Dalam Waktu, Sembuh Turut Utuh

59 3 0
                                    

Bicara tentang luka dan kembali pulih, tentu Kita akan terus membawa waktu diantaranya. Menyerahkan kepada waktu yang bekerja untuk luka-luka ini kembali pulih bahkan sembuh. Lupa menyertakan upaya diri untuk mau melangkah dalam usaha penyembuhan yang tak mudah dan rasanya perlu diketahui bahwa, sebanyak atau sejauh apapun waktu berlalu, luka akan tetap meminta upaya diri dalam penyertaannya membasuh kembali.

Tentang waktu dan tujuh tahun, perkara angka tak bisa menjadi ukuran. Bagaimana mungkin sebuah angka yang berubah sedemikian banyak dari tahun ke tahun mampu menyembuhkan sebuah cerita tentang luka yang masih saja terasa. Karena bahkan letak bahagia dan sedihnya masih amat sama. Persis ketika rasa pertama kali itu mulai membasuh, sebuah hati yang dimiiliki namun tercederai oleh seseorang yang mengaku amat mencintai.

Waktu tidak pernah berjanji untuk membuat lupa, menghapus bahkan menghilangannya. waktu hanya sedang dan senang bermain dengan harapan yang sering kali Kau gantungkan pada sebuah hubungan. Dan lucunya, Kamu justru riang dengan setiap permainannya, berlomba untuk siapa yang jadi juara untuk terlihat mana yang lebih bahagia. Lalu Kamu beserta kenangan yang jadi pemenang yang berfatamorgana seolah benar adanya.

Hari ini naskah novelku dilirik oleh salah satu penerbit, akhirnya novelku bertemu dengan gerbang pertama lahirnya untuk disenangi oleh banyak orang. Setelah mendapat email dari penerbit, Aku diminta untuk datang ke gedung penerbit untuk dipertemukan dengan editor yang bertugas untuk menyunting naskahku.

Setibanya aku di gedung yang tinggi dan begitu gagahnya Aku diminta menunggu di ruang tunggu. Aku sudah menunggu cukup lama di ruang tunggu agar dapat bertemu dengan editorku, karena editor yang akan menyunting naskah novelku sedang menerima panggilan dari salah satu pimpinan redaksi. Mba Karisma, seorang resepsionis yang memintaku untuk menunggu editorku agar menyelesaikan telponnya terlebih dahulu, akhirnya memintaku untuk masuk ke sebuah ruangan yang berisikan kubikel-kubikel tempat dimana editor naskah berkumpul disatu ruangan tersebut. Aku diberitahu oleh mba Karisma untuk menemui salah satu editor yang keberadaan kubikelnya dekat dengan jendela. Mba Karisma memberitahu bahwa nama dari editor ku adalah Ar, Mas Ar.

Aku pun langsung segera membuka pintu dan menuju ke kubikel yang berada di dekat jendela, hanya ada dua kubikel yang berada di dekat jendela, satu kubikel berisikan seorang perempuan dan kubikel yang satunya kosong. Aku bertanya kepada seorang perempuan yang berada di kubikel sebelah, yang kini sedang berkutat dengan layar komputernya.

"permisi mba, maaf mengganggu, mas Ar nya dimana ya?" tanyaku sedikit kikuk.

"oh mba Tsabil ya? Yang naskahnya mau diedit?. Kata mas Ar tunggu aja dulu ya, Dia tadi buru-buru untuk ketemu sama Pak Timo" jelasnya. "tunggu aja di kubikelnya, di sana ada dua kursi kok" lanjutnya memberikan tanda agar aku segera pergi sambil menunjuk ke kubikel sebelah.

"makasih ya mba" ucapku langsung menuju ke kubikel sebelah begitu mendengar ucapan balas terimakasih darinya.

Aku menunggu lebih dari 10 menit tapi juga tak segera ditemui, karena Aku bosan menunggu hanya sekedar duduk-duduk ditempat saja, Aku meletakkan tas dan naskahku dikursi sementara Aku berdiri dan melangkah ke arah jendela. Terpaku dengan pemandangan ibu kota yang terlihat begitu lebih hidup dari tempatku berdiri saat ini. Karena Aku terlalu takjub dengan pemandangan yang berada di depan mataku, hingga tidak menyadari sebuah langkah kaki sedang menujuku.

"dari sudut yang terluka, menarik". Ucap seorang laki-laki yang suaranya tidak asing di telingaku. Tubuhku membeku, memikirkan kemungkinan Aku bertemu kembali dengan seseorang yang sudah lama tidak Aku jumpai, seseorang yang aku lihat terakhir kalinya 7 tahun lalu, dan semenjak itu Aku hanya tahu bahwa orang tersebut sedang menempuh kuliah di kota Kembang Bandung, Aku tidak tahu bahwa dia kini sudah kembali ke Jakarta, kembali menemui hidupku. Aku berusaha untuk meyakinkan diriku agar berbalik memastikan pikiran konyolku tentang bertemu kembalinya Kami. Begitu Aku berbalik arah, semuanya berputar kembali. Kenangan 9 tahun lalu, berkelibat begitu sempurnanya. 

ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang