13 ☽ Haidar dan Tangisnya

1.2K 175 68
                                    

Kesabaran manusia selalu ada batasnya, tidak selamanya ia bisa menahan diri untuk tidak mengungkap. Ada saat dimana dirinya sudah benar-benar lelah berpura-pura menerima semuanya, tanpa ada yang mau menghargai. Ada saat dimana dirinya tidak mampu menahan amarah yang tersimpan dalam hati.

Bukanlah sebuah kesalahan jika akhirnya Arga mengeluarkan setiap amarahnya pada Haidar. Hari itu, adalah dimana dirinya tau bahwa akan ada saat setiap kerja tubuhnya tidak lagi berfungsi dengan. Hari itu, dimana dirinya harus mendengar si Sulung mengidap gagal ginjal karena pernah mendonorkan ginjalnya untuk adik tirinya. Hari itu, ia juga mendengar lagi bagaimana Haidar menemui Linda, dan bagaimana Linda yang malah memakinya.

Malam itu juga, Aira memandang bagaimana Haidar juga sama marahnya dengan sang Ayah. Anak itu menyimpan rasa bersalah yang berujung pada amarah utnuk dirinya sendiri. Aira sangsi siapa yang harus ia temani malam ini. Sedangkan, dirinya juga tidak tau akan kemana Haidar pergi.

"Haidar belain aku di depan Linda tadi, mas. Aku tau kamu udah nggak bisa mendam marah kamu lagi, tapi yang harus kamu tau kamu sudah membesarkan Hairar dengan baik. Makanya, Haidar sama sekali tidak seperti ibunya."

Aira membawa jemari Arga dalam genggaman, "Aku tau, hati kamu belum sembuh dari luka mendalam yang diciptakan Mbak Linda. Tapi, kamu juga harus berusaha sembuh, jangan biarin rasa sakit itu malah makin membekas."

Arga mengelus pelan pipi Aira, "Kamu."

"Mas?"

"Kamu yang bisa mengobati hati aku, kamu yang seenaknya mampu menghilangan amarahku. Mungkin kamu bukan yang pertama, tapi kamu yang terakhir."

Aira tersenyum, "Aku titip Sean, ya? Aku harus cari Haidar dulu."

Arga mengangguk pelan, kemudian kepala pria itu menoleh ke samping. Arga menemukan Sean yang masih terlelap di atas lengannya, sedikit pegal memang, namun itu berarti Sean sedang nyaman-nyamannya. Surai Sean dielus Arga lembut, sang Ayah mencium pelan kening Sean setelahnya. Tidak salah memang jika, Arga sangat menyayangi Sean karena dia istimewa.

Laki-laki itu tidak sengaja teringat dengan beberapa menit lalu, dimana penglihatannya sempat menggelap. Hanya sebentar memang, namun mampu membuatnya kewalahan. Arga mengambil ponselnya, pria itu mulai membuka situs kedokteran untuk mengetahui informasi tentang gejala yang ia dapat.

Memang, seharusnya ia tidak cemas lagi. Karena seperti yang dikatakan dalam artikel tersebut, karena ada sel kanker yang menyerag sarafnya maka tidak mustahil jika penglihatannya juga ikut memburuk. Arga memijat pangkal hidungnya, entah sudah hitungan keberapa dirinya melakukan hal tersebut.

Maniknya beralih pada tubuh mungil yang sedang tertidur pulas. Teringat janji yang pernah ia ungkapkan pada sang Anak, bahwa dirinya akan menjadi mata untuk Sean. Ungkapan itu hanya sekedar angan, karena kini matanya pun ikut bermasalah. Arga mengecup kening Sean, sambil menanhan tangis.

"Maafin ayah, Sean. Ayah nggak bisa nepatin janji. Ayah jadi nggak berguna kayak gini .... Maaf, sayang."

.




.




.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Neverending [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang