4

14 0 0
                                    

Di pertengahan perjalanan, mata Tajam legam Kalan menyipit saat melihat di depannya terdapat polisi tidur dengan sengaja cowok itu mengerem mendadak membuat Isya terkejut dan tidak sengaja memeluk dirinya begitu erat.

Perasaan Isya bercampuk aduk antara gugup dan takut jatuh, Kalan tersenyum kecil miring dibalik kaca helm full face—nya. Tangan kiri Kalan pun menarik tangan milik cewek itu untuk berpegangan lebih erat di pinggangnya.

"Kalau dibilangin gue itu jangan ngelak."

"Lo sengaja ya, biar gue meluk lo." Kesal Isya dengan wajah  yang memerah.

"Siapa juga yang sengaja, yang namanya jalanan pasti ada polisi tidur kalau misalnya lo nggak mau lo buat aja sendiri polisi bangun biar nggak ada anjlukan." Ledek Kalan.

"Terserah lo ngab. " Nyerah Isya membuat senyum dibibir Kalan mengembang.

Selama diperjalanan gadis itu terdiam, jantungnya masih berdetak kencang setelah kejadian itu Isya heran kenapa perasaannya susah dikendalikan saat didekat Kalan

Sial, masa gue udah bucin. No! Isya.

Kalan si cowok bersenyum manis itu merasa menang kali ini akhirnya dirinya harus bisa meluluhkan sifat batu anak itu, istrinya

Setelah sekitar 10 menit dari sekolah, akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang membuat gondok setengah mati kepada Kalan. Cowok itu menoleh ke arah Isya melalui kaca spion lalu tersenyum.

Mereka sampai di sebuah perkarangan rumah tempat tinggal Mama Isya dan  Serra,  Buna Kalan.

Isya mengkerutkan keningnya bingung, pasalnya tadi cowok itu berbicara kepada kedua temannya seolah mereka akan pergi ke sebuah tempat.

Serra memang masih memiliki Kahfi dan kedua anaknya berbeda dengan Mama Isya yang bernama Lintang,  Lintang adalah seorang janda jadi saat sebelum pernikahan mereka sudah sama sama saling memutuskan untuk Nagar dan Isya tinggal di rumah Lintang dengan keluarganya sedangkan Lintang bersama Serra.


Untuk Bang Dhuha?  Merupakan kaka kandung Isya sudah memiliki keluarganya sendiri membuat Lintang tidak enak jika harus merepotkan istri Bang Agra yang lumpuh.  Jadilah Serra ingin bersama Lintang yang merawatnya.

"Kok? Kerumah sih!" Kesal Isya seraya mencebikkan bibirnya sambil menatap rumah mereka yang bersebelahan.

"Sya, turun aja dulu." Ucapnya yang nendapat kernyitan dahi cewek itu.

Dengan perasaan yang kesal cewek mungil itu turun dari motor besar milik Kalan, jujur ia agak kesulitan saat turun dari motor cowok itu karena posisi rok nya yang panjang dan sedikit ketat, kalau Isya sedang tidak kesal pun pasti ia sudah meminta bantuan dari cowok itu seperti biasanya.

Kalan yang masih terdiam berada di atas motor besar miliknya itu mengernyit bingung saat Isya tidak kunjung turun, ia lalu melirik dari kaca spion, benar saja cewek mungil itu sedang kesusahan seperti dugaanya.

Tanpa persetujuan dari Isya, pria itu segera membantu Isya untuk turun dengan cara cowok itu turun terlebih dahulu membuat gadis itu hampir terjungkal.

"Kalan! Kalau mau turun tuh bilang! Kalau gue jatoh gimana??"

"Udah diem, lagian cuman turun dari motor lamanya seabad! Kalau nggak bisa bilang!" Ledeknya membuat bibir Isya mengerucut, "pake segala sok-sok—an ngambek. Kan jadi nyusahin."

Antara Kalan dan IsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang