Empat (4)

125 12 5
                                    

Ansel terbangun karena terik cahaya matahari yang menyinari wajahnya dari sela-sela jendela kamar. Ia lupa untuk menyetel alarm pada ponselnya semalam. Ansel yang tersadar pun spontan bangun untuk bersiap-siap kembali ke tempat pelatihan. Namun nahas, kepalanya menyundul atap kamar.

"Akh ... sakit .... Aku lupa kalau aku tidur di ranjang atas ..." erang Ansel. Kemudian ia mendengar suara cekikikan dari depan almari.

"Selamat pagi, bodoh," sapa Daniel yang sedang mengambil pakaian untuk latihan. Ansel turun tanpa menyapa kembali, lalu mendekati Daniel.

"Ini jam berapa? Apakah aku terlambat?" tanya Ansel sembari mengikuti arah tangan Daniel.

Daniel menutup almari sebelum menjawab pertanyaan Ansel. Kemudian ia melemparkan pakaian di tangannya dengan asal dan mengenai wajah Ansel, lagi.

"Astaga tuhan. Apakah ini déjà vu? Mengapa kamarnya menjadi gelap? Apakah ini tombol?" canda Ansel seraya memencet hidung Daniel.

"Hei! Itu hidungku! Jangan menyentuh wajahku! Jangan merusak tatanan rambutkuuu, Ansel!!!" geram Daniel pada Ansel. Ia pun membalas perbuatan Ansel dengan mengusak-usak wajah atau rambut satu sama lain.

Setelah 5 menit, Daniel dan Ansel akhirnya mengakhiri kegaduhan di pagi hari menjelang siang ini. Mereka saling memperebutkan oksigen di ruangan itu. Olahraga pagi ini cukup menghabiskan setengah tenaga mereka.

"Cukup ... aku lelah ..." lirih Daniel yang sudah terduduk bersama Ansel. Ansel pun hanya mengagguk sebagai respon bahwa ia setuju. Setelah itu mereka bertatapan dan menertawai satu sama lain.

Dari jendela kamar asrama mereka terlihat berembun dingin, tetapi ruangan tersebut terasa sangat hangat diringi oleh senyuman dan tawa mereka.

。。。

Daniel kembali bersikap dingin kepada Ansel setelah mereka sampai di tempat latihan. Sebelumnya saat di jalan, Daniel berkata bahwa ia ingin berpisah dan meminta Ansel untuk tidak mengajaknya berbicara selama di tempat latihan.

Ansel tak bisa membantah karena Daniel berlari setelah mengatakannya. Oleh karena itu, Ansel hampir dihukum karena ia terlambat.

Dari kejauhan, Daniel melihat Ansel baru saja tiba di pintu aula. Untungnya Miss Ellena tidak ada jadwal latihan maupun kunjungan hari ini.

"Kai, kau tak ingin mengajaknya?" tanya Nathan seraya memperhatikan Ansel dan merasa iba kepadanya. Anak itu seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

Tanpa mereka sadari, Daniel tengah menguping pembicaraan walaupun ia sedang mengajarkan gerakan baru pada Tirta.

"Mengapa harus aku?" heran Kaili yang terlihat mengkerutkan dahinya.

"Sudahlah cepat."

Kaili tampak memprotes, tapi sesi perkenalan mereka batal karena tiba-tiba Miss Ellena datang. Semua peserta trainee yang mendengar dan melihatnya, segera berkumpul dan ruangan itu hening untuk sesaat.

Miss Ellena berjalan ke depan aula, diikuti banyak pandangan mata penasaran oleh semua orang. Ansel yang sedari tadi di dekat pintu masuk, ikut duduk bersila bersama trainee lainnya.

Ansel melihat keberadaan Daniel yang jauh di depan bersama teman-temannya yang terlihat akrab—ia sangat iri.

"Wah ... great job! Selamat siang semuanya. Maaf saya datang tanpa pemberitahuan apa pun kepada kalian. Selama seminggu kemarin, saya memantau lewat beberapa kamera pengawas dan pelatih lain di sini." Miss Ellena tampak mengambil napas dan melihat ke sekeliling aula.

"Jadi, saya akan memberi pengumuman penting untuk kalian semua. Bulan ini, akan ada trainee yang debut!" pekik Miss Ellena dengan gembira.

Aula sontak bising membicarakan siapa yang akan debut bulan ini. Para trainee banyak berasumsi bahwa di antara Daniel dan Ansel sudah pasti akan debut. Walaupun penilaian peringkat Daniel tidak stabil akhir-akhir ini, tak mungkin untuk tidak membuat Daniel debut.

"Miss! Apakah yang debut berupa sebuah grup? Atau justru solo?" tanya seorang trainee.

"Hmm ... sebuah grup," bisik Miss Ellena diakhiri dengan senyuman lebar.

"Yah, itu sih sudah pasti Daniel dan Ansel satu grup, aku yakin sekali."

"Aku juga berfirasat seperti itu. Secara, Daniel kan trainee paling lama di sini. Lagipula bakatnya juga tak usah dipertanyakan."

Daniel hanya diam mendengarkan pembicaraan para trainee lain. Sejujurnya ia tak begitu yakin karena penilaian selama seminggu kemarin cukup mengecewakan dan tak pernah terjadi sebelumnya.

Miss Ellena melanjutkan pembicaraannya, tetapi Daniel sama sekali tidak menaruh perhatian lebih. Pikirannya sangat kacau, ia takut perjuangannya selama ini akan sia-sia hanya karena anak baru itu.

Pengumuman debut akan dilaksanakan setelah evaluasi bulanan ini—tersisa 5 hari lagi bagi Daniel untuk berlatih.

Setelah Miss Ellena selesai dan keluar dari aula, Daniel memutuskan untuk pergi ke kamar kecil. Ia sangat pusing karena takut tidak berhasil debut.

Kamar kecil yang ia gunakan sangat sepi. Daniel memilih bilik paling ujung karena ia hanya akan duduk dan berpikir.

Saat tengah sibuk bertengkar dengan pikirannya, tiba-tiba ada seseorang yang terdengar sedang berbicara lewat telepon.

"Ya, tenang saja. Aku takkan membiarkan media meliput berita itu. Oleh karena itu, aku membuat grup untuk peralihan isu. Kemudian aku akan membuat grup itu hancur. Aku sudah menyiapkan beberapa kasus dan skandal yang cocok untuk anak-anak bodoh itu," jelas pria tersebut seraya mencuci tangan dan mengakhiri kalimatnya dengan sebuah cekikikan.

Daniel tampak sangat terkejut. Daniel tak tau bahwa agensinya memiliki rahasia besar yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Daniel yang penasaran, dengan perlahan mengintip dari sela-sela bawah pintu. Namun, Daniel justru tak sengaja menyenggol tisu yang membuat kegaduhan.

Pria itu langsung terdiam, kemudian membuka satu persatu pintu bilik. Daniel yang panik, lantas berjongkok di atas kloset dan memikirkan jalan keluarnya.

"Siapa di sana?" tanya pria tersebut. Suara langkah kakinya kian mendekat.

Daniel berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Ia sangat ingin berteriak dan mencaci maki pria itu.

Beruntung baginya, ada seseorang yang memanggil pria itu untuk menghadiri rapat. Lalu, ia memberhentikan aktivitasnya dan segera menyusul ke ruang rapat.

Daniel sangat gugup, jantungnya berdegup kencang—ia sangat takut. Kemudian Daniel mendudukkan dirinya setelah memastikan pria tersebut sudah pergi. Lalu ia menghela napas, dilanjut dengan mengusak-usak rambutnya frustrasi.

Daniel dan trainee lainnya akan dalam bahaya. Namun, ia tak punya cukup bukti untuk membuat mereka percaya. Semakin hari, masalah yang menghampiri Daniel semakin banyak. Ia bingung harus bagaimana.

©fixitflip 2021 • Change Fate

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Change Fate | TXT (OFF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang