Choi Tower-Vernon

7 2 0
                                    

"Ihhh kamu beneran ga ada niat ngerjain ya?? Ini minggu depan harus dikumpulin Vernon....", Aku menghela nafas saat laki-laki yang tengah membenamkan wajahnya di kedua lipatan tangannya itu tak memberi respon sama sekali. Kalo gini sih, harus main fisik.

Plak

"Aaaarrgh, sakit tau!", Vernon mengusap punggungnya yang tadi menjadi tempatku mendaratkan tanganku.

"Pura-pura ga denger aja terus! Lagian ya, kamu kerjaannya males-malesan seharian, mau jadi apa!?", Dia memicingkan sedikit matanya, menatapku dengan sinis. Tapi kemudian tangan kanannya merangkul bahuku, sedang tangan kirinya seolah menunjuk keluar, memintaku fokus pada sebuah objek dibalik jendela kelas.

"(Y/n), liat baik-baik menara itu, cuma ada satu di negara ini, menara itu namanya 'Choi Tower'. Namaku Choi Vernon kalo kamu lupa", sembari mengucapkan kalimat terakhir, kedua tangannya bergerak turun dan kemudian meraih tablet yang sedari tadi ku otak-atik untuk menyelesaikan tugas kelompok kami.

"Dih! Di tembakin misil juga hancur, banggain aja terus!", Aku merampas tablet yang hanya dipandangi nya tanpa ada niatan melanjutkan isinya itu.

"Emang siapa yang mau nembak? Kamu?"

"Iya! Kalo kamu males-malesan terus!", Vernon berdecak kesal, dan mulai ingin membantu sebelum sebuah suara menarik atensi seluruh penghuni kelas.

"Jelaslah males, selama ini yang di dapat pake cara instan semua", Andrew, dia mulai lagi. Aku melihat ke arah tangan Vernon yang berada di atas meja sudah mulai terkepal. "Dateng ke keluarga ku, menyebutkan nama ibunya, kemudian mendapatkan segala kemewahan hahaha luar biasa", Andrew bertepuk tangan sendiri di tengah suasana mencekam di dalam kelas.

"Emangnya kamu udah rajin banget? Peringkat mu bahkan jauh dibawah Vernon!", Aku mulai kesal dan mulai bersuara, tapi setelah kalimat itu keluar, Vernon menyentuh punggung tanganku untuk menenangkan.

"At least aku ga males-males—"

"Ada 3 tipe manusia; yang ga harus berusaha untuk pinter, yang harus berusaha buat pinter, dan yang terakhir udah berusaha tapi ga pinter-pinter! Kasta kamu jauh di bawah Vernon ternyata ya...", Bisa ku dengar Vernon di samping ku mencoba menahan tawanya.

"Bae (y/n), sebaiknya kamu ga usah ikut campur", Andrew keliatan kesal sekarang. "Dan ya, Ibunya juga—" ucapan Andrew terhenti ketika Vernon mulai bangkit berdiri dan berjalan pelan kearahnya, mencengkeram kerah bajunya.

"Andrew, apa kau ingat saat terakhir kau mengungkit ibuku? Kau hampir tiada karna kehabisan darah", tangan Vernon mengendur dan mulai turun, seraya merapikan seragam saudara tirinya itu. "Aku tau akhir-akhir ini kau mulai belajar boxing, tapi kau tidak boleh mengujinya pada seseorang dengan level yang sudah jauh", senyuman miring Vernon bisa membuat siapa saja bungkam, dan sekarang senyuman itu sedang terlukis di wajahnya.

"Jadi..." Vernon menepuk kencang dada Andrew, membuat lelaki itu sedikit terdorong ke belakang. "Jangan! Memancing! Aku!", tepukan itu diberikan disetiap kata yang penuh penekanan dari Vernon.

Vernon kemudian beranjak, berjalan menuju pintu kelas dan sepertinya akan pergi ke rooftop.

"Ah! Dan lagi Andrew", Vernon kembali berbalik. "Ayah mencintai ibuku, dan ayah menikah karna perjodohan dengan ibumu. That's mean, I was born with love, tapi kau... Lahir karna sebuah keharusan", Vernon kembali berbalik untuk pergi setelah menyelesaikan kalimat menusuknya.

Aku melirik sedikit ke arah Andrew, lelaki itu menatap tajam kepergian Vernon dengan kedua tangannya yang terkepal diatas meja.

¹⁷

Cerita SVT Dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang