Robin

38 10 4
                                    

~Happy reading



~~~**~~~

"GUE BILANG BANGUN BANGS*T!"

Adel tersentak mendengar bentakan keras itu. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Dengan kaku Adel mengangkat kepalanya menghadap pemuda yang menatapnya geram.

Bagus.

Sekarang dirinya malah terlibat dengan orang yang paling bermasalah seantaro sekolah. Tidak ada yang lebih buruk selain berurusan dengan seorang Ghifari Chayden.

Ingin sekali Adel memutar waktu kembali, agar tidak mengulangi kejadian yang sama. Tapi sayang dia bukan Nobita yang bisa menggunakan kantong ajaib Doaremon sesuka hati.

Alhasil gadis berponi itu hanya bisa merutuki kecerobohannya yang menjebloskannya ke dalam masalah ini. Apalagi saat kedua iris hijau dedaunannya menangkap hampir seluruh kemeja putih yang Ari pakai dan lengan kanan laki-laki itu sudah dikotori oleh jus alpukat yang terlihat sangat lengket, Adel tidak yakin kehidupan sekolahnya setelah ini akan baik-baik saja.

Adel segera bangkit menyingkir dari kaki laki-laki itu. Kemudian tangannya merogoh isi tas yang masih terbuka lebar di pundaknya, mencari sebuah sapu tangan yang selalu dia bawa untuk membersihkan lengan Ari.

Tangan kanannya tak kunjung menemukan apa yang dicari. Tak hanya itu, bahkan Adel merasakan sebagian isi tasnya yang menghilang. Ketika mengedarkan pandangan, ternyata barang-barangnya jatuh berceceran di atas lantai.

Bola matanya bergerak liar berusaha mencari benda yang sedari tadi dicarinya. Adel baru akan mengambil sapu tangan yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri sebelum kerah bajunya ditarik secara tiba-tiba.

"Maksud lo apa, ha?!" suara bass yang dikeluarkan Ari dengan nada penekanan membuat siapa pun yang mendengarnya merinding. Kedua tangan kekarnya mencengkram erat kerah kemeja Adel hingga tubuhnya sedikit terangkat.

Orang-orang mulai berkerumun di sekitar, tanpa ada yang berani menolong si perempuan malang tersebut. Tentu saja, siapa yang mau berurusan dengan berandalan yang tidak pernah pandang bulu dalam menghajar orang.

"M-maaf, gue gak sengaja." Adel mencicit pelan. Dia tidak tahu sudah semelas apa wajahnya saat ini.

"Apa? GAK SENGAJA LO BILANG?!" rahang laki-laki bersurai hitam legam itu mengeras, guratan vena pun tercetak jelas di pelipisnya.

Liquid bening menggenang di pelupuk mata Adel ketika dirinya merasakan cengkraman di kerahnya semakin erat. Demi apa pun, ia benar-benar takut dengan pemuda yang ada tepat di depan matanya.

"Woi! Bisa gak sih gak usah kasar ke cewek?"

Semua pasang mata menatap kagum pada seorang perempuan yang berani membuka suara dengan lantang, tanpa ada yang tahu gadis berambut panjang itu pun sedang berjuang mati-matian melawan rasa takutnya.

Qilla berjalan menuruni tangga. Matanya menyipit menatap Ari yang balas menatapnya tak kalah tajam.

"Kayak banci lo, tau gak?" Qilla melanjutkan perkataannya.

"Urusan gue sama nih cewek, bukan sama lo." Ari berujar dingin tanpa melepaskan cengkramannya.

"Adel sahabat gue. Dengan lo berurusan sama dia, berarti urusan lo sama gue juga!"

Ari menggulirkan bola matanya muak. Malas meladeni ucapan Qilla, dia pun melepaskan cengkraman tangannya di kerah kemeja Adel dengan kasar seraya mendorongnya keras hingga gadis itu jatuh terduduk.

"Urusan kita belum selesai, inget lo!"

Glek

Adel menelan ludah melihat Ari yang melenggang pergi meninggalkan koridor dengan langkah lebar. Orang-orang yang sedari tadi memperhatikan pun ikut meninggalkan tempat kejadian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARIADELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang