Dua

19 3 2
                                    

Lelaki itu keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk berwarna putih, satu tangan lainnya mencoba mengeringkan rambut dengan handuk yang lebih kecil. Terlihat tubuh yang menawan tidak terlalu atletis dan tidak pula buncit. Berjalan pelan meninggalkan tapak kaki yang sedikit basah, kemudian dengan pelan dia mendekap dari belakang perempuan yang sedang menyiapkan sarapan. Desir darah keduanya membuncah, seketika kedua tubuh itu saling bersentuhan.

"Kamu sebaiknya cepat bergegas, sebentar lagi jalanan pasti macet," ujar perempuan itu mengingatkan.

"Aku mau kamu," bisik lelaki itu, semakin membuat rasa perempuan berambut panjang itu melayang.

"Biasa aja nonton filmnya," suara Rama membuat Maitra refleks menekan spasi pada keyboard, untuk menghentikan sementara film yang terputar. Selama suaminya di kamar mandi, Maitra melanjutkan drama korea yang semalam sempat terhenti.

Yang diejek menunjukkan gigi kelincinya. "Hee, habis ini filmnya romantis banget." Namun, perempuan itu selalu sadar akan kewajibannya sebagai seorang istri, dia segera bangkit dari posisi nyamannya, menuju meja makan guna menyiapkan sarapan untuk Rama yang sedang berganti pakaian di kamar.

Rama keluar dengan pakaian kerja, Maitra bangkit lalu membantu merapikan pakaiannya. "Masak apa, Tuan Putri?" tanya lelaki yang berdiri di depan Maitra, yang ditanya justru menepuk jidad karena sadar tadi pagi sudah memberitahukannya.

"Sama sambel terung, Mas."

"Waah!" Wajah Mas Rama berubah riang, secerah pagi itu, "Makasih ya, Sayang."

Mereka pun menuju meja makan, lalu duduk berhadapan, Mas Rama mengambil nasi dengan porsi yang bisa dibilang wow, sepiring penuh, selalu begitu, sudah tidak heran lagi untuk Maitra. Keduanya menyantap makanan dengan hikmat, Maitra merasa berhasil sebagai istri melihat suaminya makan dengan lahapnya.

Suapan terakhir untuk Rama, sedangkan Maitra sudah selesai beberapa menit sebelum suaminya menghabiskan makanannya. "Minumnya mau ditambah lagi, Mas?" Lelaki itu tersenyum manis, menggeleng.

"Sayang, nanti Mas pulang malam lagi, ada pertemuan dengan relasi," jelas Mas Rama kemudian menyeruput minumannya.

"Iya, Mas ... kalau gitu aku tidak perlu masak banyak untuk malam nanti."

Kalimat tersebut disetujui dengan anggukan oleh Rama, lelaki itu melihat arloji di tangan kanannya, kemudian meraih tas yang tidak jauh darinya, berpamitan ke Maitra yang sedang repot dengan piring kotor.

Mendengar suara suaminya mau pergi, perempuan itu segera menutup air keran, kemudian berjalan mengantar suaminya sampai ke pintu depan, tetap selalu ada harap akan sikap romantis dari suaminya.

Rama menaiki motor. "Mas berangkat dulu, ya."

Maitra tersenyum mengangguk, kemudian lelaki itu memasang helm, lalu memutar motornya. Maitra menutup pintu dengan menghela napas, bukan sebuah kekecawaan hanya sedikit sebal dengan harapannya yang terlalu tinggi. Menuntut keromantisan dari manusia super cuek, apa bisa?

Baru beberapa langkah Maitra meninggalkan pintu, tiba-tiba terdengar pintu terketuk. "Siapa?"

"Ini aku, Sayang, ada yang ketinggalan."

Perempuan itu menggeleng heran, sebab pelupanya Rama. "Kamu itu, Mas, ada saja ...," ujarnya sambil membukakan pintu.

Setelah pintu terbuka, tepat di depannya telah berdiri suaminya. Rama sedikit menunduk dengan pelan tapi pasti dia mengecup bibir merah muda milik Maitra. Waktu seketika berhenti, desir merambat dengan cepat memicu detak jantung. Matanya terpejam merasakan basah bibir lelaki tersebut, ini kecupan pertama setelah mereka menikah.

"Terima kasih, Maitra telah menjadi istri yang baik untukku."

Masih dengan pipi yang merona, napas yang tidak terkontrol karena kaget, mata perempuan itu tanpa disadarinya berbinar penuh bintang. "Kamu, Mas, ada apa sih, gak seperti biasanya."

"Sudah ya, Mas berangkat dulu." Pertanyaan Maitra tidak terjawab, Rama justru balik badan, kembali menuju motornya, setelah mesin menyala.

Maitra sudah menutup pintu dengan hati berbunga, dia tidak sabar untuk menceritakan apa yang terjadi barusan kepada teman-temannya.

Rama membawa motor keluar pagar, dia tidak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang ngebut dan lepas kendali di belakangnya.

Dentuman sangat keras terdengar setelah Maitra beberapa langkah meninggalkan pintu. Sontak tubuhnya berhenti, dengan cepat dia berbalik badan lalu membuka pintu. Terlihat orang-orang berlarian ke depan pagar rumahnya, dengan keadaan panik yang tidak terbendung. Maitra berlari menuju jalanan, melihat apa yang terjadi.

Tubuh Maitra lemas, seakan kerangka tubuhnya runtuh, tidak sanggup untuk menopang lebih lama. "Mas Rama!!!" jerit Maitra terduduk di pinggir jalan. []

Kali PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang