Cakra mengajak Cella untuk pulang ke kost yang laki laki itu tempati. Tempat nya tidak jauh dari sini, sekitar 50 meter dari jalan raya. Mereka berdua sudah sangat akrab oleh ibu pemilik kost, karena dari kecil mereka suka bermain di daerah kost Cakra. Rumah Cella juga kini bukan lah tempat yang nyaman, gadis itu lebih suka menghabiskan waktu nya di luar sampai larut.
Keluarga Cella dan Cakra sempat akrab, mereka berdua adalah teman kecil. mereka juga tetangga dari Cella umur 1 tahun, sampai dimana keluarga cakra pindah untuk mengurus kuliah kaka pertama cakra, dan meninggal nya Mama Cella pada gadis itu lulus SMP. Hubungan kedua keluarga itu merenggang saat kejadian itu tiba
Umur mereka hanya selisih 3 tahun. Ya, laki laki itu lebih tua dari Cella. Mereka sampai di kostan Cakra yang tidak terlalu besar, lumayan nyaman. Kost dengan dominan warna coklat susu dan ornamen kayu. Mungkin harga perbulan nya juga lumayan mahal.
Cakra mengambil kunci dari saku nya, membuka pintu coklat kayu yang hampir setara dengan tubuh Cakra. Mereka berdua masuk. "Luas banget," Cella dengan matanya yang membulat itu bergumam. Cakra masuk ke kamar, mencari sesuatu untuk Cella. Gadis itu terlihat kebingungan, dengan tubuh yang menggigil hebat.
Cakra melempar handuk ke arah gadis itu, dan benda lembut itu mendarat di kepala Cella. Benda itu menutupi seluruh bagian kepalanya. "Makasih," Cella bergumam. Cella mengambil handuk yang menutupi kepalanya, dan mengeringkan rambut nya.
"Mandi sana, gua nggak mau ngurus kalo lu sakit," Cakra mengoceh di sela sela sibuk nya membaca buku. Laki laki itu langsung membaca buku setelah mengambil handuk tadi. Yang benar saja, siapa yang minta Cakra mengurus Cella, toh tadi dia yang menyarankan untuk istirahat di kost nya.
Cella selesai, setelah sekitar 15 menit ia mandi. Laki laki itu banyak mengoceh tadi, karena Cella terlalu banyak bertanya. Bertanya tentang baju yang gadis itu akan kenakan, bertanya apakah Cakra akan berbuat sesuatu pada gadis itu. Sepertinya otak Cella mengkerut karena kehujanan.
Gadis itu berdiri, memandang Hoddie yang sudah tertata rapih di kasur Cakra. Cella memakai nya, terlihat kebesaran tapi tak apa, dia hanya meminjam sebentar. Gadis itu keluar dari kamar, lalu duduk di sofa, tepat di sebelah Cakra.
Dulu mereka berdua sangat dekat.
Bermain ke taman berdua, mengadakan acara camping untuk kedua keluarga mereka. Semua berubah setelah semua nya bertambah umur, mama Cella meninggal saat Cella lulus SMP.Saat itu tidak ada yang bisa menenangkan gadis itu kecuali Cakra. Cella akui laki laki itu memang tak sedingin keliatan nya Dia masih bisa membujuk gadis yang menangis, mengajak anak kecil bermain, belanja ke pasar karena tugas dari ibu nya, laki laki itu penurut.
Cakra punya riwayat penyakit paru paru. Cella tidak terlalu tau apa penyakit yang laki laki itu derita, tapi yang pasti laki laki itu pernah bilang kalau dia sudah sembuh.
"Tentang sakit lu," Cella memecah keheningan."Gua udah sembuh, itu udah penyakit beberapa tahun yang lalu, gua udah bebas dari obat." Cakra menatap manik mata teman kecil nya itu lekat lekat. "Emm, bagus deh kalo gitu." Cella membuang pandangannya. Masih ada banyak pertanyaan di otak Cella, karena ini pertemuan kesekian kalinya mereka berdua setelah beberapa bulan Cakra kuliah.
"Mau minjam handphone lu," Cella mencoba menghilangkan kebosanan nya. "Nggak boleh, handphone gua isinya 18 plus," Cakra menjawab santai, masih sibuk dengan bukunya. Mata Cella membulat. Apa apaan ini berdua dengan laki laki mesum di satu ruangan yang sama. "Tobat Cakra," Cella mencibir.
"Ya, yaudah main Truth or Dare aja." Cella mengusulkan ide gila, mungkin dia akan menuruti perintah haram dari Cakra, tapi ia juga akan menggunakan kesempatan ini untuk bertanya apapun kepada laki laki itu. "Setuju." Cakra menyetujui Ide Cella, setelah beberapa detik berfikir.
Mereka memulai permainan yang biasa mereka mainkan saat kecil.
Cella memutuskan bermain pertama, dan memilih pertanyaan.
Cakra meletakkan bukunya, memposisikan dirinya menghadap Cella, "Apa arti hidup buat lu?" Pertanyaan serius Cakra membuat Cella mendelik heran."Gini ya," Cella memposisikan dirinya menghadap Cakra, "Tadi gua mau bunuh diri, nah terus lu dateng, bisa bisanya lu nanya kaya gitu ke orang yang abis mau bunuh diri." Cella melanjutkan kalimatnya dengan sedikit kebingungan.
Seperti nya sebentar lagi perdebatan akan di mulai.Cakra membuang nafas nya kasar, "gua nanya gitu biar lu mikir, dan nggak gampang akhiri hidup lu seenaknya, gua yang usaha mati matian biar hidup lama malah ketemu orang yang nggak sayang sama nyawanya." Cakra memulai perdebatan, dengan nada yang bicara yang meninggi.
"Lu bilang gua nggak sayang nyawa?" Cella menarik nafas kasar, "gua coba untuk bertahan tanpa mama gua, lalu dateng cewe brengsek itu yang tiba tiba bikin hidup gua tambah hancur, dan memperlakukan gua seenak nya, lu bilang gua nggak sayang nyawa gua?" Cella tak mau kalah, gadis itu semakin meninggikan suaranya terus menerus. Mereka biasa berdebat seperti ini dari mereka kecil.
"Lu bisa berenang?" Cakra bertanya tenang, dan semakin membuat Cella semakin bingung. Bisa bisanya laki laki itu menurunkan nada bicaranya setelah berdebat. "Nggak bisa, kenapa?" Cella mengerutkan keningnya heran. "Nggak papa." Cakra menjawab singkat.
"Gua pilih Truth." Gantian Cella yang bertanya. "Lu punya pacar?" Cella cengengesan, menunggu jawaban Cakra. Beberapa hari lalu Cella melihat Cakra dengan gadis yang lumayan cantik, tapi tetap saja Cella menganggap masih lebih cantik dirinya.
"Nggak punya." Cakra menatap malas gadis itu.
"Tapi beberapa hari lalu gua liat lu nganterin cewe keluar dari kost lu." Cella mengeluarkan pertanyaan yang dari tadi berputar di kepala nya, masih penasaran.
"Ohh, iya itu cewe gua," Cakra menjawab ogah ogahan.
"Widihh, Cakra udah punya gandengan nih, gua tunggu sampe nikah deh," Cella cengengesan.
"Gua dare." Ekspresi Cella agak sedikit sendu, entah mengapa gadis itu suka merubah ekspresi nya secara tiba tiba. "Ikut gua ke danau besok." Cakra meninggalkan Cella di ruangan depan sendirian, dan menuju kamar.
"H-hah?" Cella mencoba menelaah perkataan laki laki mesum itu. "Nggak usah pura pura nggak denger." Suara Cakra terdengar samar samar. "Tapi ngapain?" Cella mencoba bertanya lagi, otak nya agak lemot akhir akhir ini, "tinggal nurut aja, bawel banget." Hening. Laki laki itu memang setengah setengah dalam memberi tahu sesuatu.
Gadis itu masih terpaku di tempat nya, mencoba berfikir. "Untuk kost nya Cakra, klo kost gua udah gua usir tuh anak. Cella terkekeh di akhir gumamnya, jelas jelas ini kost Cakra. Cella mengingat sesuatu, "lah, gua yang tidur di sofa nih," Cella bergumam lagi. "Ngalah woee, lu kan cowo." Cakra menutup telinga nya dengan bantal. Gadis itu tidak pernah berubah.
Sudah jam 3 pagi, Cella masih bergulat dengan pikiran nya. Gadis itu hanya berganti ganti posisi dari tadi, matanya belum mulai mengantuk. Ia hanya menatap langit langit bercat putih itu sambil berfikir. Jika Mamanya tidak meninggal, apakah hidup Cella akan sama, jika keluarga Cakra tidak pindah rumah, apakah kebahagiaan nya akan sama.
Entah lah, gadis itu terus berdebat dengan dirinya sendiri. Apalagi tentang banyak nya bungkus bekas obat yang ada di tempat sampah kamar mandi Cakra tadi. Cella mencoba memejamkan matanya dari tadi, kepalanya masih di penuhi pertanyaan. Bagaimana kalau laki laki itu belum sepenuhnya nya sembuh, bagaimana jika laki laki itu hanya berbohong tentan kesembuhan nya.
Seperti nya tidak hanya gadis di sofa itu yang masih terjaga. Laki laki di atas kasur putih yang nyaman sedang mencoba memejamkan matanya juga. Apalah daya laki laki itu malah terisak, mengingat kondisi nya semakin memburuk. Nafas nya sering sesak, Dokter bilang masih ada kesempatan untuk hidup, tapi sel kanker pasti tumbuh semakin lama semakin besar kan, sel kanker akan naik ke stadium selanjutnya kan.
Minggu lalu Cakra menolak operasi.
Dikarenakan dirinya masih takut jika operasinya tidak berjalan lancar, Cakra kini hanya rutin mengonsumsi obat obatan atas resep dokter. Tangisnya semakin dalam, dadanya semakin sesak. Laki laki itu mencoba menutup bagian wajah nya dengan bantal, agar Cella tidak mendengar isak kan nya.Tapi Cella terlanjur tau, gadis itu tau. Cakra berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA
Teen FictionMenceritakan tentang Casella Taffanya yang benci dengan hidup nya, dan Cakrawala Dierja yang mencoba bertahan hidup. "Apa arti hidup buat lu?" -Cakrawala. "Arti hidup itu menerima, mengikhlaskan, mencintai, semua orang yang datang dan pergi dari hid...