"Heh! Kebo bangun lo, udah jam 7 lo masih aja molor. Sekolah sana, banggain Ibu lo ini." Ibu-ibu berdaster khas ibu rumah tangga datang berkacak pinggang di samping kasur tempat gadis yang masih setia memejamkan matanya tertidur dengan gaya yang sangat tidak aesthetic. Dengan kaki yang sudah di bantal, selimut yang acak-acakkan, dan rambut yang sudah seperti singga.
"Aduh, Bu. Apaan sih pagi-pagi udah ribut aja lagi?" Gadis itu malah melemparkan guling yang di jadikan bantal ke arah ibunya.
"Kurang ajar ya lo jadi anak, gw kutuk juga lo jadi malin kandung," cerocos ibu ketika anak gadisnya malah mengalunginya guling. "Mandi ga lo, kalo kagak gw buangin semua album sama komik lo," lanjut ibu lalu keluar dan sedikit membanting pintu kamar.
Seketika mendengar benda kesayangannya akan dibuang semua, Jingga Araia Putri Triayasna atau kerap disapa Jingga langsung bangun dan segera menuju kamar mandi. Berbeda dari gadis lain, Jingga ini termasuk gadis yang cuek mengenai penampilannya hanya saja mukanya sangat mendukung. Garis wajah yang mirip orang timur, yang membuat banyak temannya salah kaprah melihat Jingga seperti melihat sultan dari negeri antah berantah.
Bahkan ketika masuk SMA, banyak teman sekelasnya yang segan untuk mendekatinya karena mereka sangka dia anak orang kaya yang tidak mau bergaul dengan kaum seupai seperti mereka. Nyatanya, punya rumah dua lantai aja boro-boro yang penting masih bisa pulang dan tidur dengan nyaman, babehnya hanya seorang pensiunan guru SMP yang sekarang kerjaannya hanya mancing, duduk di kursi depan rumah, atau menganggu ibunya yang jika berteriak sudah seperti mengalahkan toa masjid.
15 menit Jingga keluar dari kamarnya dan menuju ruang tengah untuk makan masakan ibunya. Nasi dengan tempe goreng khas kesukaan keluarga Tantono, ditambah sambal terasi yang sangat legit ulekan ibunya itu menghiasi meja ruang tengah melambai meminta dimakan. Asap yang mengepul baru diangkat dari penggorengan menyapa muka Jingga ketika duduk di lantai sebelah babeh dengan televisi yang sedang menayangkan berita isu global yang saat ini sedang marak.
"Lo tuh yah, kudu banget kuliah di jurusan Hubungan International." Gara-gara ambisi babehnya yang tidak tercapai waktu muda, babehnya ini jadi berambisi menjadikan anaknya seorang diplomat dan Jingga sangat menerima dengan senang hati, Jingga pun sama berminatnya dengan Hubungan International. Apalagi, jika sudah membahas negara Korea dan Jepang kesukaannya, Jingga punya impian untuk datang ke negara tersebut dengan bangga menyandang nama Indonesia.
Keluarga Tantono makan dengan hikmat menikmati berkah yang Tuhan berikan. Dengan selingan candaan dari Jingga dan teriakan ibunya yang kena imbas dari kejahilan anak sulung sekaligus anak satu-satunya keluarga Tantono.
Jingga berdiri menyimpan piring bekasnya ke tempat cucian, dia mengambil tas dan menyalimi kedua orang tuanya.
"Mau kemana lo? Salim-salim segala." Babehnya ini emang kadang suka lupa kalau sudah sibuk menonton berita.
"Mau bajak sawah, Beh." Jingga kadang kesal sendiri kalo sudah seperti ini.
"Elu, gw sekolahin tinggi-tinggi bukannya belajar malah mau bajak sawah." Babeh memukul kepala Jingga mendengar jawaban mengejutkan dari anaknya itu.
"Ya, kira-kira aja, Beh. Jingga udah cakep gini pake seragam sama bedakkan, masih aja ditanyain mau kemana," ucap Jingga berapi-api. Jingga menyalimi tangan kedua orang tuanya, walaupun ibu sama babehnya ngelus dada punya anak begajulan begini tetap saja hormatnya sebagai anak harus diterima dengan baik.
"Ya udah yah Beh, Bu Jingga pamit dulu." Jingga berlari keluar rumah dengan gaya lari seperti shinobi di anime Naruto. Di persimpangan jalan sedikit kesebelah barat dari rumahnya, Jingga berhenti mengatur napas sedikit memburu akibat berlari menirukan Si Kilat Kuning.
![](https://img.wattpad.com/cover/275053394-288-k679515.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga di Ujung Bumi
Novela JuvenilJingga dalam misi besar yaitu, mencairkan kutub es bernama Bumi yang merangkap sebagai ketua kelasnya saat ini. Gadis penyuka musik Kpop dan juga penggemar setia naruto ini begitu mencintai sang ketua kelas yang dinginnya melibihi minus 99 derajat c...