16 ☽ Ayah yang Baik

1K 162 17
                                    

Ini bukan tentang sekedar orang tua yang mengurus anaknya, ini bukan sekedar seorang ibu yang hanya melahirkan anaknya, ini bukan sekedar tentang seorang ayah yang hanya bekerja di luar. Seorang anak itu juga butuh didikan yang terbaik dari kedua orang tuanya. Bagaimana anak itu bisa jadi sukses seperti kedua orang tuanya, jika tidak pernah dididik langsung?

Masa ketika Linda memlih meninggalkan Arga waktu itu, membuat Arga sadar bahwa dirinya sudah terlalu jauh. Arga saat itu masih terlalu muda, hingga punya begitu banyak kesibukan untuk tetap melanjutkan studi dan bekerja di perusahaan sang Ayah. Sampai laki-laki itu lupa, ada seorang istri yang butuh nafkah batin. Ada anak-anak yang butuh ia didik.

Arga begitu menyesal ketika baru tau bagaimana kejamnya Linda mendidik Dafka, waktu umur Dafka sudah menginjak remaja. Arga juga menyesal, ketika tau cara Linda mendidik Haidar begitu kasar. Dari cerita beberapa asisten rumah tangganya, Linda sering memaki Haidar dengan kata-kata kasar, karena anak itu tidak bisa memahami pelajaran.

Terakhir, penyesalan Arga begitu menumuk ketika Linda melahirkan seorang anak yang ia namakan Sean Chairil Kavindra. Bukan sepenuhnya salah Linda ketika dia tidak menjaga kandungannya, ada sebagian salah Arga disana. Sifat asli Linda baru terbingkar olehnya, ketika wanita itu dengan sepihak mengajukan cerai dan tidak mau menyusui Sean sama sekali.

Untuk sekarang, Arga benar-benar percaya bahwa Yang Kuasa itu adil. Dengan tiba-tiba menakdirkan dirinya bertemu dengan seorang wanita yang bisa menerima segala kekurangannya. Mungkin tadinya, Aira masih tidak bisa menerima, tapi kenyataannya Aira yang mampu meluluhkan hati ketiga anaknya. Aira bahkan mendidik ketiganya sebaik mungkin.

Hingga sampai hari menjelang malam begini, manik Arga tidak mampu berpaling dari Aira. Wanita itu memang tidak begitu sadar, karena sedang menyuapi Sean di dekat ranjang pesakitannya. Aira bahkan masih sempat mengingatkan Haidar untuk tidak terlalu mendekatkan matanya dengan ponsel ketika sedang bermain game.

Arga tersenyum, "Kamu ngomelnya udah kayak ibunya Haidar beneran."

Aira malah menata Arga nyalang, "Aku memang ibunya, asal mas tau!"

Arga terkekeh, "Okey ... okey, kamu ibunya, sayang."

"Bang ...."

"Hm?"

Arga berdecak ketika Aira memanggil Haidar, anaknya itu malah masih fokus pada ponselnya, "Bundanya dilihat Haidar, jangan fokus nge-game terus."

Haidar menurunkan ponselnya, "Kenapa bunda, sayang?"

Aira menggeleng sabar, "Jagain adeknya sama papa sana. Papa pengen main sama kalian tuh ...."

Haidar mengerucut sebal, "Nanti kalah, nda ...."

"Abang!" seru Aira dan Arga kompak. Membuat Haidar terperanjat kaget, anak itu langsung berdiri dan menggandeng Sean.

Haidar menerbitkan senyuman manisnya, "Iya, ibu negara dan bapak presiden. Ini abang langsung bawa anaknya."

"Nanti bunda beliin bubble, bang."

Mata Haidar langsung berbinar terang, "Yang harga premium, ya?"

Aira berdehem tanda mengiyakan. Sedangkan, Arga malah menggeleng tidak percaya, istrinya ini sudah kelewat royal kepada anak-anaknya. Walaupun begitu, sebenarnya Arga malah senang ada yang memanjakan anak-anaknya sekarang. Mungkin dulu, Haidar belum pernah merasakan diapresiasi oleh seorang ibu seperti Aira.

Sepeninggal Haidar dan Sean, Aira kini menganbil tangan sang Suami untuk dipakaikannya sebuah krim untuk kesehatan kulit. Arga mengernyit ketika merasakan ada cairan dingin yang menyentuh tangannya. Dengan begitu perlahan Aira mengelus tangan Arga agar terasa sedikit lebih lembab.

Neverending [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang