Prolog

13 3 0
                                    

Cinta yang salah, atau kita yang salah?

.
.

Aku, kamu, dan semua ini adalah milik-Nya. Atas seizin-Nya kita bisa bertemu dan atas seizin-Nya pula kita bisa berpisah.

Dia bertanya. “Mengapa ada rasa sakit yang tercipta dari sebuah perpisahan?”

Aku terdiam sejenak lalu bertanya balik. “Mengapa kamu menyambut pertemuan ini jika tidak siap dengan perpisahan? Bukankan setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan?”

Kini dia menatap manik mataku mencoba mencari tahu. “Lalu mengapa engkau menyambut dengan gembira perpisahan yang seharusnya menyedihkan ini?”

Apakah benar aku bahagia atas perpisahan ini?
Bagaimana mungkin?

“Aku butuh jawaban darimu, Habeeba.”

Aku menghela nafas, menetralkan perasaan yang sedang membuncah, dengan tegas akhirnya aku angkat suara. “Bagaikan sebuah pewarna yang dicampurkan ke dalam sebuah air, semakin banyak pewarna tersebut semakin pekat pula warna yang tercipta. Begitu pula cinta, semakin lama bersama semakin dalam pula rasanya, semakin terasa indahnya, bagai narkotika yang membuatmu ketagihan. Hingga membuatmu melupakan sesuatu yang seharusnya diprioritaskan. Mencintai sang Ilahi, merindu kepadaNya, berserah hanya kepadaNya.”

Tak sadar bulir bening terjatuh secara bergilir dari mataku. Dia pun tersenyum sambil menatap ku teduh. “Aku tahu, perasaan tidak pernah berdusta. Kamu mencintaiku, begitu pula denganku. Aku menitipkan cintaku kepada langit, alam semesta mendengar setiap doaku di sepertiga malam.”

“Cinta yang aku miliki sekarang tidaklah salah, semua ini anugrah dari sang Ilahi. Yang salah adalah aku, telah menempatkan cinta ini dengan cara yang salah. Jika memang jodoh selambat apapun waktu berjalan, kita pasti akan bertemu lagi, Terimakasih dan maaf untuk semuanya. Assalamualaikum,” tuturnya.

Aku menelisik sorot matanya yang sendu, kepalanya menunduk, kedua tangannya menyatu, memberi salam terakhir. Sambil menahan isak, aku pun membalas salam nya
“Wa’alaikumsalam….”

Setelah kepergiannya, akhirnya air mataku mengalir deras. Aku pernah mendengar kalimat ‘jangan main api jika tak ingin terbakar’ ternyata inilah rasanya. Bermula dari rasa pernasaran,
berubah menjadi rasa suka dan terjebak dari hubungan yang dilarang oleh-Nya.

•• JABAL RAHMAH ••

Tempat suci yang menjadi titik pertemuan Nabi Adam as dan Siti Hawa setelah terpisah selama 40 tahun.

Siapa yang tau? Semua sudah di tentukan oleh sang-Ilahi. Sejauh apapun dirinya, sesulit apapun situasinya, jika dialah nama yang tertulis di Lauhul Mahfudz, Kalian pasti akan dipertemukan di tempat seindah Jabal Rahmah.

.
.
.

Start on 24 June 2021
Created by Sylaff_lia

Jabal RahmahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang