Selamat tinggal rumah

74 10 0
                                    

Jakarta, 29 November 1993

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 29 November 1993

"Baik anak-anak, pelajaran kita hari ini cukup sampai di sini." Semua murid mulai membereskan alat tulis mereka masing-masing.

"Tugas kalian jangan lupa dikerjakan. Sampai ketemu di hari berikutnya dan, sampai jumpa semua." Setelah menyusun buku yang ia bawa, guru itu segera pergi dari kelas.

"Sampai jumpa Bu," sahut anak-anak muridnya.

Setelah selesai membereskan alat tulis, para murid berhamburan keluar kelas karena waktu sudah menunjukkan jam pulang, dan beberapa dari mereka masih ada yang membereskan alat tulis atau sekedar menunggu jemputan di dalam kelas.

"Kamu sudah ngerjain PR dari Bu Dahyun?" tanya salah satu siswa ke teman sebangkunya.

"Sudah, tinggal nulis nama dan kelas aja," jawab teman sebangkunya.

Siswa itupun melongo tak percaya. "Serius?! Rajin banget. Aku aja baru nulis tiga soal, dan soal yang dikasih Bu Dahyun itu nggak bisa dibilang sedikit, mana susah lagi nyari jawabannya," Gerutu siswa itu dengan muka masamnya.

"Makanya belajar," kata teman sebangkunya sambil memasukkan buku tulis terakhir ke dalam ransel berwarna hitam miliknya.

"Belajar? Lebih baik lari keliling lapangan daripada mempelajari buku setebal itu."

"Ya terserah kamu. Yang bodoh juga nantinya kamu karena malas belajar." Teman sebangkunya itu pun pergi begitu saja sambil menenteng ranselnya ke luar kelas.

"Eh tungguin!!" pekik siswa itu, ia segera membereskan beberapa alat tulisnya yang masih tergeletak di atas meja, setelahnya ia segera menenteng ransel dan bergegas keluar kelas untuk mengejar teman sebangkunya itu.

Ia berlari, matanya menatap kesana-kemari mencari sosok temannya dari lantai dua. Ternyata temannya itu sudah berada di bawah, terlihat ia sudah berdiri di depan gerbang sekolah ikut menunggu jemputan seperti murid yang lain.

'Cepat sekali dia,' pikirnya.

Tanpa berpikir panjang ia segera berlari menyusul temannya dan ikut menunggu jemputan bersama.

Pukk...

Siswa tadi menepuk pundak teman sebangkunya. "Kena-pah... Ka-muh... Ninggalin... Akuhh?!" Ia mengatur nafasnya sebentar.

"Mana jalannya cepat banget lagi! Huh... Capek tau nggak nyusul kamu!" gerutunya sambil menatap kesal ke arah temannya.

Yang di tatap hanya mengangkat kedua pundaknya acuh. "Siapa suruh kamu lambat," jawabnya dengan santai.

Sedangkan siswa tadi menatap datar ke arah temannya itu, moodnya hilang kalau sudah berhadapan dengan mode temannya saat ini.

Entahlah, terkesan cuek dan tidak peduli. Bahkan kepada temennya sendiri.

Our Home | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang