Chapter 6

133K 862 0
                                    

Jam di dinding kamar yang ia tempati menunjuk pada pukul 12 malam lewat. Carissa ingin beranjak dari ranjang itu, namun badannya seperti di tindih ribuan batu besar.

Alhasil, ia hanya bisa membuka matanya dan meraih ponsel yang ada di dekatnya.

Banyak sekali notif pesan singkat dari wali kelasnya yang menanyakan alasannya tidak masuk sekolah hari ini, beberapa temannya pun ikut khawatir dengan dirinya.

Carissa memaksakan diri untuk bangun, ia perlu ke dapur untuk minum segelas air putih.

Setelah beberapa menit ia menahan rasa remuk badannya, ia akhirnya keluar kamar.

Rasa dingin yang menusuk tulang menyelimutinya, sesekali matanya melirik ke kanan kiri, karena saat ini ia sedang tidak ingin bertatap muka dengan pria kasar itu. 

Carissa segera mengambil gelas, dan mengambil air dingin di kulkas untuk menyegarkan tenggorokannya.

Setelah selesai, ia meletakkan gelas itu dan berbalik badan menuju kamarnya.

Namun ia sedikit terhuyung setelah menabrak tubuh yang lebih besar darinya.

Lengan kekar itu menahan tubuh Carissa agar tidak jatuh. Carissa mengangkat muka dan menatap mata biru milik Alvaro.

"Thank you"  kata Carissa.

Tanpa menjawabnya, Alvaro hanya menempelkan punggung tangan di dahi Carissa.

"Ibumu bilang, ia telah memutuskan untuk tinggal di Australia lebih lama lagi, karena ada permasalahan kantor yang serius disana. Ia meminta ku untuk menjaga dirimu sampai ia pulang, jadi aku mohon bantuannya. Demamnya belum turun, besok aku panggilkan dokter untuk memeriksamu." Kata Alvaro.

"Tidak, aku mau pergi ke dokter saja. Aku hanya demam, bukan lumpuh." Jawabnya.

Alvaro mendekatkan mukanya ke Carissa, menyisakan jarak mereka hanya beberapa centimeter dan memeluk pinggang Carissa

"Terserah kau, kepala batu" ujar Alvaro lalu mengecup dahi Carissa.
"Cepat sembuh, istirahatlah." Sambungnya.

Carissa hanya bisa diam, tenaganya sudah habis jika harus melawan. Setelah Alvaro mengendurkan pelukannya, ia segera pergi ke kamarnya untuk beristirahat.

Carissa mengirim pesan singkat untuk wali kelasnya, besok ia harus izin tidak masuk sekolah lagi karena harus ke dokter.

Lalu ia membaringkan tubuhnya di kasur empuk miliknya, dan memejamkan matanya.

Air mengucur dari mata ke pipinya, entah, mungkin karena ia demam sehingga matanya terus menerus berair, atau karena ada kehangatan yang ia rindukan dari sebuah keluarga.

My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang