Gadis dengan tubuh mungil serta baju yang basah kuyup itu menatap langit gelap dengan sendu. Membiarkan air hujan membasahi seluruh tubuh nya. Matanya mulai menutup dengan kepala yang mendongak ke langit, seragam SMA gadis itu basah, jari tangan gadis itu yang mungil mulai memucat, serta kakinya yang menapak langsung dengan aspal jalan raya yang sepi pengendara.Dia tidak peduli jika ada kendaraan yang menyambar tubuh nya dengan cepat, toh itu tujuan gadis itu bermain hujan di tengah jalan raya ini. Hari hari nya lumayan melelahkan hari ini, rasa bersalah yang entah datang nya dari mana, tekanan yang sekolah berikan, serta penyiksaan yang tiada henti dari Mama tirinya, semua masih terekam jelas di pikiran Cella.
Bibir nya mulai membiru, merasakan dingin nya udara saat hujan yang masuk ke tubuh gadis itu. Tubuh Cella gemetar. Ia tidak memperdulikan semua itu, gadis itu masih setia di bawah hujan, menikmati sensasi dingin, rasanya sangat dingin sekali seperti tulang rusuk nya akan remuk saat itu juga.
Gadis itu membuka matanya, karena merasakan seseorang mendekat. Laki laki yang berdiri 2 meter jauh nya menatap Cella dengan penuh tanya, dengan payung berwarna hitam yang laki laki itu genggam di tangan kiri.
"Ngapain?" Suara laki laki itu bercampur dengan suara hujan. Laki laki dengan setelan simpel itu berdiri tegak, menatap Cella yang kini menatap nya juga.
"Lagi nikmati hari terakhir gua hidup." Cella menjawab singkat dengan tenang dengan sesekali menyeka air hujan yang turun di wajah nya. Mata gadis itu tidak lepas dari wajah laki laki di depan nya.
"Siapa yang nyuruh lu hidup untuk terakhir kalinya?" Laki laki itu bertanya sekali lagi. Surai hitam nya berantakan, tertiup angin yang juga menyapu dingin pipi laki laki itu.
"Dunia," Cella menjawab dengan riang, bibir cantik gadis itu tersenyum tipis, gadis itu menari di bawah hujan, "Dunia udah ngasih tanda kalau gua harus cepet pergi dari sini," gadis itu melanjutkan kalimat nya.
"Dunia punya 1001 cara untuk buat lu mati, dan ini artinya Dunia masih mau lu hidup, Dunia ini nggak akan tanggung tanggung untuk mempercepat kepergian seseorang." Suara laki laki itu sedikit meninggi, agar Cella dapat mendengar perkataan nya.
Cella terdiam. Ia mulai merasakan udara dingin yang dari tadi menerpa tubuh nya. Air mata yang dari tadi ia tahan membasahi pipi gadis itu bersamaan dengan air hujan yang turun di pipinya. Ya, laki laki itu benar.
"Tetap hidup walaupun lu ingin mati." Laki laki itu melanjutkan kalimat nya. Ia masih setia berdiri di bawah payung yang ia genggam.
Cella berlari kecil ke arah Cakra.
Berdiri di luar payung yang Cakra genggam, "apa alasan gua harus tetap hidup?" Cella memiringkan kepalanya, bermaksud bertanya."Masuk ke dalam payung ini, dan lu akan nemuin jawaban nya." Kalimat yang keluar dari mulut Cakra agak samar samar. Pipi laki laki itu keliatan memerah, karena kedinginan.
Cella maju satu langkah ke kadalam payung yang Cakra genggam. Wajah yang memucat milik Cella terlihat begitu jelas sekarang, bibir nya tersenyum hangat, tapi mata gadis itu tidak bisa berbohong dengan keadaan. Baju nya yang basah, dan bibir nya yang bergetar kedinginan.
Air mata yang yang turun dari pipi Cella juga sekarang terlihat jelas oleh Cakra. Gadis itu mencoba menahan tangis nya. "Cengeng," Cakra mencibir Cella terang terangan, bibir nya tersenyum tipis. "Ihh, apaan si lu," Cella menyeka air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA
Teen FictionMenceritakan tentang Casella Taffanya yang benci dengan hidup nya, dan Cakrawala Dierja yang mencoba bertahan hidup. "Apa arti hidup buat lu?" -Cakrawala. "Arti hidup itu menerima, mengikhlaskan, mencintai, semua orang yang datang dan pergi dari hid...