Bye-bye home

98 14 1
                                    

Jakarta, 30 November 1993

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 30 November 1993

"Yes momy. Have a nice day!"

".....…"

"Love you too momy."

Tut.....

Pemuda tadi memasukkan kembali telepon genggam miliknya ke dalam saku celana.

Ia menarik koper biru navy miliknya ke stasiun kereta api bawah tanah dan menunggu kereta yang akan ia tumpangi berikutnya. Ia sedikit meregangkan otot-otot tubuh yang sempat terasa kaku.

Lelah, itu yang ia rasakan sekarang.

Hari ini perjalanannya terasa sangat melelahkan sampai otot-otot tubuhnya ikut menegang akibat terlalu lama duduk.

Tinggal menaiki kereta api selanjutnya dan menelpon supir pribadi milik keluarganya setelah itu ia akan beristirahat seharian penuh untuk mengembalikan energi yang habis terkuras hari ini.

Tidak lama kemudian kereta api yang ia tunggu telah tiba, ia menarik koper dan ikut berbaris menunggu giliran masuk seperti penumpang yang lain. Ia segera mendudukkan diri ke salah satu kursi yang ia pesan.

Sekarang matanya terasa berat, melakukan perjalanan berjam-jam membuat dirinya kehilangan waktu istirahat dan tidur yang cukup.

Ketika ingin terlelap ia melihat seorang pria tua, entah kenapa dianggap orang sekitarnya adalah hal yang sangat menjijikkan, cara mereka memandangnya itu sangatlah tidak pantas untuk ukuran seorang pria yang sudah tua.

Ya mungkin penampilannya terlihat sangat kacau dan acak-acakan, tapi kenapa orang sekitar justru menjauhi pria tua itu?

Lihatlah bahkan ada yang sengaja menaruh barang bawaan mereka ke kursi kosong di samping tempat yang mereka duduki agar pria tua itu tidak duduk disebelah mereka.

Ia memanggil kakek tua itu. Menuntun pelan dan membawa kakek itu ke kursi miliknya, serta dengan berbaik hati menawari kakek itu makanan yang tadi sempat ia beli.

Orang di sekitar memandangnya dengan tatapan aneh, oh ayolah dia hanya seorang kakek tua yang berpakaian dekil.

Jika saja ia tidak sedang menyamar agar identitasnya tidak diketahui oleh penggemar, sudah dapat dipastikan semua orang yang berada di gerbong kereta api itu akan berpura-pura baik untuk mendapatkan perhatiannya.

'Cuih...itu bahkan lebih menjijikkan,' pikirannya.

"Terimakasih Nak," kata sang kakek.

"Sama-sama Kek, Kakek perlu apa? Biar saya belikan. Tenang saja saya membawa uang yang banyak kok Kek." Pemuda itu setia menawari sang kakek barang ataupun makanan yang mungkin akan ia butuhkan nanti, karena tadi kakek itu sempat bilang padanya bahwa setelah ini ia akan melakukan perjalanan lagi menggunakan kereta berikutnya.

Our Home | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang