TANGGAL

13 3 0
                                    

TANGGAL
Oleh: Arny Wela


H

alo teman-teman, aku Alexandra Margaretha, panggil saja Alexa. Seorang siswa SMA kelas sebelas yang tinggal di asrama milik sekolah. Ayahku bernama Amir dan ibuku bernama Sinta. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak pertamaku bernama Axel, dan adikku Vanessa. Sekarang  aku akan berbagi ceritaku dengan teman-teman. Simak ceritanya ya, let's go !!!

💃💃💃

Waktu sudah menunjukkan pukul 05:30 pagi. Matahari belum menampakkan diri sepenuhnya. Rumah-rumah lain masih sepi. Mungkin pemiliknya masih terlelap, hanya suara ayam yang terdengar. Namun, tidak dengan rumah papan bercat putih diujung jalan. Masih pagi namun berbagai jenis suara sudah berbaur menjadi satu, mulai dari suara  yang melengking, sampai bariton pun sudah terdengar.

"

My family my team, boom."

"Potong bebek angsa."

"Ibu kita Kartini."

"Zigy zaga, zigy to  zaga, zik-zik to zak-

Prang,,,!!

"Hey Amir, suruh anak-anakmu diam, masih pagi sudah ribut saja!!"

Itu suara Pak Udin, tetanggaku.

"Hmm, rupanya kau yang melemparkan batu ke atap rumahku, jika atap rumahku bocor, jangan lupa  ganti rugi ya!" balas Ayahku sambil berteriak.

"Axel, Vanessa, berhenti bernyanyi dengan keras, suara kalian menganggu suasana pagi yang indah ini,"  lanjut Ayah lagi.

"Vanessa, cepat panggilkan Alexa untuk sarapan. Sebentar lagi jemputannya datang!"

Ibuku memberikan perintah kepada Vanessa,adik bungsuku.

"Baik Bu", sahutnya sambil berjalan
"Kak, sudah selesai belum?"

"Sudah, tunggu sebentar ya." Aku keluar, sambil menyeret sebuah koper besar.

"Sini Vanessa bantu,"tawarnya.

"Tidak perlu, kakak bisa sendiri kok."

"Ya sudah."

"Ayo buruan, cepat duduk dan makan," kata Ibuku.

Aku menggeleng pelan, sambil memasukkan beberapa apel ke dalam kantong plastik untuk dimakan selama perjalanan.

"Hey, kau harus sarapan, nanti muntah-muntah loh dalam taksi."

"Alexa tidak lapar Bu."

"Jangan membangkang pada orangtua, dosa loh."

Aku menoleh mendapati kak Axel yang berbicara. Dia abangku, lebih tua tiga tahun dariku. Dia seorang mahasiswa, tetapi sekarang dia masih menikmati liburannya, sedangkan aku harus masuk sekolah lebih awal.

"Ya sudah, sekarang aku sarapan."

"Lebih cepat lebih baik."

Lagi-lagi kak Axel menimpali. Aku memandangnya sinis seraya mengibaskan rambutku.

Dia tertawa, lalu...

"Ayolah, wajahmu itu seperti dendeng sapi sedangkan rambutmu penuh dengan kutu, stop bertingkah seperti itu tidak cocok adikku yang jelek."

"Siapa bilang aku jelek, aku cantik kok," jawabku dengan pede.

"Ayolah, semua orang akan setuju denganku kalau kamu itu...."

Ting, ting!!!

Klakson dari taksi yang menjemputku menghentikan pertengkaran kami. Aku diantar oleh Ayah, Ibu, Vanessa, dan juga kak Axel ke depan gerbang. Dengan cekatan, pak sopir memasukkan barangku kedalam mobil.

"Aku berangkat dulu ya semuanya," kataku ketika sudah didalam mobil.

"Hati-hati di jalan ya kak!"

"Jangan boros ya, belajar yang rajin."

"Kalau udah sampai kabarin ya nak."

"Iya Bu, Alexa janji."

"Selamat jalan, semoga masuk surga ya." Siapa lagi kalau bukan kak Axel.

"Mulutmu itu harus dijaga, tidak boleh sembarang kalau  ngomong," kata Ibu sembari mencubit pinggangnya.

"Sakit Bu, Axel sudah besar kok, tidak perlu dicubit, seperti anak SD saja."

"Axel, bicaralah yang sopan,"tegur Ayah

"Iya Ayah, tadi bercanda kok. Iyakan Alexa?"

"Ngapain nanya sama Alexa?"

"Ih galak amat sih."
"Biarin."

"Awas lo, nanti cepat keriput."
Aku memutar mataku sebal. Pak sopir malah tertawa. Makin sebal saja.

"Tidak ada yang lucu pak, waktunya jalan bukan tertawa."

"Iya non, maaf."

💃💃💃

11:25
Taksi yang kutumpangi sudah memasuki area asrama milik  sekolah tempat tinggalku. Begitu taksi berhenti aku langsung keluar. Sepi.

Tumben sekali jam begini asrama masih sepi. Anak asrama lainnya di mana sih? Apa jangan-jangan mereka  pindah tempat tinggal ya? batinku berbicara sendiri tidak jelas.

"Nona yakin ini asramanya?" tanya pak sopir itu dengan sopan.

"Iya pak," sahutku cepat.

"Lalu kenapa sepi begini, padahal sudah hampir jam 12."

Aku hanya diam mematung.

1 detik.

2 detik.

15 detik.

"Pak, hari ini tanggal berapa?"

"Tanggal lima, bulan Juli non."

"Yakin tanggal lima Pak?"

"Sangat yakin non."

"Bukannya hari ini tanggal lima belas?"

"Bukan Non, masih tanggal lima."

Pak sopir itu menyalakan ponselnya. Beberapa saat kemudian ia menunjukkan ponselnya kepadaku. Dan ternyata benar, disana tertera tanggal lima. Aku mengucek mataku, memastikan sekali lagi mungkin saja mataku salah.

"Memangnya ada apa ya Non?"
Aku hanya diam.

"Ada yang salah ya?" Pak sopir itu bertanya lagi.

"Iya pak. Tanggal enam belas Juli masuk sekolah, semua penghuni asrama diwajibkan untuk kembali ke asrama tanggal lima belas sebelum jam dua belas siang. Pantas saja asramanya sepi, ternyata ini masih tanggal lima. Aku pikir, hari ini tanggal lima belas. Ternyata aku salah."

Aku menjelaskan semuanya pada pak sopir itu dengan suaranya yang sangat lemah.

"Lain kali harus lebih teliti lagi ya Non. Jangan lupa cek kalendar di dinding rumah," kata pak sopir itu sambil tersenyum.

Aku mengangguk kemudian  langsung terduduk dengan kedua tangan merengkuh tubuhku sendiri. Aku salah, ya, aku salah. Masih tanggal lima, bukan tanggal lima belas. Pantas saja asramanya sepi. Marah, kecewa, sedih, semuanya menjadi satu. Aku  ingin teriak, tapi ya sudahlah.

    

***

Tentang penulis:

Cerita ini ditulis oleh Karolina Kurniati Wela, yang akrab disapa Arny. Penulis lahir di Nampe, 22 Mei 2003. Penulis adalah seorang siswa di SMA Regina Pacis Bajawa yang menyukai literasi, dan cerita ini adalah cerita pertama yang dilombakan.

Cermin (karya member generasi kedua) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang