Maitra segera bergegas begitu tersadar dari mimpi indahnya, menuruni ranjang, sebelumnya dia memandangi lelaki yang baru beberapa hari menjadi suaminya. Seketika itu senyumnya mengembang. Kemudian dia beranjak keluar kamar, tangannya berusaha untuk mengikat rambut hitam yang tergerai, lalu menuju kamar mandi menyegarkan diri terlebih dahulu sebelum memulai untuk aktivitas hari ini.
Perempuan itu terlihat terbiasa menyiapkan semuanya. Tangannya cekatan mencuci, memotong, sampai memasak sayur mayur yang telah dia beli semalam. Tidak seperti perempuan-perempuan yang malas di masa gadisnya, hingga pasti akan merasa kaku dan berat dalam melakukan pekerjaan rumah.
Menu hari ini sambal terung kesukaan suami telah siap, menghasilkan aroma yang begitu menggugah selera untuk makan. Setelah meletakan mangkuk terakhir di meja, dilihatnya jam di dinding jarum pendek berada di antara angka lima dan enam. "Saatnya membangunkan si Pangeran dari mimpinya," gumam Maitra lalu menutup semua makan dengan tudung saji dari anyaman bambu.
Kaki jenjang itu melangkah pasti menuju kamar, sesampai di pintu dia sedikit tergelitik melihat posisi tidur lelakinya. Mendekatlah Maitra lalu dengan pelan menggoyang-goyangkan tubuh kekar di kasur. "Mas Ram, bangun ... sudah jam setengah enam, nih," bisik Maitra di telinga Rama, membuat lelaki itu menggeliat karena geli.
Tidak perlu tenaga ekstra untuk membangunkannya, terlihat senyum lelaki itu mengembang. "Bangun, ada sambel terung tuh."
Kali ini lelaki berkaus putih itu duduk, sekilas tersenyum kepada Maitra, kemudian mengibaskan selimut yang menutupi kakinya lalu bangkit. "Iya, nih sudah bangun," ucapnya dengan suara parau khas bangun tidur sambil berusaha untuk turun dari ranjang. Dia berlalu begitu saja keluar kamar meninggalkan Maitra yang mulai merapikan tempat tidur.
"Jadi manusia kok gak ada romantis-romantisnya, belai dulu kek, peluk dulu kek," cerocos Maitra dilanjutkan dengan membuka jendela kamar, kemudian menghirup dalam-dalam udara segar sehingga terasa memenuhi paru-parunya. Bagaimana pun Maitra tidak pernah menyesal telah dipersunting oleh Rama cowok paling cuek yang pernah dia kenal.
Seketika pikirannya melayang teringat akan prosesi pelamaran dari lelaki itu. Tanpa bunga, tanpa cincin, pada waktu seperti biasa, tepatnya saat sedang makan malam seperti biasanya. Ketika itu dia langsung bilang, "Minggu depan jangan ke mana-mana, bilang ke mama papa keluargaku mau berkunjung melamar anaknya."
Namun hal sederhana itu mampu membuat haru Maitra, jantungnya terasa berdegub lebih kencang, meskipun jauh berbeda dengan harapannya, tapi bukankah hal yang anti-mainstreim justu selalu menghadirkan kesan tersendiri?
>bersambung<
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Pertama
Short StoryMaitra merasa beruntung dinikahi oleh Rama, teman lamanya yang super dingin. Romantis? Jangan harap didapatkan darinya. Suatu hari, di pagi yang cerah Rama seperti kerasukan Eros--julukan untuk dewa cinta, dan pagi ini menjadi hari yang tidak akan t...