[3] mistis

141 41 16
                                    


Hobiku mengoleksi novel, hasil koleksi koleksiku aku bawa beberapa dan meletakkannya di bagian depan koper. Itu untuk menghiburku dikala bosan menghadang. Aku memilih satu novel misteri. Namun, tampaknya aku salah membeli novel. Aku bukan tipe orang yang suka membaca cerita misteri. Ketika aku hendak menutup novel itu kembali, sebuah tangan menghalangiku. Namun, tangannya bukan tangan biasa. Tangan dengan kuku runcing panjang dan pecah pecah. Darah berlumur dari balik daging kuku miliknya. Tangan itu juga tampak hitam dan keriput. Aku membesarkan mataku kaget. Jantungku kembali berdegup kencang. “ku harap ini mimpi, ini pasti mimpi!”

Aku memejamkan mataku saat tangan itu perlahan mengganti halaman novel yang aku pegang. Aku ingin teriak. Sungguh ingin teriak. Hanya seenggok tangan. Hanya tangan yang bergerak. Aku menutup mataku. Aku tak tahan lagi. Aku tak tahan lagi! Akhirnya aku teriak. “Aaaaa!!!”

Seseorang menjitak kepalaku. “woy woy! Aku dari tadi nanyak. Ini novel beli dimana? Boleh aku pinjam gak?” ucap El. Ternyata itu hanya khayalan ku saja. Itu cuma El. El sepertinya tertarik pada novel yang aku pegang. Aku memberikannya.

Kemudian aku mengambil selimut dan memakainya. Menggulungkan selimut itu ke seluruh badanku. Badanku gemetar. Aku memeluk diriku sendiri. Aku hampir mati karna ketakutan. Kenapa hanya terjadi padaku. Siapa satu orang lagi?

El yang dari tadi melihatku yang gelisah menatap kearahku. “kamu kenapa?”

Aku juga menatap El. Aku gemeteran menggigil. “a-aku gak mau jadi orang yang dipilih itu! Gak mau!”

El menolot kearahku. “kamu? Kamu orang yang dipilih? Trus kenapa di perjalanan tadi kamu gak ketakutan atau semacamnya?” bisik El ke telinga pucatku.

“aku ketakutan! Aku sungguh ketakutan! Sejak di perjalanan tadi aku merasakan hal aneh. Kamu yang ingin dipilih kan? Apa bisa posisi kita di gantikan?” ucapku bener bener takut. Wajahku pucat pasi. Serta badanku terasa sangat dingin.

“ya... Bisa sih,” ucap El.

Aku bersemangat menukar posisi. “gimana? Gimana caranya?!” ucapku dengan keras hingga terdengar oleh Ray siswa pendiam yang sekamar dengan kami itu.

Karna Ray adalah siswa pendiam dan tak banyak bicara. Ray hanya mengabaikan apa yang kami bicarakan. Ray menutup telinganya dengan bantal dan tidur.

“jadi kamu mau aku menggantikan posisimu? Aku sih gak keberatan akan hal itu. Dengar, dikatakan disini orang yang terpilih menggantikan si indigo ahli setan itu dengan sendirinya akan berjalan ke gedung tua yang aku katakan tadi pagi. Tetapi, dalam keadaan tak sadarkan diri. Waktunya saat bulan purnama jika tanpa ditutup awan sedikitpun. Artinya jika bulan purnama muncul dengan sempurna. Orang yang terpilih itu tanpa sadar pergi ke gedung tua itu. Di gedung itulah dia akan menjadi seorang indigo dengan sempurna. Jika aku mau mengganti posisimu aku yang harus ke gedung tua itu sendirian. Tapi sayangnya malam ini tidak ada bulan purnama. Maka, aku, ataupun kamu gak akan menjadi orang terpilih itu. Berdo'a saja semoga selama kita berada disini bulan purnama gak akan pernah ada,” jelas El panjang lebar sembari melihat layar handphone nya.

Aku menghela nafas panjang. Aku bersyukur karna bulan purnama hari ini tidak ada. Maka tak ada siapapun yang akan menjadi orang terpilih itu. Aku mulai lega. Aku yakin dari hari ini dan hari seterusnya takkan ada bulan purnama karna musim hujan dan mendung. Aku tak perlu khawatir mau aku terpilih atau tidak. Pengganti indigo itu takkan ada.

“hm, El. Kayaknya udah waktunya untuk tidur. Aku akan memanggil Mona di kamar sebelah,” ucapku beranjak dari kasur. El hanya mengangguk mengiyakan.
***

Tok, tok, tok.
Aku mengetuk pintu kamar mereka. Sunyi tanpa suara. Tak ada yang menyaut ataupun membukakan pintu.

Tok, tok, tok.
Aku mengetuk untuk kedua kalinya. Hanya terdengar teriakan teriakan kecil mereka.

Tok, tok, tok.
Untuk yang ketiga kalinya aku benar benar kesal. Harusnya salah satu diantara mereka membukakan pintu. Aku mengetuk agak keras agar mereka mendengar. Akhirnya kesabaran ku pun hilang lalu berteriak dan memicingkan mata “woy! Mona mau tidur. Buka pintu--”

Bruk. Aku terjatuh. Basmalah atau sering di panggil Mala itu melemparku dengan sebuah bantal. Lemparannya cukup keras. Sandrina, Aqeela, dan Quin juga menatapku sinis tak suka. “sabar woy! Kami lagi mendengar cerita horor dari adikmu!” ucapnya kasar. Pantas saja teriak teriak. Ternyata mereka lagi cerita horor.

Mona pun keluar sambil memegang bonekanya dan tersenyum. “udah waktunya tidur ya?” ucap Mona. Aku mengangguk sambil memegangi kepalaku yang sakit akibat di lempar bantal.

Mona pun membantuku bangkit. “dadah kakak kakak semua. Mona bobo dulu,” ucap Mona melambaikan tangan.

“besok Mona akan ceritakan yang lebih seram,” bisik Mona kepada mereka aku mendengarnya.

Akhirnya kamipun kembali ke kamar nomor 03. Aku mempersilahkan Mona masuk duluan. “cepet, dah malam banget. Kak Al juga udah ngantuk.”
***

.
.
.
Heyo, masih betah sama cerita saya??

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang