22| Sama-sama memperbaiki

3.3K 860 1K
                                    

Haiii ...

Kangen gak?

Jangan lupa vote dan komen ya sayang❣

•••

Gue menrik napas lalu menghembuskannya beberapa detik kemudian, harusnya gue segera masuk ke dalam apart, tapi gue harus membuat alasan yang tepat kenapa gue bisa balik telat terlebih dahulu sebelum nantinya gue kena cecar sama Dirga.

Bisa aja gue bilang ada lemburan, atau jenguk temen yang sakit. Tapi apa Dirga bakal percaya?

Padahal sejak tadi gue udah ngajak Jeffry buay balik, tapi tuh laki kekeh gak mau pulang katanya dia kesel sama gue karena belakangan ini gue kayak ngehindar. Alhasil gue baru bisa balik tengah malem kayak gini.

Gue menarik napas sekali lagi kemudian dengan tekad yang bulat akhirnya gue memberanikan diri untuk membuka pintu apart.

CEKLEK

"Habis darimana kamu?"

Buset. Hampir aja gue ke jengkang saking kagetnya dengan suara Dirga.

Dengan pelan tapi pasti gue noleh ke arah dia yang lagi duduk di atas sofa yang ngarah ke arah pintu atau tepatnya ke arah gue.

Gue menggaruk belakang kepala. "Ngg .... itu tadi gue abi ...."

"Saya tadi ke kantor kamu dan lihat temen-temen kamu udah pada pulang," selanya.

Kening gue mengerut, jangan bilang dia ketemu sama Vel dan Cla?

Dengan cepat gue menghampiri dia, gue takut dua cewek itu bilang yang enggak-enggak pada Dirga, apalagi mengenai hubungan gue sama Jeffry. Gak! Gak akan gue biarin Dirga tahu semua itu.

"Lo ketemu temen gue?" tanya gue setelah duduk di sampingnya.

Dirga ngangguk. "Saya tungguin kamu di depan kantor. Kalo kamu gak mau saya jemput kamu kan bisa chat saya," keluhnya.

Gue mengigit bibir bawah. "Sorry, gue lupa."

Dirga menghela napas. "Saya khawatir, dari tadi telpon kamu gak kamu angkat. Kalau mau pulang telat seenggaknya kamu chat saya dulu."

Jujur gue jadi merasa gak enak sama dia, tapi ya gimana lagi. Gue rasa gue mulai suka sama Dirga tapi gue gak bisa lepasin Jeffry gitu aja.

Gue sayang sama dua cowok ini dalam waktu bersamaan.

Dirga memang baik dan karena kebaikannya hati gue mulai luluh. Tapi Jeffry, dia adalah tipe ideal gue banget. Kalau ada satu orang yang sifatnya mewakili mereka berdua mungkin udah gue pacarin dia.

"Iya lain kali gue chat lo dulu," ucap gue.

Dirga menatap gue kemudian mengangguk pelan. "Kamu udah makan?"

Sontak gue mendongak, gue rasa terakhir gue makan ya pas istirahat tadi karena di club tadi gue sama sekali gak makan dan jelas gak minum, kalo sampe gue minum kayaknya gue abis sama Dirga.

"Belum," sahut gue.

"Saya tadi masak, gak tahu masih enak atau enggak. Mau makan?" tawarnya.

"Mau!" seru gue dengan kesengan.

Dia tersenyum tipis, kemudian ngajak gue ke meja makan dan benar saja di sana sudah terhidang makanan. Gue kemudian memilih duduk di salah satu kursi.

"Lo bisa masak?" tanya gue sembari mengambil piring kosong dan menuangnya dengan nasi dan lauk yang sudah Dirga masak.

Dirga yang duduk di hadapan gue natap gue dengan lekat. "Kamu pikir gimana saya bisa bertahan hidup di Jakarta kalo gak bisa masak?" tanyanya sembari menaik 'kan sebelah alisnya.

Dear, Dirga | DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang