08. Lili

15 1 26
                                    

"Li... Lili, apa ga kangen?"

"Lili... Bunganya jagain ya?"

"Li, besok ga kangen lihat sunrise bareng lagi?"








"Li?" Tubuhnya yang terus digoyangkan dengan sepasang tangan berhasil membuat gadis itu kembali sadar. "Lo gapapa? Gua izin ambilin lo air ya? Bentar," ucap pria yang bukan lain adalah Chenle.

Liana bangkit dari tidurnya, mendapati dirinya sedang berada di ruang tamu dan sedari tadi baring di atas sofa empuknya. Tangannya memegang kepalanya yang harusnya terasa biasa saja setelah bangun, tetapi kini terasa sangat berat. Ia berusaha mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelum ia tidak sadarkan diri.

"Nih." Chenle menyodorkan segelas air mineral kepada gadis dihadapannya. Tampak sangat jelas bahwa Chenle sedang menatap Liana dengan tatapan khawatir membuat yang ditatap berhenti sejenak meneguk air minumnya.

"Lo kenapa lihatin gue kayak gitu?"

"Lo gapapa?" tanya Chenle balik dengan menunjukkan pipi Liana.

Basah. Tangannya yang mengusap pipinya itu basah. "Gue nangis?"

Chenle menganggukkan kepalanya. "Lo habis mimpi buruk ya? Sampe nangis gitu," Chenle mengambil gelas dari tangan Liana dan menyimpannya pada meja yang ada di depan sofa mereka sekarang dan menepuk pelan punggung Liana.

Setiap bangun dari tidur, Liana akui dirinya selalu merasa ketakutan bahkan gelisah setiap menghampiri alam bawah sadarnya--tidur dan bermimpi buruk. Biasanya tidak satupun potongan mimpi ingin bersinggah di memorinya, suara yang ia dengar sebelum sadar tubuhnya digoyangkan oleh Chenle menjadi pertama kalinya ia mengingat sesuatu dari mimpinya.

"Le, gue kayak ingat sesuatu... tapi masih ga jelas." Liana menutup matanya, meyakinkan dirinya suara yang ia dengar sebelum terbangun dan suara yang Chenle yang ia dengar itu berbeda. "Lo tadi ada bilang tentang bunga gitu ga? Atau sunrise gitu pas gue tidur?"

Chenle menggelengkan kepalanya pelan. "Kenapa?"

Gadis itu lantas menjadikan gilirannya untuk menggelengkan kepalanya begitu mengonfirmasi suara dalam mimpinya itu milik orang yang tidak ia kenal, tetapi terasa familiar--sangat familiar.

"Oh iya, kok lo ada disini? Dalam rumah gue?" tanya Liana yang sadar lagi-lagi terbangun di ruang tamu rumahnya dengan adanya Chenle di dekatnya. Sekaligus mulai memperbaiki perasaannya yang baru saja mimpi... entahlah itu mimpi yang buruk atau baik baginya.

"Beneran lupa? Ga ingat apa-apa?" tanya Chenle yang dijawab deheman oleh Liana. "Tadi lo ngajak ke taman bareng, tapi nyuruh gua jemput dulu. Terus lo ajak gua sarapan dan katanya mau tiduran dulu disini pas gua lagi cuci piring tuh. Balik-balik, lo udah tidur aja... ya udah gua biarin."

"Hah? Beneran? Ih, sorry. Ya ampun, sekarang udah jam berapa? Gue kelamaan tidur ga?" tanya gadis itu secara terus-menerus dengan perasaan tidak enaknya mendominasi.

Sementara yang dilakukan oleh laki-laki di hadapannya hanya tertawa. "Tenang dulu, lo tidur juga belum ada sejam, Li. Baru juga sepuluh menit-an, kok."

Liana menghela napas lega walaupun tidak merasa selega itu karena tentu perasaan tidak enaknya masih tertinggal begitu mengetahui telah membuat janji, tetapi dirinya pula yang mengacaukannya.

"Mau jalan sekarang? Atau nanti aja?"

"Sekarang aja gapapa. Gue yang ga enak sama lo kalau udah sampai datang kesini terus dibatalin gara-gara gue ketiduran doang, Le."

"Padahal gapapa, Li. Santai aja."

"Gue yang ga santai."

"Gua ketemu lo aja udah cukup kok," gumam Chenle dengan suara yang sangat kecil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[2] Butterfly Effect | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang