Si Kecil Reina

7.4K 208 2
                                    

''Serius? Ya Tuhan. Kasian banget  Adrian. Pasti penyebabnya karena gue deh.'' Ujarku pada Allysa yang sedang duduk dihadapanku. Kali ini bukan jam makan siang tapi Allysa memaksakan untuk datang kekantorku.

''Itu bukan salah lo, Tha. Adrian dan gue emang sudah ngerencanain untuk mengeluarkan dia dari Pub, jauh sebelum ada kejadian lo itu.'' Jawabnya seraya memegang tanganku yang kosong dan menggenggamku erat seperti memberi kekuatan.

''Tapi, Al. Gue nggak enak dengan Adrian. Gimana kalau dia bekerja dikantor gue aja? Gue rasa dia akan menjadi karyawan yang baik disini. Dan gajinya juga cukup besar.''

''Nggak usah repot-repot deh, Tha. Adriansudah gede kok, dia udah mandiri, dia udah gue suruh kerja dikantor tempat gue kerja. Dan gaji disana juga mencukupi kok.'' Aku hanya tertunduk karena merasa bersalah.

Adrian dipecat dari Pub tempatnya bekerja dihari yang sama saat aku dilecehkan Reza. Tapi Allysa mencoba meyakinkanku kalau Adrian itu bukan dipecat tapi ia memang sengaja mengundurkan diri.

*

"Semuanya sudah siap'kan?" Tanyaku pada Anna saat kami sedang menuju ruang rapat.

Hari ini ada rapat besar besaran dengan perusahan yang bekerjasama dengan perusahaanku. Jadi, aku harus sangat maksimal saat ini.

"Sudah, Ms." Jawab Anna masih sibuk memeriksa dokumen untuk rapat nanti.

"Baguslah. Kamu duluan saja ya, saya mau ke toilet sebentar." Ujarku yang dijawab anggukan oleh Anna.

Aku memang tidak dapat mengontrol rasa gugupku jika ada meeting. Aku tingkatkan ritme langkahku saat melihat belokan menuju toilet.

Bruk!

Benturan yang keras membuat keseimbanganku goyah dan jatuh terduduk dilantai. "Aw! Hei! Perhatikan langk-" Aku membuka mataku dan melihat siapa yang menabrakku, ternyata seorang gadis kecil. Tidak tega jika aku harus membentaknya.

"Ma-maaf,tante. Aku nggak sengaja." Ujarnya sambil masih menundukan kepala. Aku bangkit dari posisi duduk dan mengulurkan tanganku kearahnya. Awalnya dia bingung,tapi dengan cepat ia langsung menerima uluran tanganku.

"Nggak apa-apa. Ini juga salahku kok. Ada yang sakit gak?" Jawabku sambil mengusap lembut rambut hitam lebatnya.

Dia menggeleng. "Terima kasih. Aku Reina." Dia mengulurkan kembali tangannya dan kusambut dengan senyum mengembang.

"Thalita."

"Senang berkenalan denganmu, Tante. Tante sangat cantik dan baik." Ujarnya, tiba-tiba ia memelukku dengan sangat erat. Seakan melepas kerinduan. Apa aku pernah mengenalnya?

"Tante juga senang bisa mengenalmu." Ujarku sambil terus mengelus rambutnya. Reina melepas pelukannya dan mendongak kearahaku saat aku bertanya.

"Kamu mau kemana? Dengan siapa kesini?" Raut wajah Reina terlihat berubah secara drastis. Dan matanya berkaca-kaca seakan siap menumpahkan seluruh isinya.

"Aku kesini sama Papa. Tapi aku ganggu dia pas mau rapatnya mulai. Jadi aku disuruh pulang. Dan kakakku sudah menunggu dilobby." Aku hanya mengangguk karena tidak tau harus jawab apa.

Karena tujuanku ketoilet hanya untuk menenangkan diri, jadi apasalahnya jika aku menenangkan diri sambil mengantar gadis kecil ini.

"Mau kuantar? Aku sedang bosan." Reina langsung mengangguk dan menebar senyum sumringah selama perjalanan kami kelobby. Tangan mungilnya selalu menggenggamku erat.

Sepertinya gadis kecil ini belum tau jabatanku, jadi saat semua karyawan menunduk hormat, aku malah meyuruh mereka untuk bersikap biasa dihadapan gadis ini.

"Ternyata orang-orang disini sudah mengenal tante, ya?" Tanyanya dengan wajah polos khas anak umur 5 tahun.

"Iya. Tante bekerja disini." Jawabku dengan nada meyakinkan.

"Itu dia!" Seru Reina saat kami sudah sampai dilobby dan melihat sebuah mobil Audi8 hitam dengan seorang pria yang sedang duduk didepan cap mobilnya.

Reina langsung menarik tangaku dengan semangat,membuatku harus berlari kecil untuk mengimbangi lariannya.

"Kakak!" Pria yang dipanggil pun menoleh dan langsung melepas kacamata hitamnya. Reina melepas genggaman kami dan menghbur kepelukan pria itu. Tubuhku menegang saat melihat jelas wajahnya.

"Hai sayang." Sapanya seraya membelai rambut Reina, tapi tatapan ditujukan padaku.

"Hai." Sapanya yang kali ini benar-benar ditunjukan padaku.

Aku memilih mengacuhkannya dan meninggalkan adik kakak itu berdua,tentunya setelah berpamitan dengan Reina. Sekarang rasa gugupku hilang dan terganti oleh rasa benciku.

*

Aku bersyukur karena rapat kali ini berjalan dengan lancar. Dan aku dapat banyak proyek untuk kedepannya.

Setelah rapat,aku lembur untuk mengerjakan beberapa proposal. Tapi kali ini tanpa bantuan Anna,terlalu larut untuk membiarkannya bekerja.

Jam sudah menunjukan pukul 22.05 WIB saat ini. Aku memutuskan untuk menyelesaikan tugasku sedikit lagi dan bergegas pulang. Saat keluar ruangan,kantor sudah sepi. Hanya ada beberapa OB dan satpam yang masih bertugas.

Hari ini aku tidak membawa mobilku karena ada sedikit kecelakaan tadi pagi yang membuat mobilku harus masuk bengkel. Aku mengerutkan dahi saat melihat mobil Audi8 tadi pagi kembali terparkir didepan lobby kantor.

"Hai." Aku tesentak karena sapaan itu. Deru napas si pemanggil sangat terasa dibelakang telungaku. Membuat darahku berdesir. Saat kurasa sudah menjauh,aku membalikan badanku dan terlihatlah pria tadi pagi. Kakak dari Reina.

"Mau apa kamu disini?!" Tanyaku dengan nada sedikit tinggi.

"Wow,santai saja, Nona manis. Aku hanya mau memastikan, bahwa aku tidak salah orang. Dan ingin mengajakmu pulang bersama." Ajaknya dengan santai. Dia pikir aku mau?!

"Tidak. Tidak akan pernah!" Bantahku. Aku langsung menjauh darinya tapi sayangnya tanganku ditahan dengan mudah.

"Lepas!" Rontaku dengan sekuat tenaga, tapi tetap saja tenagaku kalah banyak dengannya. Tanpa basa-basi lagi, dia langsung mendesakku naik kedalam mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Membuatku kerangat dingin.

"Berhenti! Berhenti disini! Aku mau turun!" Teriakku sambil mengguncangkan bahunya. Tidak peduli jika kami akan menabrak sesuatu.

"Kau bisa membuat kita mati bersama, sayang." Aku membelalakan mataku mendengar ucapannya.

"Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikan itu!"

"Itu panggilan sayangku, Tha." Aku memukul bahunya lebih keras lagi.

"Berhentikan mobilnya, Reza!!!"

Tbc...

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang