Prolog

164 18 0
                                    

Jakarta, 01 April 1993

Ceklek....

"Oh kau... Duduklah dulu," ucap seorang pria yang sedang mengerjakan sesuatu dengan kertas-kertas yang berserakan di meja kerjanya, dilengkapi dengan kacamata berwarna cream bertengger sempurna di hidung mancung miliknya.

Pria yang disuruh duduk tadi menurut. Meletakkan koper hitam kecil yang ia bawa tadi ke atas sofa di samping tempat duduknya.

"Bagaimana Kak? Apakah kau sudah menyusun semua rencananya?" tanya pria yang lebih muda sambil membuka koper miliknya.

Sebelum menjawab, suara ketukan pintu lebih dulu mengalihkan atensi mereka.

Tokk... Tokk... Tokk...

"Masuklah."

Ceklek....

"Permisi Tuan. Ini minuman Tuan," ucap wanita paruh baya yang sedang berdiri di ambang pintu, membawakan sebuah nampan yang berisikan dua cangkir minuman sambil membungkuk hormat ke arah dua pria di depannya.

"Letakkan saja di atas meja," perintah pria yang lebih tua dengan pandangannya yang tak beralih sama sekali dari kertas-kertas berserakan di meja kerjanya.

"Baik tuan."

Wanita paruh baya atau juga bisa disebut pelayan itu meletakkan kedua cangkir minuman yang ia bawa tadi ke atas meja, sesuai dengan perintah tuannya.

Setelah selesai menaruh dua cangkir itu, ia membungkuk hormat dan segera pergi ke luar sambil membawa nampan di tangannya, tak lupa menutup pintu kokoh itu dengan pelan.

Menatap lawan bicaranya sebentar. "Minumlah dulu. Jangan terlalu terburu-buru," ucap pria yang lebih tua. Setelah itu ia kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Lawan bicaranya itu berdecak malas, ia mengeluarkan sebuah laptop dari koper miliknya.

Lawan bicaranya itu berdecak malas, ia mengeluarkan sebuah laptop dari koper miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku kemari bukan untuk meminum Americano. Aku kemari hanya ingin membicarakan langkah selanjutnya denganmu Kak!"

Menatap lawan bicaranya yang kesal membuatnya terkekeh. "Kau ini tidak pernah berubah, minumlah dulu."

Yang lebih tua tidak berhenti menulis sejak tadi, sesekali ia mencoret-coret atau bahkan membuang kertas yang isinya tidak sesuai dengan keinginannya.

Yang lebih tua sedikit mendongak menatap ke arah depan. "Apakah kau tidak haus?" Ketika yang lebih muda ingin menjawab, yang lebih tua dengan cepat melanjutkan ucapannya.

"Dan apakah kau tidak kasihan kepada pelayanku yang sudah tua? Ia bersusah payah membuatkanmu secangkir Americano tadi, kalau kau lupa."

"Baiklah, aku akan meminumnya." Mendengus kesal, yang muda akhirnya mengalah dan meminum secangkir Americano miliknya.

"Sedikit lagi semua akan selesai," ucap yang lebih tua, tangannya masih bergerak lincah mencoret-coret kata demi kata di sebuah kertas dengan pena ditangannya, tanpa menatap lawan bicaranya di depan.

Our Home | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang