Lelaki tinggi berwajah tampan itu masuk ke dalam kamar apartemennya dengan suasana hati yang tak karuan. Raut wajah lesu, pikiran campur aduk, dan tatapannya yang tak fokus. Dirinya tak bersemangat ketika harus menghadapi sikap terakhir Leya saat di pasar malam tadi. Jika ditanya, apakah Jema kecewa? Sangat.
Jema menjatuhkan tubuhnya begitu saja ke atas kasur. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan setengah kantuk. Pikirannya tak berhenti berpikir soal kejadian tadi. Dan ketika ia membalikkan tubuhnya ke kiri, netranya sontak melihat sebuah bingkai foto yang terletak di atas meja nakas. Foto tersebut memperlihatkan swafoto tiga orang. Leo, Leya, dan juga Jema yang saling tersenyum di kampus mereka pada satu tahun yang lalu.
Senyumannya reflek mengembang ketika melihat foto tersebut. Banyak sekali kenangan indah yang diciptakan oleh tiga remaja beranjak dewasa tersebut sebelum keadaan menjadi pahit. Tetapi senyumnya pudar begitu saja saat pikirannya tertuju pada permintaan Leo ketika memintanya untuk datang beberapa bulan lalu.
Dirinya membatin, "Gue belum bisa mengabulkan permintaan Leo supaya Leya dapat jatuh hati sama gue. Bahkan sekadar membuat posisi Leo tergeser dari hati Leya sedikit pun gue nggak bisa."
"Jema, sadar diri dong! Leya itu cinta banget sama Leo." Lelaki itu bergumam dalam kesendiriannya. Jema sadar, semakin ia membantu sepasang kekasih itu maka rasa sakit dari mencintai dalam diamnya akan semakin terasa. Membantu menghibur Leya dari rasa sedihnya dan memberikan semangat. Juga, menuruti permintaan Leo untuk membuat Leya jatuh hati padanya. Agar saat pemuda itu pergi Leya tak akan merasa begitu kehilangan.
"Argh cinta rumit banget! Mendingan gue nikahnya sama matematika aja yang nggak rumit sama sekali!" Jema mengacak rambutnya frustasi, ia lelah dengan masalah cinta yang menimpanya.
Kembali ia terbelenggu dalam diam, tanpa sadar setetes cairan bening terjatuh dari pelupuk mata. Seakan-akan Jema sedang berada di titik terlemahnya. Karena ingin menyerah saja rasanya dari harapan yang selama ini ia jaga. Harapan bahwa Leya bisa membalas cintanya. Cinta yang tulus. Cinta yang tidak hanya timbul dari satu belah pihak. Tapi dirinya tak memiliki kuasa untuk menjauhkan Leya dari Leo sepenuhnya. Batinnya sudah lemah mengatasi perihal hubungan ataupun perasaan ini.
Dalam diri Jema, muncul keinginan untuk menjelaskan semua yang terjadi sebenarnya. Ia akan pergi menuju rumah sakit untuk menemui Leo.
Melirik jam yang berada di nakas, jarum panjang jam tersebut mengarah pada angka sembilan. Membuat pemuda itu beranjak pergi tanpa mempedulikan rasa kantuknya. Jema pergi dengan mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Pikirannya sedikit kalut. Sampai nyaris saja menabrak orang yang sedang menyeberang hingga rem mobilnya berdecit kasar.
Jema pun menatap syok apa yang terjadi barusan. Matanya melotot melihat penyebrang di hadapannya, apakah ia baik-baik saja atau tidak.
Ternyata masih baik-baik saja. Tidak lecet atau tergores sedikit pun. Jema menyatukan kedua tangannya. Bermaksud meminta maaf pada orang tersebut dari dalam mobil. Orang yang nyaris ditabraknya pun menundukkan kepala sejenak—memaafkan perbuatan Jema.
Jema membuang napasnya kasar. Rasa panik masih tersisa dalam hatinya sebab kejadian barusan. Tapi cepat ia lupakan karena mengingat tujuan utamanya untuk menemui Leo di rumah sakit.
Kaki kanannya menginjak pedal gas dengan mantap dan lebih berhati-hati. Mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. Jarak menuju rumah sakit pun tinggal 3 kilometer lagi jauhnya.
Akhirnya, dengan kecepatan sedang tersebut, Jema telah sampai di rumah sakit selama dua puluh menit di perjalanan.
Jema keluar dari mobilnya dan menuju kamar Leo dengan menggunakan lift terlebih dahulu ke lantai empat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save My Youth | Mark vs Jaemin
FanficBerisi tentang Birthday Project; • MJ Project; Mark & Jaemin Naskah oleh penulis dari keluargadrimis, copyright 2021 Cover by @lullabynaa