16.00

"ALHAMDULILLAH YA ALLAH, DENNN GUE MASUK UNIV GEDEE."

"AING JUGA RENNNN ALHAMDULILLAH, AYOK LAH KITA MAKAN MAHAL MANEH TRAKTIR."

Semua sorakan menjadi hening. Air muka Renan menjadi berang, tapi Haden nampak cengar-cengir.

"Kok gue?" muka malas Renan terpampang.

"Aing ga punya duit,"

Renan mengeluarkan nafas kasar seolah-olah bisa menerbangkan Chandra ke rumah Tuhan.

"Seblak Pak Slamet aja deh, ceban doang," rengek Haden sambil memukul kecil lengan Renan.

"Dua belas rebu lo kata ceban," protes Renan yang di yaelah in Haden.

Setelah berhasil masuk universitas ternama, Renan tinggal bersama ibundanya. Semuanya berjalan bahagia, Premita memberi kasih sayang penuh untuk buah hatinya. Tapi dunia selalu bercanda, baru beberapa bulan hidup tanpa jeratan dari ayah, Premita meninggal dunia dengan kondisi organ tubuh di badan orang lain. Uang yang dihasilkan dari mendonorkan sudah pasti banyak, Renan hidup melalui uang itu. Ia tinggal sendirian di kos-kosan yang murah tidak mahal pun tidak.

Alasan utama Premita mendonorkan organ tubuhnya bukan karena uang, tapi karena tubuhnya lelah. Itu saja.

-

Gubrakk!

"Maaf mas, saya ga sengaja," gagap perawat wanita yang tidak sengaja menabrak Renan di lorong rumah sakit dan menjatuhkan beberapa lembar kertas. Renan yang saat itu sangat lemah, tidak mempunyai kekuatan untuk membantu perawat merapikan dokumennya. Tapi ia melihat dengan jelas nama Rea Baradikara sebagai penerima donor mata dari ibundanya.

Renan mencari nama pasien itu di seluruh kamar terdekatnya tapi tak jua menemukan. Tersadar bahwa ia seharusnya tidak mencari nama itu, ia kembali pasrah dan membiarkan kepalanya dipenuhi kebisingan lagi. Hingga tubuhnya roboh tanpa daya.

Suasana tampak berbeda begitu Renan membuka matanya yang berat dan panas. Ia terbaring di ranjang pasien dengan dokter disampingnya, dan juga seorang wanita pucat diseberang ranjangnya.

Dokter menanyakan keadaannya, lalu tidak meresepkan obat apapun karena lelaki berambut agak gimbal itu sedang tidak sakit apa-apa. Renan hanya kurang gizi karena tidak makan 4 hari setelah kematian ibundanya.

Terdengar tawa kecil yang tertahan, Renan menduga itu suara wanita di satu meter sebelahnya.

"Ngetawain lo?"

RenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang