Tiga (3)

68 8 0
                                    

Saat perjalanan pulang ke asrama mereka, Daniel sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata. Sampai akhirnya Ansel membuka topik pembicaraan walau sedikit ragu.

"Su-sunbaenim mau ke mana?" tanya Ansel dengan gugup. Daniel sontak memberhentikan langkahnya. 

"Ke asrama, bodoh. Memangnya kau tak diberitahu? Atau kau ingin pulang ke rumahmu sendiri?" timpal Daniel kemudian melanjutkan langkah kakinya.

"Oh ... maaf, aku tidak tahu. Kemarin, Miss bilang padaku bahwa belum ada kamar yang kosong. Lalu ia mengatakan bahwa kau akan memberitahuku," terang Ansel sebelum kembali mengikuti langkah kaki Daniel. 

"Astaga ...."

Ansel menunggu respon selanjutnya. Namun, hanya terdengar desahan dari Daniel. Ia takut salah bicara. Karena sungguh, Ansel tak bisa mengandalkan siapapun selain orang yang sedang berjalan di hadapannya ini. 

Setelah berjalan kaki dari tempat pelatihan, Daniel dan Ansel pun tiba di asramanya. Dengan hati-hati, Ansel melangkahi kamar Daniel. Kamar Daniel sangat berantakan, banyak pakaian berserakan di mana-mana. Bahkan banyak bungkus mi yang belum dibuang. Di dalamnya terdapat satu tempat tidur tingkat dan dua almari.

"Maaf sangat berantakan. Semenjak teman sekamarku didiskualifikasi, tempat ini seperti tempat sampah. Aku tak sempat membersihkannya, bahkan hampir tak pernah menyentuh ranjang sama sekali," jelas Daniel seraya mengumpulkan pakaian kotor yang berada di lantai kamarnya. Mata ansel sibuk bertamasya keliling kamar Daniel, sepertinya ia akan tidur di ranjang atas. 

"Selama seminggu kemarin, kau tidur di mana?" tanya Daniel yang baru teringat.

"Di hotel, pakaianku juga masih berada di sana ..." jawab Ansel yang sudah tak ada perasaan gugup lagi. Sepertinya Daniel orang yang sangat perhatian, batinnya.

Daniel sibuk mencari sesuatu di dalam almarinya. Setelah menemukannya, ia mengeluarkan selimut dan dua setel piama. Kemudian Daniel melempar salah satu setelan piama ke Ansel dengan asal. Lalu menaruh selimut di atas ranjang tanpa mengatakan apa pun. Ia segera menuju kamar mandi meninggalkan Ansel dengan wajahnya yang tertutup piama tersebut

Ansel mencoba membantu mengumpulkan beberapa pakaian yang masih tergeletak. Kemudian dilanjut membersihkan ranjang Daniel serta ranjangnya. Daniel keluar dan terheran melihat Ansel yang tak kunjung berganti pakaian. Ansel justru sibuk mengambil sampah yang berserakan di lantai.

"Kau ganti pakaian saja, biar aku yang membuang sampah-sampahnya. Besok jangan lupa untuk mengambil barangmu dari hotel." Tanpa basa-basi, Yeonjun segera mengambil alih sampah yang berada di tangan Ansel. Ansel pun bergegas menuju kamar mandi.

。。。

"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Daniel setelah melihat Ansel keluar dari kamar mandi.

Ansel tampak berpikir sebentar sebelum duduk di lantai berhadapan dengan Daniel yang duduk di atas ranjang. Kemudian melipat pakaiannya yang diikuti oleh tatapan penasaran dari Daniel.

"Aku tak paham sistem pelatihan di agensi ini ... dan apakah aku boleh bergabung dengan kelompokmu?" lirih Ansel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. 

Yeonjun melemparkan tatapan kesal dan memilih untuk berbaring menghadap ranjang atas. Kedua tangannya dilipat untuk tumpuan bawah kepalanya. Ruangan tersebut hening, tidak ada penjelasan apapun dari Daniel.

"Sun-"

"Daniel. Daniel Adnan. Panggil namaku," cela Daniel seraya menutup matanya.

"Tidur di ranjang atas, jangan menggelar selimut bersihku di lantai. Sudah larut, aku ingin beristirahat. Jangan lupa matikan lampunya sebelum naik." 

Daniel melanjutkan kalimatnya tanpa membiarkan Ansel membuka pembicaraan lagi. Daniel tau bahwa banyak pertanyaan di otak kecil anak itu. Namun, melihat peristiwa yang terjadi seminggu ini membuat kepalanya pening. Tubuhnya seperti mengisyaratkan untuk istirahat, tapi pikirannya tidak. Ia berniat meninggalkan Ansel untuk berlatih lagi.

"Selamat tidur, Daniel."

Suara dengkuran halus terdengar dari ranjang atas. Daniel yang mendengarnya, ingin segera keluar kamarnya. Tetapi udara ruangan ini terasa sejuk sekali. Ranjangnya seperti memberi perekat pada tubuhnya. Ia pun memutuskan untuk tidur. Malam itu, untuk pertama kalinya, hatinya terasa sangat hangat.

©fixitflip 2021 • Change Fate

Change Fate | TXT (OFF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang