caught

58.4K 5.3K 206
                                    

Gorden dan jendela yang masih tertutup rapat dengan sedikit cahaya matahari pagi yang menelisik tak membuat Andrea terganggu dari tidurnya. Semalam setelah sampai di rumah, Andrea langsung menuju ke kamarnya. Tidak mengatakan apapun kepada Rio atau yang lain. Menangis, itulah yang dilakukannya sampai larut malam.

Andrea menggeliat, meregangkan otot-ototnya. Menyibak selimut lalu melirik jam, sudah pukul 10 pagi lebih. Dia berniat membolos kuliah hari ini. Beranjak dari kasurnya, Andrea menuju kamar mandi. Memegang kepalanya yang sedikit merasa pusing, mungkin karena terlalu banyak menangis.

Pukul 11 baru selesai mandi. Andrea menuju dapur di lantai bawah. Dia membuka kulkas lalu mengambil minuman dingin yang ada disana. Andrea minum dengan tenang sambil melihat sekitar.

Sepi, ya pasti. Mama dan papanya pasti sudah berangkat bekerja. Mbak Surti, ART-nya juga pasti masih cuti. Rio juga pasti kuliah. Dan ya! Arik! Andrea ingat. Kemarin dia janji akan menebengi adiknya itu untuk ke sekolah. Berangkat bareng siapa ya Arik tadi?

Andrea menyenderkan punggungnya di kursi meja makan. Menyalakan data ponselnya. Terdapat banyak pesan masuk. Dan wait, ada 4 panggilan tak terjawab dari Bian 1 jam yang lalu. Mengetahui itu entah mengapa Andrea jadi ingat lagi kejadian semalam. Dia jadi badmood sendiri sekarang. Tak ingin menambah beban pikiran. Andrea mematikan ponsel lalu menaruhnya.

Memejamkan mata dan menghela nafas panjang. Lelah. Andrea tidak tahu kenapa.

Ting tong!

Bunyi bel rumah mengganggu ketenangan Andrea. Dia lalu beranjak membukakan pintu dengan sedikit menggerutu.

Pintu terbuka, terlihat seorang laki-laki yang membuatnya menangis semalam.

Tanpa pikir panjang, Andrea langsung menutup pintu kembali. Tapi gagal karena ditahan oleh tangan Bian.

"Gue lagi nggak nerima tamu." ucap Andrea ketus.

"Terutama lo."

"Gue nggak peduli." balas Bian lalu dengan tidak tahu dirinya masuk ke rumah Andrea tanpa permisi setelah berhasil menahan pintu.

Andrea mengikuti Bian yang sudah duduk santai di ruang tamu.

"Lo nggak tau diri banget ya! Gue udah bilang nggak nerima tamu!"

"Kenapa bolos?" tanya Bian tak menghiraukan.

"Bukan urusan lo." jawab Andrea acuh.

"Lo kenapa sih?" tanya Bian bingung. Dia merasa tidak punya salah apa-apa pada Andrea.

"Gue ada salah?" lanjut Bian.

"Masih nanya?" sinis Andrea.

"Gue nggak ngerti. Omongin baik-baik kalau gue emang ada salah." balas Bian menepuk sofa disebelahnya, mengisyaratkan Andrea agar ikut duduk.

Andrea terkekeh sinis.

"Lo aja nggak ngerti kalau ada salah. Eh. Atau pura-pura nggak tau kalo ada salah?"

"Kayanya opsi kedua lebih meyakinkan sih." lanjut Andrea manggut-manggut.

"Nggak usah bertele-tele." ujar Bian mulai tak suka dengan ucapan Andrea.

"Gue mau lo tau sendiri dimana letak kesalahan lo. Nggak usah pura-pura nggak tau."

"Apasih, Ya?"

"Gue muak banget lihat tingkah lo sekarang."

Bian berdiri. Mulai sedikit terpancing emosinya.

"Lo nggak jelas! Gue tanya dari tadi gue salah apa? Kan bisa diomongin baik-baik. Nggak usah kaya gitu. Dari awal gue kesini juga lo nggak ada sopan-sopannya."

BIREA✓ [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang