Waktu terus berjalan semenjak Leo menjalani kemoterapinya. Perlahan demi perlahan tubuhnya mendapat efek dari pengobatan yang dijalaninya. Leo terdiam, netranya menatap lurus ke helaian rambut yang ada dalam genggamannya.
Helaan napas keluar untuk yang kesekian kalinya. Pemandangan seperti ini bukanlah hal baru untuk Leo. Selain mulai kehilangan mahkota di kepalanya, Leo juga harus menelan fakta yang sangat pahit jika daya tahan tubuhnya menurun pasca kemo.
Kini hanya redup yang menguasai wajahnya tanpa ada binar kebahagiaan. Rasanya begitu menyakitkan jika dia harus berjuang melewati semua ini. Ingin murka pada semesta pun ia tak sanggup karena takdirnya memang harus seperti ini.
Jujur saja, Leo lelah. Namun ia teringat jika kekasihnya selalu memberikannya semangat untuk bertahan dan melewati semua ini. Tentu saja rasa bersalah kembali menggerogotinya.
Bagaimana bisa ia pergi dan meninggalkannya?
Apa Leo sekarang adalah kekasih yang buruk karena takut jika suatu saat ia tak dapat menepati janjinya pada Leya?
Leo harus bertahan demi Leya.
"Tapi, apa aku bisa?" Leo meremat seprei di sisi tubuhnya.
Pandangannya tak lepas dari langit biru di balik jendela kamarnya. Lagi-lagi helaan napas itu keluar dari bibirnya. Karena berada di dalam ruangan ini sendirian, Leo jadi berpikir buruk tentang dirinya sendiri.
Suara ketukan di pintu membuat Leo mengalihkan atensinya. Merasa bersyukur karena, lamunannya teralihkan sehingga ia tidak berpikir yang macam-macam untuk sementara waktu ini. Setelah mempersilahkan masuk, rupanya Leya-lah yang datang berkunjung.
Kesayangannya itu datang dengan wajah cerah seperti biasanya. Ini adalah salah satu yang menjadi kesukaannya dari apa yang ada dalam Leya itu sendiri. Gadis itu akan selalu memberi warna dalam hidupnya yang mulai meredup. Gadis itulah sumber untuknya terus bersemangat agar bisa sembuh.
"Gimana kabar kamu hari ini?" Leya bertanya saat dia mengganti bunga yang ada di meja nakas dengan bunga yang baru.
"Baik kok. Kamu sendiri gimana?" Leo tersenyum saat Leya menoleh ke arahnya. "Tadi kuliah?"
Leya mengangguk lalu mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sebelah ranjang Leo. Gadis itu menarik sedikit kursi tersebut untuk mendekati Leo sebelum menjawab pertanyaan dari kekasihnya. "Aku juga baik. Semoga kamu bener sedang baik-baik aja ya?" Leya mengerucutkan bibirnya. "Profesor Buya tiba-tiba nggak dapat menghadiri kelas. Jadi nggak ada kelas hari ini."
Leo mendengus geli ketika melihat ekspresi kesal dari Leya yang malah terlihat lucu untuknya. "Lalu kenapa kamu malah terlihat kesal sekali?"
Gadisnya menghela napas, sebelum tangannya dengan lancang menggenggam tangan kanan milik Leo yang menganggur di sisi tubuhnya. Tapi tidak apa-apa, Leo menyukainya. Leo menyukai debaran di dadanya yang disebabkan oleh perlakuan tiba-tiba dari Leya.
"Ya kesel, kalau aku tau beliau nggak ngajar hari ini, aku bisa lebih cepet ketemu sama kamu 'kan."
Sementara jemari tangan kanannya sibuk dimainkan Leya, tangan kiri yang menganggur ia manfaatkan untuk mencubit pipi Leya main-main. Meskipun dirinya yakin cubitan main-main itu tak terasa seperti mencubit karena, tenaganya sudah kian menipis.
"Kamu 'kan terlalu sering datang menjengukku. Kalau seperti ini, nanti kamu kehilangan waktumu untuk bermain dengan teman-temanmu." Leo terkekeh pelan ketika selesai mengucapkannya.
Niat untuk membiarkan Leya menghabiskan waktu dengan teman-temannya malah dianggap lain oleh gadis itu. Dengan mata yang sebentar lagi ingin menangis, Leya bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save My Youth | Mark vs Jaemin
Fiksi PenggemarBerisi tentang Birthday Project; • MJ Project; Mark & Jaemin Naskah oleh penulis dari keluargadrimis, copyright 2021 Cover by @lullabynaa