Pulang ke rumah

11 2 0
                                    

Tibalah zaigham di depan rumah yang selama bertahun-tahun lamanya dia tinggalkan, dengan langkah yang sedikit berat zaigham menuju pintu utama rumah yang penuh kenangan ini.

"Den zaigham" ucap suara lembut yang zaigham kenali, orang itu adalah mbok Wawa orang yang sedari dulu selalu dekat dengan zaigham.

"Mbok Wawa. Assalamualaikum,"  ucap zaigham memeluk orang yang termasuk dia sayangi setelah keluarganya.

"Waalaikumussalam. Den zaigham apa kabar?, Tanya mbok Wawa haru melihat tuan kecilnya itu sudah beranjak dewasa.
Ziagham tersenyum dan tak kalah bahagianya. Belum sempat zaigham akan menjawab pertanyaan mbok Wawa, Omar menyela terlebih dahulu.

" Sudah mbok, kangen-kangenannya nanti dulu biarkan pangeran rumah ini istirahat terlebih dahulu," timpalnya memandang kedua makhluk yang sedari tadi sibuk dengan moment mereka. Zaigham hanya memandang diam tanpa kata-kata apapun dan hanya tersenyum mengiyakan memandang mboknya itu.

Mbok Wawa mengerti dan langsung membantu zaigham untuk pergi ke kamarnya.

Tidak lama pukul lima sore nenek zaigham kembali dari urusannya. Zaigham melihat neneknya hanya melewatinya dan tidak mengatakan apapun bahkan saat langkah kaki zaigham ingin mendekati neneknya itu terlihat enggan dan mengacuhkan dirinya.
Sakit? Tentu sakit, hati mana yang tidak sakit melihat orang yang selama ini kalian sayangi namun acuh dan mengabaikan kalian.
Zaigham hanya terdiam dan bersabar melihat apa yang terjadi, belum satu hari dia di sini namun sudah ada luka baru yang tercipta.

"Demi Alisa,  zaigham kamu harus kuat," ucapnya dalam hati.

Tidak jauh dari posisi zaigham ada seseorang yang menyeringai bahagia melihat situasi ini.

"Mbok sedang apa?" Tanya zaigham melihat Mbok Wawa di dalam dapur. Zaigham sengaja kemari untuk sekedar menetralkan perasaannya yang sedari tadi menusuk-nusuk hatinya. Mbok Wawa melihat dan tersenyum melihat zaigham.

"Mbok, sedang masak makan malam Den. Aden sendiri kenapa kesini, ada yang perlu mbok bantu?" Ucapnya dan bertanya dengan zaigham lembut. Hanya Mbok Wawa yang mengerti kondisi zaigham dan keluarga ini.

"Tidak mbok, zaigham hanya ingin membantu mbok saja," jawabnya melihat mbok Wawa yang tersenyum lebar.

"Masa anak cowok mau masak, nggak usah biar mbok aja. Aden zaigham cukup duduk manis," ujarnya melihat zaigham yang sudah siap ingin membantu.

"Nggak apa-apa mbok, zaigham pintar memasak kok. Apalagi di pesantren tidak hanya perempuan yang diajarkan memasak. Di sana semua dianggap rata mbok," ucap zaigham meyakinkan mboknya itu. Mbok Wawa hanya pasrah dan mensilahka tuan mudanya itu mengambil alih kegiatannya.

Dengan lihai zaigham membuat makanan itu terlihat sangat mewah dan menggiurkan. Bahkan aromanya sangat harum membuat kelaparan saja.

"Masha Allah, Aden hebat yah. Mbok sampe kagum loh sudah seperti chef yang ada di TV," katanya kegirangan melihat menu yang disajikan zaigham. Ada opor ayam, bakwan jagung, sayur tumis, dan makanan lainnya.

"Mbok bisa aja, zaigham hanya sudah terbiasa dengan dapur mbok," ucapnya sambil membereskan sisa barang-barang yang tadi sempat digunakan. Setelah selesai makanan disajikan di tempatnya lalu tugas mbok Wawa yang memanggil penghuni rumah untuk makan sedangkan zaigham pergi untuk membersihkan diri sebentar.

Zaigham turun ke lantai bawah untuk bergabung makan malam dengan mereka terlihat ada nenek, Abang Omar, kakak ipar (Mbak Najwa), Rara dan paman Hamzah. Mbak Najwa sendiri istri dari Abangnya Omar dan mereka juga telah dikaruniai seorang putri bernama Rara, lalu Paman Hamzah adalah adik mendiang Abinya Yusuf.

Ruangan yang tadinya penuh canda dan tawa seketika sepi saat zaigham akan bergabung dengan mereka namun untungnya Rara anak dari abangnya itu mengeluarkan suara.

"Om igam itu adiknya papa?" Ucapnya dengan nada anak-anak yang menggemaskan. Ziagham hanya terdiam dan tersenyum melihat Rara kecil. Omar bergabung meladeni anaknya yang akhir-akhir ini begitu cerewet.

"Iyah Rara cantik. Om igam itu adiknya papa dan abangnya Tante Alisa," ucap Omar menjelaskan kepada putrinya. Rara hanya mengangguk dan mengerti. Tetapi tidak sampai di situ Rara penasaran lagi.

"Tapi kenapa Om igam baru ke sini, dan Rara baru tahu," ucapnya sambil memanyunkan bibirnya melihat Omar dan zaigham bergantian. Yang lain hanya menggeleng melihat tingkah Rara sedangkan Omar sangat pandai menjelaskan apapun terhadap putrinya itu hingga mengerti.

"Baiklah berarti Rara punya Om baru," ucapnya kegirangan meloncat dan memeluk zaigham. Omar dan orang yang ada di ruangan hanya kaget melihat Rara yang begitu antusias terhadap orang baru padahal biasanya anak itu tidak seperti itu. Zaigham yang hanya tersenyum lembut memandang keponakannya itu sembari mensejajarkan tubuhnya dengan Rara.

Makan malam selesai rasanya aneh dan senang karena Rara gadis kecil itu setidaknya membuat ruangan tidak seperti pemakaman. Zaigham sekarang berada di kamarnya sendiri padahal sedari selesai makan malam Rara merajuk karena ingin terus bersamanya namun Abangnya itu tidak memperbolehkan dan berujung tangisan yang kencang sepertinya sekarang masih terdengar tangisan Rara.

ZAIGHAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang